APSA: Siber Terorisme Ancaman Nyata bagi Indonesia
Aktual

APSA: Siber Terorisme Ancaman Nyata bagi Indonesia

ANT | Sandy Indra Pratama
Bacaan 2 Menit
APSA: Siber Terorisme Ancaman Nyata bagi Indonesia
Hukumonline

Lifetime President Asian Professional Security Association Indonesia Toto Trihamtoro menilai kejahatan terorisme cyber menjadi ancaman nyata bagi masyarakat Indonesia sehingga harus diwaspadai.
"Survei terhadap organisasi ISIS menunjukkan fakta 17 persen anggotanya mengenyam pendidikan hingga tingkat SMA, sedangkan sebagian besar sisanya merupakan lulusan universitas," kata Toto Trihamtoro, di Sleman, Yogyakarta, kemarin.
Menurut dia, hal ini setidaknya memberikan gambaran "peperangan" kini terjadi di kalangan orang berpendidikan sehingga perkembangan dunia cyber perlu mendapat perhatian khusus.
"Masyarakat Indonesia harus meningkatkan kewaspadaan terhadap 'cyber terrorism' karena ini adalah kenyataan, bukan sekadar cerita. Jika tidak siap, suatu saat kita yang akan menjadi korban," katanya dalam konferensi pers "23rd EXCO and International Conference of APSA Cyber Attack and Terrorism".
Ia mengatakan sebagian kalangan praktisi keamanan di Indonesia merasa belum terlalu penting untuk membahas persoalan ini. Upaya antisipasi sering hanya berkutat di kejahatan terorisme secara tradisional.
"Meski ancaman terorisme cyber belum terjadi di Indonesia, namun propraganda pelaku teror melalui media sosial sudah berjalan secara masif. Strategi ini terbukti efektif merekrut anggota khususnya dari kalangan terpelajar karena pengguna media sosial kebanyakan dari kaum intelektual," katanya.
President APSA Indonesia Abraham Soedira mengatakan konferensi ini rutin diadakan setiap tahun. APSA sendiri dibentuk pada tahun 1994 dengan tujuan meningkatkan kerjasama regional di tingkat Asia.
"Serangan lewat media sosial ini yang sering tidak disadari. Website terkait radikalisme sudah ditutup tapi kemudian tumbuh lagi," katanya.
Berangkat dari latar belakang tersebut, pertemuan APSA tahun ini mengangkat tema tentang serangan dan terorisme cyber. Mengingat perkembangan sistem IT turut memudahkan aktivitas pelaku teror, termasuk rekruitmen dan penggalangan dana dari dunia maya.
"Saat ini, ada 13 chapter yang bergabung diantaranya China, Hongkong, India, Indonesia, Jepang, Nepal, Malaysia, Thailand, Korea Selatan, Makau, dan Filipina. Konferensi tahun ini diikuti sekitar 125 peserta dari berbagai negara," katanya.



Tags: