Apakah Menjebol Program Pengunci Tidak Bertentangan dengan Hukum?
Edmon Makarim(*)

Apakah Menjebol Program Pengunci Tidak Bertentangan dengan Hukum?

Sehubungan dengan pemberitaan di Harian Kompas 14 April 2005 lalu, ada beberapa hal yang cukup menarik untuk dikaji secara hukum.

Bacaan 2 Menit

 

Lantas, bagaimana halnya dengan tanggung jawab atas media pengiklanan atas jasa tersebut dan juga bagaimana tanggung jawab intelektual dari para ahli yang membenar-benarkan tindakan tersebut. Hal ini sangatlah tidak mudah untuk dijawab, karena akan selalu ada kontra argumen sebagai upaya defensif dari pihak yang melanggar hukum. Namun yang pasti, pada prakteknya konsumen akan sangat rentan untuk dimanipulasi oleh pelaku usaha, dan juga publik akan sangat rentan terpengaruh oleh retorika intelektual media.

 

Dari kesemua pertanyaan tersebut di atas, sulit rasanya mengatakan bahwa hal itu bukanlah suatu permasalahan hukum. Sepatutnya kita memandangnya secara proporsional dan komperhensif. Suatu tindakan yang sebenarnya salah pada satu sisi janganlah dibenarkan atau disamarkan menjadi abu-abu dengan dalih demi kepentingan konsumen. Menurut hemat saya ada baiknya konsumen berhati-hati dan melihat dengan jernih kepada kepentingan hukum dari semua pihak dalam sistem telekomunikasi. Jangan begitu saja meyakini bahwa tindakan penjebolan sistem adalah suatu tindakan yang dibenarkan oleh hukum.

 

Walau bagaimanapun setiap orang tetap harus menghargai kepentingan hukum orang lain. Disanalah batas hukumnya sebagai perilaku yang ajeg. Demi kepentingan bersama marilah kita letakkan semua kepentingan itu secara proporsional. Jika konsumen itu sendiri yang membongkar tanpa hak saja sudah dapat dikatakan menyalahi hukum, bagaimana mungkin orang yang menawarkan jasa pembongkaran tersebut dengan kompensasi nilai ekonomis tertentu dapat dikatakan benar secara hukum. Lucunya, yang dipersalahkan malahan sifat kerentanan program pengunci itu sendiri. Padahal, secara naturalia memang ia akan selalu rentan karena akan selalu menjadi objek untuk diserang oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

 

Penulis sangat khawatir, kepentingan konsumen telah diatasnamakan dan dieksploitasi oleh pihak yang secara tidak etis mencoba mengambil keuntungan. Ironisnya, pihak tersebut malahan dijadikan sebagai sosok yang heroik di tengah masyarakat. Akibatnya, tanpa disadari oleh masyarakat, suatu tindakan pelanggaran hukum menjadi telah dibenarkan hanya karena retorika media. Padahal sistem hukum yang berlaku ditujukan untuk melindungi kepentingan hukum masyarakat itu sendiri.

 

Menjadi lebih parah lagi, jika ternyata kata-kata yang dilansir media selain dapat menimbulkan kesalahpahaman di benak masyarakat juga berpotensi menimbulkan konflik antar operator. Sebab, dinyatakan bahwa kerugian pada satu pihak telah mengakibat keuntungan pada pihak yang lain. Akankah ironi ini berlanjut terus? Jawabannya adalah kembali kepada kesadaran hukum dan kecerdasan konsumen serta komitmen para pelaku usaha untuk secara fair menjalankan usahanya. Dan tentu saja ditambah dengan kejelian para penegak hukum dalam melihat fenomena yang terjadi pada masyarakat kita.

Tags: