Arya Wibisana: Keluarga Adalah Segalanya
Father’s Day Series

Arya Wibisana: Keluarga Adalah Segalanya

Mengambil cuti untuk menikmati kebersamaan dengan anak, menyempatkan pulang ke rumah di waktu istirahat kantor untuk membantu anak belajar, dan tak sungkan mengevaluasi menjadi sebuah keharusan baginya.

Tim Hukumonline
Bacaan 4 Menit

Sebagai seorang ayah sekaligus profesional hukum dengan karier cemerlang, Arya tidak mewajibkan bahwa kelak anak-anak akan melanjutkan studi dan karier di bidang yang sama. “Anak-anak saya justru menganggap pekerjaan ayahnya membosankan”, ungkap Arya.

Ia mengamati bahwa putranya tertarik dengan dunia kuliner, dari berbagai konten masak-memasak yang rajin disimaknya dan kegemaran untuk mencoba memasak. Arya sering diminta sang putra untuk membeli bahan masakan, dan kemudian memasak di rumah. Dari hasil masakannya, Arya tahu anaknya berbakat dan kelak akan mendukung jika anaknya hendak mendalami studi di bidang kuliner. Dengan putrinya, Arya lebih sering menghabiskan waktu di luar rumah untuk sekadar jajan di minimarket atau berbelanja alat rias hingga fesyen.

Demi mempunyai quality time dengan anak-anaknya, Arya terbiasa mengambil jatah cuti dari kantor. Tak harus pergi berlibur dengan berwisata ke tempat jauh, bahkan sekadar bersama di rumah dan menjalani hari seperti biasa pun sangat mereka nikmati. Dari interaksi-interaksi sederhana ini Arya berupaya untuk selalu ada untuk anak dan berharap jika pun ada sesuatu yang terjadi pada anak, ayahnya adalah yang pertama tahu dan siap untuk membantu. “Saya sering bilang sama mereka if anything happens, jam berapa pun, telepon ayah. Akan ayah jemput di mana pun. No judgement,” ungkap Arya.

Mengarungi dinamika hubungan ayah-anak faktanya tak selalu berjalan mulus. Adakalanya suatu permasalahan lebih mudah untuk diurai dan ditemukan solusinya dengan bantuan yang tepat dari profesional. Arya mengenang kejadian sebelum pandemi COVID-19 lalu, pernah dalam beberapa waktu ia kurang rukun dengan putranya. Seolah-olah ada saja hal yang dapat memicu konflik antara mereka di setiap harinya. Sampailah suatu waktu Arya mengajak putranya bersama menemui psikolog anak. Ia menekankan pada sang anak bahwa datang ke psikolog tak berarti ia menyalahkan anak.

“Saya bilang sama dia, I’m not trying to fix you, but to fix us. Ayah akan ubah juga apa yang salah dari ayah”, kenang Arya. Ia sangat bersyukur dengan satu sesi bertemu dengan profesional itu, akar permasalahannya dapat terurai dan setelahnya hubungan mereka membaik kembali. Arya semakin paham bahwa wajar bagi anak bahkan ayah untuk membuat kesalahan, untuk itulah proses pembelajaran memang ditempuh selamanya. Dalam proses tersebut, menemui psikolog sudah bukan lagi sesuatu yang layak distigma kurang baik.

Bagi Arya, keluarga adalah segalanya. Pekerjaan memang sangat penting bagi seorang ayah untuk memenuhi tanggung jawabnya. Tapi keluarga tetap paling utama karena seorang ayah bekerja pun untuk keluarga tercintanya. Prioritas itulah yang berupaya ia jaga sehingga kecemerlangannya di pekerjaan tak lain adalah untuk sekaligus menjalankan peran ayah sebagai orang tua tunggal yang ‘komplit’ bagi kedua anaknya.

Tags:

Berita Terkait