Artidjo Alkostar di Mata Kolega
Utama

Artidjo Alkostar di Mata Kolega

Seorang hakim yang sederhana, tegas, adil, berintegritas tinggi, jiwanya hanya ada ‘hitam dan putih’, dan layak menjadi teladan bagi hakim lain.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Hakim Agung Ad Hoc Tipikor pada MA, MS Lumme mengenal Artidjo sejak dia menjadi calon hakim agung nonkarier pada tahun 2000. Keduanya, memang sering satu majelis dalam menangani perkara-perkara korupsi di MA. Pengalaman menarik Lumme dengan Artidjo saat memeriksa, mengadili dan memutus perkara mantan Presiden Soeharto. “Artidjo memerintahkan terdakwa Soeharto tetap diadili setelah sembuh dari penyakitnya,” kenang Lumme yang menggambarkan ketegasan seorang Artidjo.

 

Tak hanya itu, saat menangani perkara korupsi Djoko Chandra, Artidjo menyampaikan pendapat agar terdakwa dipidana penjara 20 tahun penjara. Hanya saja, dalam kasus ini, Artidjo kalah suara, yang akhirnya terdakwa diputus bebas.

 

“Artidjo tidak akan memberi toleransi bagi koruptor. Bila ada terdakwa mengajukan permohonan kasasi, lalu ketika dilihat di website MA bahwa ketua majelisnya Artidjo, mereka langsung mencabut permohonannya,” ungkapnya.

 

Memang Artidjo bersama MS Lumme dan Krisna Harahap, atau hakim agung lain dikenal kerap menangani kasus-kasus besar. Misalnya, perkara korupsi Bank Bali atau BLBI dengan terdakwa Djoko Tjandra; perkara korupsi mantan Presiden Soeharto; perkara kasus Bom Bali; kejahatan HAM di Timor-Timur dan Tanjung Priok; perkara Pollycarpus dengan kematian aktivis HAM Munir; perkara korupsi Jaksa Urip Tri Gunawan; perkara korupsi Anggodo Widjoyo dan Gayus Tambunan; perkara korupsi mantan Ketua MK Akil Mochtar;  perkara korupsi anggota DPR Angelina Sondakh; Anas Urbaningrum; kasus suap OC Kaligis, mantan Gubernur Banten Ratu Atut; kasus korupsi proyek e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto. Baca Juga: MA Perberat Vonis Irman-Sugiharto Jadi 15 Tahun Bui

 

Baginya, Artidjo adalah tokoh panutan di dunia peradilan. “Semoga beliau senantiasa mau menyumbangkan waktu, pikiran dan tenaganya demi penegakan hukum, mewujudkan kebenaran dan keadilan di Indonesia. Dan semoga Allah senantiasa melindungi, memberkahi dan menunjukkan jalan yang benar bagi Artidjo dan keluarganya dalam memasuki masa purnabakti,” ujarnya mendoakan.

 

Sahabat Artidjo sejak mahasiswa dan pernah sama-sama menjadi dosen di FH UII Yogyakarta, adalah Busyro Muqoddas. Dia menilai Artidjo seorang aktivis sosial. Aktivitasnya sebagai mahasiswa sejak dulu tak pernah lepas dari membaca buku. Berbagai macam buku mulai dari hukum, filsafat, budaya, hingga ideologi pernah ia baca. Alhasil, Artidjo menjelma menjadi mahasiswa kritis hingga layaknya disebut aktivis di zamannya.

 

“Putusan-putusannya bukan sekedar penerapan kata-kata dalam UU, melainkan melebihi kualitas kata-kata tersebut. Inilah yang bisa dilihat dari Artidjo, sosok aparat penegak hukum yang mempunyai karakteristik unik. Beruntung MA memiliki sosok Artidjo yang membentengi diri dari kegelimangan keduniawian,” tutur Busyro seperti diungkap dalam Buku Alkostar Sebuah Biografi (Puguh Windrawan. Jakarta : Penerbit Buku Kompas, 2018).

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait