Secara sederhana, hukum waris adat dapat diartikan sebagai hukum waris yang didasarkan pada aturan adat, dari generasi kepada generasi lainnya atau keturunannya.
Secara lengkap, sebagaimana diartikan Ter Haar dalam Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat hukum waris adat adalah aturan-aturan hukum yang mengatur cara bagaimana dari abad ke abad penerusan dan peralihan dari harta kekayaan yang berwujud dan tidak berwujud dari generasi, pada generasi berlaku.
Kemudian, masih soal pengertian hukum waris adat, Salman (dalam Juwita, 2017: 1) mengartikan hukum waris adat adalah peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta mengoperkan barang-barang yang berwujud harta benda atau harta lain yang tidak berwujud benda, dari suatu angkatan manusia kepada keturunannya.
Baca juga:
- Perempuan Ingin Rombak Hukum Adat Patriarki Pelan-Pelan
- Pembagian Harta Warisan Berdasarkan Hukum Adat, Perdata, dan Islam
- Konsistensi Sikap Pengadilan Soal Hak Waris Perempuan dalam Adat Patrilineal
Hukum Waris Adat di Indonesia
Mengingat Indonesia memiliki banyak budaya dan adat yang berbeda, tentu ada berbagai hukum waris adat yang digunakan masyarakat Indonesia.
Secara garis besar, hukum waris adat dapat dikelompokkan dalam tiga golongan berdasarkan sistem kekerabatannya, yakni sebagai berikut.
- Patrilineal: garis yang ditarik adalah dari pihak bapak. Kedudukan pewaris pria lebih menonjol dibandingkan pewaris wanita. Sistem kekerabatan ini digunakan dalam hukum waris adat Lampung, Nias, NTT, dan lainnya.
- Matrilineal: garis yang ditarik adalah dari pihak ibu. Kedudukan pewaris wanita lebih menonjol dibandingkan pria. Sistem kekerabatan ini digunakan dalam hukum waris adat Minangkabau, Enggano, dan Timor.
- Parental: garis yang ditarik adalah dari kedua belah pihak, bapak dan ibu. Kedudukan pewaris wanita dan pria adalah sama. Sistem kekerabatan ini digunakan dalam hukum waris adat Sumatera Timur, Sumatera Selatan, Riau, dan lainnya.