APPBI Diminta Tak Khawatirkan Pergub Kantong Belanja Ramah Lingkungan
Berita

APPBI Diminta Tak Khawatirkan Pergub Kantong Belanja Ramah Lingkungan

Jika pengelola sudah menerapkan SOP sesuai dengan instruksi Pergub DKI Jakarta tersebut, maka pengelola sudah memenuhi kewajiban.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Ilustrator: BAS
Ilustrator: BAS

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah mengeluarkan Pergub DKI No. 142 Tahun 2019 tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan pada Pusat Perbelanjaan, Toko Swalayan, dan Pasar Rakyat. Diharapkan dengan dikeluarkannya aturan ini dapat mengurangi jumlah sampah plastik karena mengharuskan masyarakat memiliki kantong ramah lingkungan untuk berbelanja.

 

Anies Baswedan mengatakan larangan penggunaan kantong sekali pakai berbahan dasar plastik bertujuan untuk menyadarkan masyarakat terkait perubahan lingkungan yang luar biasa. "Bagian dari kita menyadari perubahan lingkungan yang luar biasa dan salah satu kontributornya adalah plastik-plastik," katanya.

 

Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Andono Warih, menambahkan Pergub 142/2019 mulai efektif berlaku pada Juli 2020 atau enam bulan setelah sah diundangkan oleh Biro Hukum Provinsi DKI Jakarta. "Kalau baca Pergub-nya itu, enam bulan sejak diundangkan, diundangkanya kan 31 Desember 2019, enam bulan itu waktunya sosialisasi, per 1 Juli 2020 efektif berlaku," kata Andono seperti dikutip Antara, Selasa (7/1).

 

Menurutnya, aturan yang melarang penggunaan kemasan berbahan dasar plastik di kawasan Provinsi DKI Jakarta itu, sudah digodok sejak 2018 melalui tahapan kajian dan penelitian. Selama enam bulan sebelum aturan itu efektif, Andono mengatakan baik pihak pemerintah maupun para pengelola pusat perbelanjaan wajib melakukan sosialisasi kepada para pelanggannya.

 

Jika selama masa sosialisasi ditemukan pusat perbelanjaan tidak menyediakan kantong ramah lingkungan maka ada sanksi yang menunggunya. "Sanksinya bertingkat, bentuknya administratif, dari teguran tertulis, uang paksa, sampai hal itu enggak diindahkan juga ada pembekuan izin sampai pencabutan izin, sanksinya tercantum dalam Pergub itu," kata Andono.

 

Sanksi tersebut tertuang dalam Pasal 22 hingga 29, yang berisikan tingkatan sanksi- sanksi yang disebutkan oleh Andono Warih. Terkait uang paksa yang termasuk dalam denda, pada Pasal 24 tertulis denda minimum sebesar Rp 5.000.000 dan denda maksimum sebesar Rp25.000.000.

 

(Baca: Tahun Depan Plastik Akan Dikenakan Cukai)

 

Merespons hal tersebut, Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) mengaku keberatan, terutama menyoal sanksi yang dibebankan kepada pihak pengelola. Sanksi administratif yang diatur dalam Pasal 22 ayat (1) turut memberikan sanksi kepada pengelola, disamping kepada pelaku usaha.

 

Pasal 22:

  1. Pengelola pusat perbelanjaan, toko swalayan dan/atau pasar rakyat yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Peraturan Gubernur ini dapat dikenakan sanksi administratif.

 

Dewan Penasihat APPBI, Handaka Santosa, mengatakan pusat perbelanjaan seperti mall, ruko, dan sebagainya hanya menyediakan ruangan kepada pelaku usaha untuk menyewa. Jika penyewa atau pelaku usaha melakukan pelanggaran atas Pergub tersebut maka menurut Handaka penyewa yang harus menerima sanksi.

 

“Pengelola itu hanya menyediakan tempat disewa oleh toko a, b. Pada waktu terjadinya pelanggaran pengelola tidak tahu apa-apa tapi kenapa di sanksi,” kata Handaka kepada hukumonline, Jumat (10/1).

 

Diakui Handaka, pengelola selalu memiliki SOP bagi penyewa. Aturan pelarangan penggunaan kantong belanja plastik itu bisa saja dimasukkan dalam bagian SOP. Hanya saja, tiap pelanggaran yang dilakukan penyewa tidak seharusnya menyasar kepada pengelola.

 

“Kita bisa mengatakan kepada penyewa dilarang pake kantong plastik tapi begitu ada pelanggaran tidak pihak pengelola tidak bisa meghukum penyewa. Paling banter bisa memutus kontrak. Kalau ada aturan seperti itu tentu sanksinya kepada siapa yang melanggar, jadi sanksi kepada yang melanggar, pengelola mall cuma menyewakan tapi enggak melanggar tapi kok di kenakan sanksi juga, agak kurang tepat,” imbuhnya.

 

Di samping itu Handaka mengingatkan pemerintah untuk memberikan akses dan kepastian ketersediaan kantong belanja ramah lingkungan di pasar-pasar tradisional. Hal ini memertimbangkan banyaknya pedagang yang tidak mengetahui bagaimana dan dimana mendapatkan kantong belanja ramah lingkungan tersebut.

 

Ketua APBBDI DKI Jakarta, Ellen Hidayat, menambahkan jika pihaknya meminta adanya revisi terhadap Peraturan Gubernur DKI Jakarta mengenai kewajiban penggunaan kantong belanja ramah lingkungan direvisi, terutama perihal sanksi karena dinilai tidak tepat sasaran.

 

"Terkait dengan beberapa pasal di dalam Pergub tersebut, menurut kami tidak tepat sasaran bila semua sanksi dibebankan kepada pengelola pusat belanja yang menyewakan atau mall strata title," kata Ketua APPBI DKI Jakarta Ellen Hidayat dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.

 

Ellen menjelaskan bisnis pengelola pusat belanja adalah menyewakan unit usaha dan pengelola tidak melakukan penjualan langsung serta tidak bersentuhan dengan tas plastik atau "kresek".

 

Aturan yang dikeluarkan dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta itu, menurut dia, dapat dikatakan mengalihkan tanggung jawab untuk menyukseskan program tersebut kepada pengelola pusat belanja.

 

"Kami juga mendapat tekanan harus mengawasi para tenant/retailer agar tidak memakai tas tidak ramah lingkungan dengan sanksi yang cukup berat antara lain uang paksa hingga Rp25 juta bahkan sampai pencabutan izin usaha pusat belanja," katanya.

 

Ellen memberi contoh, jika satu pusat belanja memiliki 300 tenant dan kebetulan ada satu tenant yang ditemui memakai tas kresek maka izin mal harus dicabut sehingga 299 tenant lainnya tidak bisa berbisnis lagi. Hal itu dinilai merugikan, padahal pusat belanja menyerap tenaga kerja yang cukup banyak.

 

"Menurut kami, seyogyanya Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta bila benar secara serius ingin menekan pemakaian tas kresek tersebut, harusnya melakukannya dengan berkesinambungan dan mencegahnya dari hulu yaitu membatasi/meniadakan produksi kantong tersebut dari para produsen dan memastikan tidak ada lagi produk tersebut yang beredar di masyarakat," ungkapnya.

 

Selain itu perlu juga disosialisasikan kepada seluruh warga masyarakat dan sosialisasi bahaya pemakaian tas kresek untuk lingkungan hidup juga perlu terus digalakan. "Untuk itu, kami minta Pergub tersebut dapat diperbaiki terutama perihal sanksi yang tidak wajar atau tidak tepat sasaran kepada kami selaku pengelola pusat belanja," ujarnya.

 

Kendati demikian, Ellen mendukung penuh pemakaian kantong belanja ramah lingkungan sebagai upaya menjaga lingkungan yang kini ditegakkan pemerintah, terutama di daerah.

 

Mendukung

Sementara itu, Direktur Gerakan Diet Kantong Plasik Indonesia (GIDKP), Tiza Mafira menegaskan bahwa pihak pengelola tak perlu khawatir terkait pengenaan sanksi tersebut. Jika pengelola sudah menerapkan SOP sesuai dengan instruksi Pergub DKI Jakarta, maka pengelola sudah memenuhi kewajiban.

 

“Menurut saya pengelola tidak usah khawatir karena yang menjadi kewajiban menerapkan SOP supaya pedagang aware dengan Pergub DKI itu ya pengelola pusat perdagangan. SOP tersebut menjadi kewajiban untuk pengelola pusat perbelanjaan dan kalau SOP itu dijalankan berarti sudah memenuhi kewajiban,” katanya.

 

Tiza menilai bahwa pengelola pusat perbelanjaan memiliki kewajiban untuk mengawasi penyewa dan pedagang. Selain itu, sanksi yang diterapkan dalam Pergub DKI Jakarta ini merupakan produk turunan dari Pasal 21 Perda No.3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah.

 

Pasal 21 tersebut menyatakan, “Dalam rangka pengurangan sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, penanggung jawab dan/atau pengelola pusat perbelanjaan, toko modern dan pasar wajib menggunakan kantong belanja yang ramah lingkungan.

 

”Sehingga mau tak mau Pergub DKI pun harus mengacu kepada Perda 3/2019 tersebut,” ujarnya.

 

Selain itu, pemberian sanksi kepada pengelola pusat perbelanjaan bukan menjadi hal yang pertama di DKI Jakarta. Sebelumnya DKI Jakarta pernah memberikan tanggung jawab dan sanksi kepada pengelola pusat perbelanjaan terkait penjualan VCD dan DVD bajakan.

 

“Kalau ada tenan yang menjual DVD atau CD bajakan itu penanggung jawab pengelola pusat perbelanjaan bisa kena sanksi, ini bukan preseden yang baru,” imbuhnya.

 

Tags:

Berita Terkait