AS Susun Lagi UU Anti Pornografi Anak
Berita

AS Susun Lagi UU Anti Pornografi Anak

Untuk kesekian kalinya, Amerika Serikat (AS) menyusun UU yang berisi ketentuan tentang perlindungan terhadap anak, khususnya dari tindak kejahatan pornografi. Penyusunan UU tersebut boleh dikatakan usaha tanpa kenal lelah. Pasalnya, sudah berulang kali UU sejenis itu mendapat tentangan dari sebagian masyarakatnya sendiri. Bagaimana dengan di Indonesia?

Zae
Bacaan 2 Menit
AS Susun Lagi UU Anti Pornografi Anak
Hukumonline

Seperti yang dilaporkan dc.com, rancangan UU tersebut diajukan oleh senator Lamar Smith dari negara bagian Texas dengan tujuan untuk memperkuat UU yang mengatur tentang anti pornografi anak lainnya yang selama ini sudah ada. Lebih khusus lagi, UU ini akan mempertegas larangan pornografi anak lewat internet.

Dikenal dengan sebutan Child Obscenity and Pornography Act of 2003, UU yang diajukan oleh Lamar Smith tersebut akan mengandung ketentuan yang melarang semua penawaran untuk menjual atau membeli produk pornografi anak. Juga, pelarangan terhadap eksploitasi terhadap anak-anak dan remaja serta pelarangan untuk mempertontokan pornografi kepada anak-anak.

"Tidak ada tindak kejahatan cyber yang lebih buruk dari pada pornografi anak," tegas Smith. Karena itu, menurut Smith, kongres harus melakukan segala upaya dengan kekuasaannya untuk melindungi anak-anak dari pemangsa-pemangsa seksual.

Ditegaskan Smith, para pemangsa seksual tersebut kini sudah leluasa memangsa anggota manyarakat yang paling lemah. Dengan perkiraan sebanyak 24 juta anak yang online, internet memang bisa berubah menjadi surga bagi para pedophily dan pemangsa seksual lainnya untuk mendistribusikan produk pornografi anak. Mereka juga kerap kali mencari mangsanya melalui media online ini.

Bertentangan dengan konstitusi

Amerika memang bukan pertama kali ini mencoba melindungi anak-anak dari kejahatan seksual pornografi. Sudah beberapa kali mereka menyusun UU yang isinya berupa perlindungan anak. Namun, sistem liberalisme di negara tersebut telah membuat beberapa dari produk perundang-undangan tersebut tidak dapat diterapkan, bahkan gugur dengan alasan bertentangan dengan konstitusi.

Setidaknya, hal tersebut dialami oleh Child Online Protection Act (COPA) yang disahkan pada 1988 lalu. Pengesahan aturan ini sendiri bisa disebut kontroversial, karena mengundang perdebatan yang seru antara para pendukung dan para penolaknya dengan alasan melanggar konstitusi. Yaitu, bertentangan dengan amandemen pertama Amerika serikat tentang kebebasan untuk berekspresi dan mengemukakan pendapat.

UU tersebut memang ditujukan untuk melindungi anak-anak dari tindak kejahatan pornografi secara online. Namun, satu alasan yang dikemukakan para penolaknya adalah UU tersebut secara tidak langsung telah melanggar hak orang dewasa untuk mendapatkan produk-produk yang memang menjadi konsumsi orang dewasa.

Penolakan tersebut memang sangat kuat dan dengan alasan yang memang diakui oleh sebagian rakyat Amerika sendiri. Akibatnya cukup fatal, karena keberlakuan COPA itu sendiri pernah sampai dua kali dibatalkan oleh pengadilan tingkat pertama. Kejadian terakhir terjadi di pengadilan Pennsylvania yang memutuskan untuk menolak penerapan COPA dalam salah satu kasusnya.

Indonesia belum tegas

Untuk pengaturan masalah pornografi anak, atau bahkan pornografi pada umumnya, Indonesia memang masih harus mencontoh dari Amerika. Pasalnya, aturan tentang pornografi di Indonesia sepertinya masih lemah dan belum tegas. "Padahal mengenai pornografi, Indonesia ternyata lebih liberal dibanding negara yang mengaku paling liberal, Amerika Serikat," tegas Pemimpin Media Ramah Keluarga (Marka), Ade Armando, pada suatu kesempatan.

Secara umum, tindak pidana pornografi di Indonesia diatur melalui KUHP. Sayangnya, ancaman hukumannya masih terbilang cukup rendah. Terlebih lagi dari beberapa pasal yang mengatur soal pornografi (tindak asusila dalam KUHP), definisi pornografi itu sendiri belum cukup jelas. Bahkan dalam penjelasan umumnya, disebutkan bahwa batasan pornografi itu diserahkan per kasus ditinjau pada kebiasan setempat.

Khusus tentang perlindungan anak, Indonesia boleh bergembira dengan disahkannya UU No. 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak. Namun, lagi-lagi masalah pornografi belum diungkap dengan tegas. Pada beberapa pasal dalam UU tersebut hanya dinyatakan perlindungan kepada anak-anak dari tindak kejahatan eksploitasi secara seksual dan ekonomi.

Tags: