Apapun Kantor Hukumnya, yang Penting Pelayanannya
Berita

Apapun Kantor Hukumnya, yang Penting Pelayanannya

Bentuk kantor hukum bakal diatur dalam RUU Usaha Perseorangan dan Badan Usaha Bukan Badan Hukum?

MYS/HRS/M-14
Bacaan 2 Menit
Beragam nama lawfirm Indonesia. Foto: diolah dari berbagai sumber
Beragam nama lawfirm Indonesia. Foto: diolah dari berbagai sumber

Berkantor di lantai lima Wisma Tugu Jalan Raden Saleh Jakarta Pusat, Dedy Kurniadi memimpin sebuah kantor pengacara menggunakan namanya ‘Dedy Kurniadi & Co Lawyer’. Sehari-hari Dedy bekerja bersama dengan lima orang lawyer untuk mengurusi perkara klien.

Menurut Dedy, co lawyer yang dipakai di belakang namanya mengandung makna ‘teman’ atau rekan, dalam arti memperlakukan lawyer lain sebagai rekan ketika menjalankan profesi. Sebuah lawfirm, kata Dedy, bisa dilihat sebagai entitas bisnis dan entitas kepengacaraan sekaligus. Dalam dua sudut pandangan inilah hubungan antara pendiri dengan para pengacara bisa dilihat. “Secara bisnis, hubungannya berjenjang, tetapi secara profesi kami setara,” jelas advokat alumnus Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara itu.

Sebagai pendiri dan pemilik, peran Dedy tentu saja besar untuk memberi arah lawfirm-nya. Tidak jauh beda dengan Romy Leo Rinaldo. Alumnus Fakultas Hukum Universitas Pancasila ini sudah mendirikan sebuah kantor pengacara sejak 2008. Mengambil tempat di sebuah kantor di Jalan Cemara V No. 15 Kompleks Pemda Jati Asih Bekasi, Rinaldo memimpin sendiri ‘Romy Leo Rinaldo dan Rekan’. Rinaldo punya alasan pragmatis menggunakan frasa ‘dan rekan’ pada ujung kantor pengacaranya. “Lebih pada penekanan Bahasa Indonesia saja,” ujarnya kepada hukumoline

Kantor hukum milik Dedy dan Rinaldo hanya dua dari ratusan bahkan mungkin ribuan kantor hukum yang tersebar di seluruh Indonesia. Tidak ada catatan pasti berapa kantor hukum saat ini. Selain karena tak ada sensus lawfirm, mobilitas di kalangan lawyer juga tinggi. Masuk ke satu lawfirm, kemudian keluar dan membentuk firma hukum sendiri atau gabung dengan rekan yang lain.

Kantor hukum tersebar dalam berbagai ukuran, jumlah personil, dan –ini yang agak menarik—sebutan yang dipakai. Sehari-hari kita mengenal sebutan ‘and partners’ seperti dipakai pada Assegaf Hamzah and Partners (AHP), ABNP, dan James Purba & Partners; atau ‘and associate’ seperti pada Hotma Sitompoel & Associates. Ada juga yang menggunakan Co seperti Adams & Co., atau partnership seperti kantor hukum BTPartnership.

Apapun sebutan yang dipakai, pada dasarnya kantor hukum di Indonesia berbentuk persekutuan perdata atau firma. Persekutuan perdata tunduk pada aturan perikatan dan persekutuan dalam KUH Perdata, sedangkan firma diatur dalam KUH Dagang. Bentuk yang dipilih biasanya diatur dalam anggaran dasar atau perjanjian antara pendiri dan para lawyers.

Selama ini, yang jelas aturannya adalah bentuk kantor hukum tersebut. Sedangkan sebutan kantor hukum (partners, associates, co, rekan, dan lain-lain) tak diatur secara jelas. Undang-Undang Advokat juga tak mengaturnya sehingga selama ini advokat bebas memilih sesuai keinginan pendiri. Bagaimana dengan RUU Advokat?

