Apindo: Permenaker 5 Tahun 2023 Respon Atas Permintaan Pengusaha
Terbaru

Apindo: Permenaker 5 Tahun 2023 Respon Atas Permintaan Pengusaha

Sebelum terbit, Permenaker 5/2023 sudah dibahas forum LKS Trinas. Sehingga menunjukkan stakeholder ketenagakerjaan paham atas perlunya landasan hukum untuk menerapkan fleksibilitas jam kerja.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ketua Bidang Ketenagakerjaan & Jamsos DPN Apindo Anton J. Supit. Foto: Istimewa
Ketua Bidang Ketenagakerjaan & Jamsos DPN Apindo Anton J. Supit. Foto: Istimewa

Terbitnya Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) No.5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global diprotes kalangan serikat pekerja/buruh. Beleid tersebut memberi kesempatan kepada pengusaha tertentu untuk memotong upah buruh sampai 25 persen. Aturan tersebut pun mengatur fleksibilitas jam kerja.

Ketua Bidang Ketenagakerjaan & Jaminan Sosial (Jamsos) Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton J. Supit, mengatakan Permenaker 5/2023 merupakan respon pemerintah terhadap permintaan kalangan pengusaha yang intinya meminta agar diatur fleksibilitas jam kerja dan hari kerja. Rupanya permintaan itu karena krisis ekonomi global menyebabkan berkurangnya permintaan hasil industri Indonesia yang bersifat padat karya secara signifikan sejak pertengahan 2022. Persoalan tersebut diperkirakan belum pulih sampai penghujung 2023.

“Sebagai ilustrasi dapat disampaikan disini bahwa ekspor sepatu, alas kaki dan turunannya, garmen dan produk tekstil lainnya terproyeksi pada tahun 2023 mengalami penurunan permintaan order sebesar 50 persen dan 30 persen,” ujarnya melalui keterangannya, Senin (3/4/2023).

Baca juga:

Anton menegaskan, Permenaker 5/2023 telah dibahas dalam forum Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit Nasional (Tripnas). Hal itu menunjukan stakeholder utama ketenagakerjaan, dapat memahami perlunya landasan hukum bagi dunia usaha di sektor tertentu agar dapat menerapkan fleksibilitas jam/waktu kerja. Beleid itu mengatur pula syarat keharusan adanya kesepakatan pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh, sehingga tidak ada yang dirugikan.

Baginya, pengaturan fleksibilitas waktu/jam kerja ini merupakan salah satu solusi terbaik mencegah pengurangan karyawan akibat dampak perubahan ekonomi global. Dia menghimbau agar para pengusaha khususnya yang bergerak di bidang padat karya dan berorientasi ekspor, agar patuh dan konsisten dengan pengaturan fleksibilitas waktu kerja yang diatur dalam Permenaker 5/2023.

Ketentuan yang diatur dalam Permenaker 5/2023, menurut Anton berlaku untuk industri yang menghasilkan komoditas tertentu seperti garmen dan tekstil yang berorientasi ekspor kepada negara tertentu seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa. Perusahaan yang memenuhi kategori tersebut dapat melakukan penyesuaian waktu kerja dari 40 jam per minggu menjadi 30 jam per minggu dengan penyesuaian upah.

“Penyesuaian waktu kerja hanya berlaku selama 6 bulan sejak Permenaker 5/2023 diundangkan dengan catatan harus memenuhi semua persyaratan yang sudah di wajibkan dalam Permenaker,” tegas Anton.

Sebelumnya, Direktur Jenderal (Dirjen) Pembinaan Hubungan Internasional (PHI) dan Jamsos Kementerian Ketenagakerjaan Indah Anggoro Putri, menyebut Permenaker 5/2023 bertujuan memberikan pelindungan dan mempertahankan kelangsungan bekerja pekerja/buruh. Serta menjaga kelangsungan usaha perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor dari dampak perubahan ekonomi global yang mengakibatkan penurunan permintaan pasar.

Putri menjelaskan kriteria perusahaan industri padat karya berorientasi ekspor yang bisa melakukan penyesuaian waktu kerja dan upah buruh yakni memiliki pekerja paling sedikit 200 orang. Kemudian presentase biaya tenaga kerja dalam biaya produksi paling sedikit 15 persen dan bergantung padda permintaan pesanan dari AS dan Eropa. Cakupan perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor adalah industri tekstil dan pakaian jadi, alas kaki, kulit dan barang kulit, furnitur, dan industri mainan anak.

“Pada dasarnya, Pemerintah menetapkan kebijakan penyesuaian upah ini dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional serta, untuk menjaga kelangsungan bekerja dan kelangsungan berusaha,” ujar Putri.

Tags:

Berita Terkait