Apindo Dukung Revisi PP Pengupahan
Berita

Apindo Dukung Revisi PP Pengupahan

Hak berunding dalam menentukan upah minimum harus dikembalikan sesuai amanat UU Ketenagakerjaan.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Darwoto berpendapat jika penetapan upah minimum tak dibenahi, perusahaan akan menggunakan upah minimum sebagai upah terendah di perusahaan. Bahkan ada pengusaha nakal yang mengupah hampir seluruh pekerjanya dengan upah minimum. Darwoto mengatakan pembahasan upah minimum harus dilakukan melalui perundingan, tapi harus ada jaminan agar masing-masing pihak dapat berunding bebas dari tekanan.

 

Mengenai formula dalam menetapkan upah minimum, Darwoto mengusulkan agar hal ini dibahas lebih lanjut dalam revisi PP Pengupahan. Harus ada win-win solution yang menguntungkan pengusaha dan buruh. Paling penting, jangan terjadi disparitas upah minimum yang terlalu tajam antar daerah. “Ini yang membuat perusahaan padat karya melakukan relokasi karena terjadi disparitas upah minimum di banyak daerah,” paparnya.

 

Sekjen OPSI Timboel Siregar mengatakan dalam pertemuan antara pimpinan konfederasi serikat buruh dengan Presiden Jokowi menjelang Mayday 2019, disepakati mendorong revisi PP Pengupahan. Menurut Timboel ada beberapa pasal PP Pengupahan yang patut dipertahankan, misalnya pasal 14 PP Pengupahan mewajibkan pengusaha untuk membuat struktur dan skala upah.

 

Pangkal persoalan yang selama ini dikritik kalangan buruh menurut Timboel ada dalam Pasal 44 dan 45 PP Pengupahan, yang intinya kenaikan upah minimum berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Praktiknya, besaran inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang digunakan selalu data BPS, totalnya rata-rata 8 persen. Menurutnya cara penghitungan upah minimum ini menguntungkan pengusaha karena kenaikan upah minimum bisa diprediksi.

 

“Tapi cara seperti itu tidak mendidik serikat pekerja, pengusaha, dan pemerintah untuk berdialog dalam menentukan upah minimum,” ujar timboel. Sejak PP Pengupahan terbit, peran dewan pengupahan daerah seolah tidak berfungsi lagi karena tidak ada perundingan mengingat yang digunakan sebagai acuan adalah data inflasi dan petumbuhan ekonomi dari BPS.

 

Timboel menjelaskan data BPS itu digunakan seluruh wilayah untuk menetapkan upah minimum. Alhasil kesenjangan upah minimum antar daerah makin tinggi, misalnya upah minimum provinsi Jakarta 2019 sebesar Rp3,9 juta, dan Bekasi Kota Rp4,2 juta. Karena itu Timboel mengusulkan penetapan upah minimum ke depan harus memperhatikan pertumbuhan dan tingkat inflasi di masing-masing daerah, bukan ditetapkan secara nasional.

 

Selain itu Timboel mendesak mekanisme survei KHL harus digunakan kembali dalam penetapan upah minimum. Ini penting karena tingkat inflasi di setiap daerah berbeda. Survei pasar juga perlu dilakukan untuk mengetahui kebutuhan riil buruh. “PP Pengupahan ini mengebiri kewenangan gubernur untuk menetapkan upah minimum karena yang menjadi acuan adalah data BPS,” tukasnya.

Tags:

Berita Terkait