Advokat Munir Fuady berpendapat revisi UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat tak perlu mengatur bentuk dan sebutan kantor hukum. Kalaupun hendak diatur, sebaiknya dimasukkan ke dalam RUU Usaha Perseorangan dan Badan Usaha Bukan Badan Hukum, atau sering disebut Persekutuan Perdata Bukan Badan Hukum. Terserah advokat mau pilih yang mana, meskipun Munir lebih menyarankan bentuk persekutuan perdata daripada firma. “Kita diberikan hak memilih salah satu bentuk yang dianggap cocok,” ujarnya kepada hukumonline.

Tanggung jawab
Ketika advokat Mario C. Bernado ditangkap KPK, Juli lalu, Hotma Sitompoel, pendiri kantor hukum tempat Mario bekerja, langsung memberikan klarifikasi. Hotma mengakui Mario bekerja di kantornya, tetapi sebagai mitra di kantor hukum itu, Mario dapat bertindak sendiri dalam pengurusan kepentingan klien tanpa sepengetahuan kantor hukum. “Kantor kami sama sekali tidak mengetahui perkara apa yang menjadi pokok persoalan dalam penangkapan terhadap Mario C Bernado,” kata Hotma dalam jumpa pers kala itu.

Bagaimana sebenarnya tanggung jawab associate, junior atau senior lawyer dalam pengurusan perkara? Anggota Komisi Hukum Nasional (KHN) yang juga advokat, Frans Hendra Winarta, mengatakan ada kemungkinan lawyer di kantor advokat bisa bertindak sendiri-sendiri mengurus kasus tanpa harus melalui kendali penuh pemilik atau pendiri lawfirm. Meski sendiri, hasilnya dinikmati bersama secara proporsional. Jadi, kata Frans, ‘perkara bisa ditangani bersama, bisa masing-masing’. Dulu bahkan sering beberapa advokat menyewa kantor bersama-sama, tapi penanganan perkara dilakukan masing-masing (bukan bersifat parners). 

Bentuk kantor hukum yang dipilih sedikit banyak berhubungan dengan tanggung jawab pengurusan kasus dan pengelolaan (manajemen) kantor. Semakin tinggi posisi seseorang di lawfirm umumnya mempunyai tanggung jawab yang lebih besar. Apalagi kalau sudah masuk level managing partner.

Besaran tanggung jawab, tugas dan wewenang seorang advokat di firma hukum lebih sering dituangkan dalam perjanjian. Kantor advokat besar dengan minimal 75 orang advokat, pengaturan tugas dan tanggung jawab bisa lebih rinci dan spesifik. Sebaliknya, kantor hukum berskala kecil, tanggung jawab lebih bersifat umum karena pengurusan perkara dan kantor masih dilakukan sedikit advokat.

Penegasan tugas dan tanggung jawab pada firma mungkin sangat perlu karena ada beberapa nama yang setara. Berbeda halnya jika kantor hukum dikendalikan oleh satu orang pendiri. Sebagai pendiri Dedy Kurniadi & Co Lawyers, Dedy Kurniadi membuat sendiri rambu-rambu yang harus ditaati lawyer lain.

“Ada standar yang saya buat, karena para advokat bertindak di luar kantor atas nama saya,” ujarnya. Dan itu dituangkan dalam perjanjian awal ketika pengacara diterima di kantor hukum tersebut.

Rinaldo menambahkan tanggung jawab rekannya dilihat secara insidentil, case by case. “Sistem tanggung jawab pada penanganan kasus saja,” kata Rinaldo.

Dedy mengingatkan bentuk kantor apapun yang dipilih, sebutan apapun yang dipakai, dan sistem bagi hasil apapun yang diterapkan, yang tidak boleh dilupakan advokat adalah kualitas pelayanan. Advokat memberikan jasa hukum kepada klien yang berbasis pada kepercayaan. Asumsinya, jika pelayanan advokat buruk, tingkat kepercayaan klien akan rendah.

“Jadi, jangan dilupakan pentingnya pelayanan kepada klien,” pungkas Dedy.

Tags:

Berita Terkait