Artidjo Alkostar: Menjerat Pelaku ‘Jual Pengaruh’ Bisa Gunakan Yurisprudensi
Berita

Artidjo Alkostar: Menjerat Pelaku ‘Jual Pengaruh’ Bisa Gunakan Yurisprudensi

Romahurmuziy menyebutkan memberikan rekomendasi atas seorang calon pejabat sesuatu yang lumrah.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Romahurmuziy sesaat sebelum diperiksa di KPK. Foto: RES
Romahurmuziy sesaat sebelum diperiksa di KPK. Foto: RES

Mantan Hakim Agung Artidjo Alkostar mengatakan jual pengaruh atau trading influence memang sudah seharusnya diatur dalam UU Pemberantasan Tipikor. Sebab jual pengaruh sudah kerap digunakan oleh para pemangku jabatan untuk menerima uang suap tetapi bisa terhindar dari aparat penegak hukum.

Meskipun begitu bukan berarti penerapan trading influence harus menunggu perubahan UU Pemberantasan Tipikor. Sebab ada sejumlah putusan pengadilan yang telah menganggap jual pengaruh masuk dalam kategori tindak pidana korupsi. Artidjo, misalnya, menerapkan itu di Mahkamah Agung ketika memutus perkara Presiden Partai Keadilan Sejahtera, Luthfi Hasan Ishaaq (LHI).

“Tapi selama ini sudah banyak menerapkan, saya sudah banyak menerapkan, banyak sekali itu. Sudah jadi yurisprudensi, termasuk (korupsi impor) daging sapi itu. Iyaa, kalau itu belum jelas merujuk ke yurisprudensi, karena yang mengadili LHI itu saya,” ujarnya kepada hukumonline beberapa hari lalu.

Penjelasan Artidjo ini penting dalam konteks kasus terbaru yang muncul dan kini sedang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi. KPK telah menetapkan dan memeriksa eks Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan, M. Romahurmuziy, sebagai tersangka. KPK menduga Romy, begitu ia lazim dipanggil, menjual pengaruh dalam penetapan pejabat di Kementerian Agama. Romy terjaring operasi tangkap tangan di Surabaya. KPK menyita uang dalam proses OTT itu. Pemeriksaan Romy sebagai tersangka sempat tertunda karena yang bersangkutan sakit. Ia juga meminta agar KPK memberikan izin berobat ke luar rutan.

(Baca juga: Trading Influence, Modus Korupsi Romahurmuziy).

Pemberian uang kepada Romy diduga berkaitan dengan pengisian jabatan di lingkungan  Kementerian Agama. Karena itu, ia diduga menjual pengaruhnya sebagai Ketua Umum PPP yang dalam struktur organisasi membawahi Lukman Hakim Saifuddin. Yang terakhir saat ini menjabat sebagai Menteri Agama. KPK sudah melakukan penggeledahan di ruang Menteri Agama dan menyita sejumlah uang dalam bentuk rupiah dan dolar. Apakah benar Romy menjual pengaruh?

Romy membantah dugaan itu. Ia berdalih tak punya wewenang sama sekali dalam penentuan pejabat di Kementerian Agama. Bukan pejabat Kementerian, bukan pula anggota DPR yang menjadi mitra kerja Kementerian Agama.  “Saya punya kewenangan nggak? Itu saja pertanyaannya. Apakah Romi, Romahurmuziy, anggota komisi keuangan DPR, punya kewenangan untuk menentukan seseorang duduk atau tidak,” ujarnya, Jumat (22/03).

Saat ditanya apakah ada keterlibatan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin yang memang mempunyai kewenangan terkait jabatan di kementeriannya, Romy enggan menjawab secara lugas. “Saya hanya menanyakan itu saja. Silahkan jawab sendirii,” tuturnya.

(Baca juga: Misteri Uang Ratusan Juta di Ruangan Menteri Agama).

Meskipun membantah menjual pengaruh, Romy mengaku memberikan rekomendasi kepada Kemenag untuk mengangkat Haris Hasanuddin sebagai Kakanwil Kemenag Jatim. Rekomendasi itu, kata dia, tak lepas dari kedudukannya sebagai anggota DPR dan Ketua Umum Partai yang harus mendengarkan aspirasi masyarakat. Dalam kedudukan itu wajar saja jika ada pihak yang menyampaikan rekomendasi dan ia menyampaikannya kepada pihak berwenang.

Romy bahkan mengaku memberikan rekomendasi tidak hanya di lingkungan Kemenag saja. “Bukan hanya di lingkungan Kemenag tentunya. Di lingkungan yang lain pun biasanya sama. Misalnya Anda mau jadi Pemred pastikan ditanya rekomendasinya siapa. Itu kan biasa di masyarakat kita,” tuturnya.

Romy mengklaim ia merekomendasikan Haris karena mendapat saran dari dari sejumlah pihak mulai dari ulama, hingga Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Ia memberi contoh Haris Hasanuddin. Romy mengaku sejak awal menerima aspirasi dari seorang ulama, Kiai Asep Saifuddin Halim. Lalu ada aspirasi dari Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. “Beliau mengatakan 'kalau mas Haris saya sudah kenal kinerjanya sehingga ke depan sinergi dengan pemrpov akan lebih baik'. Nah misalnya menyampaikan aspirasi itu dosa lalu kita mengetahui kondite seseorang itu dari siapa?” pungkasnya.

Meskipun begitu ia mengaku tidak pernah mengintervensi keputusan apapun termasuk pengangkatan jabatan di Kemenag. Selain itu pihak-pihak yang direkomendasikan juga tetap mengikuti seleksi sesuai dengan aturan perundang-undangan ataupun keputusan dari pihak berwenang di kementerian atau instansi tersebut.

“Proses seleksinya itu sama sekali tidak saya intervensi. Proses seleksinya itu dilakukan oleh panitia yang sangat profesional. Ada guru besar dari lingkungan Universitas Islam Negeri seluruh Indonesia yang sama sekali mereka tidak pernah diajak komunikasi saja sama Romi tidak pernah. Mereka melakukan proses seleksi dengan profesional. Tapi kemudian saya meneruskan aspirasi, karena yang saya rekomendasikan tidak main-main,” jelasnya.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah berharap Romy menyampaikan semua informasi yang dimilikinya tidak hanya kepada media, tetapi juga kepada penyidik pada proses pemeriksaan. Sebab keterangan itu nantinya akan dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan mempunyai kekuatan hukum.

Walaupun KPK sendiri masih akan melakukan verifikasi informasi tersebut kepada saksi lain atau alat bukti yang ditemukan. “Bagi KPK yang paling penting adalah apabila ada pihak-pihak tertentu yang disebut di ruang pemeriksaan dituangkan dalam berita acara dan dilihat apakah informasi itu didukung dan sesuai dengan bukti-bukti yang lain. Kalau ternata informasinya berdiri sendiri, maka mungkin saja tidak relevan secara hukum,” ujar Febri.

Berdasarkan catatan Hukumonline, Romy bukan satu-satunya orang yang dijerat KPK karena menerima suap walaupun tidak berkaitan langsung dengan jabatan. Sebelum Romy ada nama Luthfi Hasan Ishaaq, I Putu Sudiartana serta Ketua DPD Irman Gusman yang tidak mempunyai kewenangan langsung tetapi terbukti menerima suap untuk melakukan perbuatan tertentu.

Tags:

Berita Terkait