Apindo Kritik Materi Muatan RUU Kesehatan
Terbaru

Apindo Kritik Materi Muatan RUU Kesehatan

Materi muatan RUU Kesehatan dikhawatirkan mengancam pelayanan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit

Dampak lainnya, menurut Haryadi potensi Faskes tidak dapat memberikan pelayanan dengan kualitas yang baik bagi peserta karena terjebak dalam birokrasi pemerintahan. Dunia usaha juga melihat biaya penyelenggaraan BPJS Kesehatan potensial meningkat yang dapat berujung pada kenaikan iuran peserta yang akan membebani pekerja dan pemberi kerja. Hal ini disebabkan tugas BPJS Kesehatan yang pada dasarnya untuk pelayanan yang bersifat promotif, kuratif dan rehabilitatif harus pula melaksanakan penugasan lainnya dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Sementara dalam Pasal 13 UU 24/2011 tidak terdapat pengaturan tersebut. Penugasan dari Kementrian yang bukan merupakan tugas BPJS Kesehatan potensial membebani Dana Jaminan Sosial (DJS) BPJS. DJS yang merupakan milik peserta dapat tergerus untuk melaksanakan tugas-tugas Kementerian yang semestinya dibiayai dari sumber APBN.

“Akibatnya, peserta yang harus menanggung biaya tugas tersebut melalui iuran yang dibayarkannya. Hal ini bertentangan dengan salah satu dari 9 prinsip SJSN dalam mengelola dana amanat yaitu bahwa DJS yang merupakan dana yang terkumpul dari iuran peserta dan merupakan dana titipan kepada BPJS yang perlu dikelola dan harus digunakan untuk sebesar besarnya kepentingan peserta,” ungkapnya.

Hal lain yang potensial membebani DJS seperti pelayanan kesehatan rawat inap tanpa batas yang memberikan beban berlebihan terhadap DJS. Sedianya pelayanan kesehatan rawat inap seyogianya berpatokan pada penanganan yang wajar terkait indikasi medis dan standar pelayanan medis pra dan pasca-rawat jalan.

Dia menyorot tata kelola BPJS yang diubah dalam RUU Kesehatan mengancam kemandirian BPJS yang dapat berujung pada tidak efektifnya kerja BPJS Kesehatan. Akibatnya,  BPJS tidak mandiri, yang tercermin pada pertanggungjawaban BPJS yang semula langsung ke Presiden, diubah menjadi melalui Menteri Kesehatan (Menkes). Sebagai Badan hukum publik yang mengelola dana masyarakat, secara kelembagaan posisi BPJS sudah tepat bertanggung jawab langsung ke Presiden, tanpa melalui Kementerian.

Sebab, pertanggungjawaban melalui Menkes menempatkan BPJS sebagai subordinasi Kementerian yang memperpanjang birokrasi sehingga tidak efektif dan efisien. Hal bertentangan dengan semangat UU 40/2004 agar ada kemandirian BPJS tidak mundur semasa Asuransi Kesehatan (Askes) berada di bawah Kementerian BUMN. Selain itu, mengacu  Instruksi Presiden No. 1 tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksaan Program Jaminan Kesehatan Nasional, BPJS dalam melaksanakan tugasnya pun berhubungan dengan kementerian dan lembaga lainnya.

Soal berkurangnya keterlibatan masyarakat dalam bentuk keterwakilan berpotensi menjadikan BPJS menjadi tidak independen. Hal ini terlihat pada Panitia Seleksi Dewan Pengawas dan Direksi BPJS yang diusulkan oleh Menteri Kesehatan ke Presiden, tidak lagi oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).

Tags:

Berita Terkait