Apindo Optimis Kebijakan Omnibus Law Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi
Berita

Apindo Optimis Kebijakan Omnibus Law Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi

Apindo juga yakin kebijakan omnibus law mampu mendorong perkembangan industri UMKM dan manufaktur, sehingga mampu menyerap banyak tenaga kerja.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Apindo. Foto: Sgp
Apindo. Foto: Sgp

Pemerintah memprioritaskan omnibus law, RUU Cipta Lapangan Kerja dan RUU Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian segera dibahas bersama DPR. Kedua RUU omnibus law itu sudah ditetapkan masuk dalam Prolegnas Prioritas 2020. Pemerintah masih berupaya menyelesaikan naskah akademik dan kedua draft RUU tersebut.

 

Sejak awal, munculnya RUU Cipta Lapangan Kerja mendapat sorotan publik, terutama kalangan buruh yang menolak omnibus law Cipta Lapangan Kerja yang disinyalir substansinya bakal menghapus hak-hak buruh yang sudah diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU terkait. Sebaliknya, kalangan pengusaha justru optimis omnibus law Cipta Lapangan Kerja ini mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi.

 

Ketua Umum Apindo Hariyadi B Sukamdani, pada prinsipnya mendukung upaya yang dilakukan pemerintah untuk membuka seluas-luasnya lapangan pekerjaan. Dia menilai tingkat ekonomi Indonesia tergolong rawan karena mengacu data BPS masyarakat yang menerima subsidi sekitar 40 persen dari 260 juta jiwa penduduk Indonesia. Bentuk subsidi yang selama ini dilakukan pemerintah seperti listrik, kesehatan, program keluarga harapan (PKH), dan bantuan sosial lainnya.

 

Tentu, kata Hariyadi, alokasi anggaran yang dikucurkan pemerintah untuk bermacam subsidi itu jumlahnya besar. Bagi Hariyadi, besarnya jumlah masyarakat yang masih menerima subsidi karena ada persoalan dalam hal penyerapan tenaga kerja. Tenaga kerja yang tidak terserap lapangan kerja itu tidak memiliki kemampuan ekonomi yang cukup, sehingga butuh subsidi pemerintah.

 

Mengutip data BKPM, Hariyadi menyebut setiap Rp1 triliun investasi yang masuk ke Indonesia tahun 2013 mampu menyerap lebih dari 4 ribu tenaga kerja. Namun, pada tahun 2018 merosot hanya seribuan tenaga kerja. Menurut Hariyadi, salah satu penyebabnya yaitu investasi yang masuk kebanyakan padat modal, bukan padat karya. Padahal industri padat karya lebih banyak menyerap tenaga kerja daripada padat modal.

 

Untuk membenahi persoalan ini, Hariyadi menilai alasan pemerintah menerbitkan omnibus law bertujuan membenahi regulasi yang dinilai bermasalah dalam hal penciptaan lapangan kerja. Meski optimis dengan kebijakan omnibus law, tapi Hariyadi mengakui belum mengetahui apa isi draft omnibus law RUU Cipta Lapangan Kerja. Dia juga yakin kebijakan ini mampu mendorong perkembangan industri UMKM dan manufaktur sehingga mampu menyerap banyak tenaga kerja.

 

"Jika ini berjalan baik, saya yakin dalam satu tahun kebijakan omnibus law ini dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi lebih dari 6 persen," kata Hariyadi B Sukamdani kepada wartawan di Jakarta, Kamis (24/1/2020). Baca Juga: Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja Ubah Konsep Perizinan

 

Sebelumnya, menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) M. Mahfud MD menerangkan omnibus law diperlukan untuk merespon perubahan dunia yang sangat cepat. Selama ini Indonesia sulit mengikuti perubahan itu antara lain karena terhalang banyaknya regulasi yang saling tumpang tindih, sehingga sulit dilaksanakan.

 

Melalui omnibus law, Mahfud menjelaskan sejumlah pasal yang mengatur hal sama dalam peraturan berlainan akan disinergikan menjadi satu peraturan, sehingga pekerjaan bisa dilakukan lebih efektif dan produktif terkait peningkatan investasi. Omnibus law, kata Mahfud, sederhananya merupakan metode penyederhaan masalah regulasi (hukum).

 

“Omnibus law RUU Cipta Lapangan Kerja ini hanya sebagian kecil terkait investasi, lebih luas lagi tujuannya untuk mempermudah prosedur berinvestasi,” kata Mahfud menjadi pembicara kunci dalam acara seminar bertajuk “Law & Regulations Outlook 2020: The Future Of Doing Business In Indonesia di Jakarta, Rabu (22/1/2020) kemarin.

 

Saat ini, kata dia, ada 4 RUU yang akan masuk kategori omnibus law yakni RUU Cipta Lapangan Kerja, RUU Perpajakan, RUU Ibukota Negara, dan RUU Keamanan Laut. Omnibus law ini masuk program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2020. Mahfud memaparkan seringkali atas nama UU terjadi ego sektoral, sehingga orang yang ingin berinvestasi mengalami ketidakpastian. Misalnya, menunggu proses perizinan terlalu lama, sehingga menyulitkan bagi investor untuk berinvestasi.

 

Karena itu, dalam omnibus law RUU Cipta Lapangan Kerja nanti mekanismenya berubah, bukan berbasis perizinan, tapi resiko bisnis. “Kasih saja izinnya dulu, kan lebih mudah begitu. Jika melanggar, misalnya terkait analisis dampak lingkungan (amdal), maka perusahaannya segera ditindak,” ujarnya mencontohkan. Baca Juga: RUU Cipta Lapangan Kerja Hanya Cabut Aturan yang Hambat Investasi

 

Dia mencontohkan di awal pemerintahan Presiden Jokowi periode 2014-2019 ada persoalan dwelling time atau bongkar muat di pelabuhan Tanjung Priok. Meski Presiden telah memerintahkan jajarannya untuk menuntaskan persoalan itu, tapi sampai sekarang Mahfud menilai masalah itu belum selesai. Salah satu kendalanya terkait regulasi, ada banyak peraturan yang harus diperbaiki.

 

Persoalan lain seperti harga daging di Indonesia yang jauh lebih mahal daripada negara tetangga, Malaysia. Kemudian harga gas elpiji yang harganya jauh lebih mahal dibanding impor dari negara lain. Mahfud menilai akar persoalannya karena ada permainan di “industri hukum” dimana hukum diterbitkan untuk keuntungan sepihak. “Kita tidak bisa begini terus, kalau tidak maka Indonesia bakal hancur,” katanya.

Tags:

Berita Terkait