Antisipasi Covid-19, Regulasi Penghambat Perdagangan Internasional Perlu Dihapus
Berita

Antisipasi Covid-19, Regulasi Penghambat Perdagangan Internasional Perlu Dihapus

Pandemi Covid-19 menyebabkan negara-negara membatasi ekspor ke negara lain termasuk Indonesia. Hal ini bisa mengancam ketersedian barang termasuk bahan pangan nasional.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Pandemi corona virus disease 2019 (Covid-19) menyebabkan kelangkaan barang-barang seperti produk makanan-minuman, pangan hingga alat-alat kesehatan. Sehingga, ketergantungan Indonesia dengan negara lain dalam perdagangan internasional menjadi lebih tinggi saat pandemi ini untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat. Sayangnya, masih terdapat berbagai regulasi perdagangan internasional yang menghambat sehingga menyulitkan pasokan produk-produk tersebut.

 

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Felippa Amanta, mengatakan pemerintah perlu mengevaluasi regulasi-regulasi yang menghambat tersebut sehingga kebutuhan masyarakat tetap terpenuhi saat pandemi ini. Dia juga menjelaskan beberapa negara menerapkan kebijakan pembatasan ekspor komditas tertentu sehingga menyebabkan berkurangnya pasokan ke Indonesia.

 

“Karena Covid-19, negara-negara ambil kebijakan temporary export measure sehingga, membatasi ekspor produk tertentu seperti masker, bahan pangan seperti Vietnam. Ada 91 negara sudah ambil kebijakan pembatasan ekspor tersebut,” jelas Felippa, Rabu (6/5).

 

Dia mengkhawatirkan kebijakan pembatasan ekspor negara lain tersebut dapat memengaruhi perekonomian Indonesia. “Temporary export measures dikhawatirkan terus terjadi dan permanen sehingga ada risiko banyak negara mulai berpikir kebijakan menutup diri,” tambahnya. (Baca: Masalah di Balik Restrukturisasi Kredit Debitur dan Lembaga Jasa Keuangan)

 

Sisi lain, dia menjelaskan masih ada 93 negara yang menerapkan pelonggaran ekspor bertujuan membantu negara-negara lain. Dia juga mengapresiasi langkah pemerintah mempermudah impor bahan pangan seperti bawang putih dan bombay yang membebaskan syarat persetujuan impor dari pemerintah. “Ini diperlukan agar negara lebih fleksibel untuk memenuhi kebutuhan domestik,” jelas Felippa.

 

Atas kondisi tersebut, dia mendorong pemerintah lebih aktif terlibat dalam berbagai kerja sama internasional khususnya dalam penanganan Covid-19. Falippa juga mendorong pemerintah menyelesaikan perjanjian-perjanjian perdagangan bebas dengan negara-negara lain yang diharapkan kegiatan ekspor-impor semakin terbuka.

 

Head of EuroCham Import-Export, Rachmat Hidayat mengatakan saat ini masih terdapat sejumlah regulasi yang menghambat kegiatan perdagangan internasional di Indonesia. Dia mencontohkan masih terdapat perizinan impor berlapis pada produk makanan-minuman sehingga menyulitkan pelaku usaha. “Misalnya, harus ada izinnya walikota, bupati, gubernur, kementerian pertanian dan kementerian perdagnagan ini betapa kompleksnya. Padahal izin itu ada expire,” jelas Rachmat.

 

Namun, dia juga mengapresiasi sejumlah kebijakan kemudahan impor dari pemerintah untuk mengantisipasi Covid-19. “Pemerintah sudah relaksasi tepung terigu yang sebelumnya harus wajib SNI wajib dan harus ada penuhan vitamin tertentu sehingga sekarang pemerintah bilang tidak wajib SNI karena negara eksportrinya lockdown,” kata Racmat.

 

Direktur Perundingan ASEAN Kementerian Perdagangan (Kemendag), Donna Gultom menyatakan pemerintah telah mengambil sejumlah kebijakan agar memudahkan ekspor-impor barang sebagai pemenuhan kebutuhan nasional. Dia juga menjelaskan Indonesia terus mendorong negara-negara lain khususnya ASEAN untuk terbuka dan transparan dalam kebijakan perdagangan internasionalnya.

 

“Intinya, kami menyadari masalah Covid-19 ini tanggung jawab masing-masing negara. Restriction ini sifatnya temporary. Kami sudah engage di internasional seperti ASEAN dan mitra lainnya mengenai kebutuhan apa saja yang difasilitasi. Perdagangan ini terganggu karena lockdown. Sebisa mungkin kami terus push, mudah-mudahan ASEAN akan berkomtimen,” jelas Donna.

 

Perlu diketahui, berbagai respons telah diambil pemerintah dalam perdagangan ini. Respons pertama dan juga langkah preventif Kemendag adalah mengeluarkan larangan sementara impor binatang hidup dari Tiongkok karena wabah ini berasal dari negara tersebut. Hal ini diatur dalam Permendag No.10 Tahun 2020 yang dikeluarkan pada 6 Februari 2020. Kemudian, secara bertahap Kemendag melakukan berbagai langkah strategis dengan berpedoman pada Perppu No.1 Tahun 2020, Keppres No.9 Tahun 2020, dan Keppres No.11 Tahun 2020.

 

Adapun kebijakan strategis yang dilakukan oleh Kementerian Perdagangan di masa pandemi Covid-19, yaitu: Pertama, realokasi dan refocussing anggaran. Hal ini dilakukan di antaranya melalui program bantuan untuk Pasar Rakyat dalam menangani dampak Covid-19. Kedua, dengan menjaga stabilisasi harga dan jaminan stok barang kebutuhan pokok. Di antaranya melalui deregulasi kebijakan terkait pangan dan menjamin kelancaran distribusi barang kebutuhan pokok. Ketiga, pengamanan penyediaan alat kesehatan, di antaranya melalui relaksasi impor alat pelindung diri (APD) dan masker.

 

Keempat, pemberian stimulus ekonomi nonfiskal. Di antaranya penerbitan Surat Keterangan Asal (SKA) barang ekspor melalui penerapan affixed signature dan stamp. Kelima, pengawasan barang beredar dan/atau jasa dalam perdagangan daring. Selama masa pandemi, Kemendag telah menutup akun pedagang daring yang menjual alat kesehatan seperti masker, hand sanitizer, dan virus shoutout dengan harga yang sangat tinggi dan berkualitas rendah.

 

Keenam, fasilitasi ekspor di masa pandemi. Salah satunya dengan memfasilitasi kegiatan business matching secara virtual. Selain itu, pada masa pandemi ini, kementerian perdagangan telahberhasil merealisasikan peningkatan ekspor kopi ke Mesir dan rumput laut ke Korea Selatan.Ketujuh, pemanfaatan forum kerja sama perdagangan internasional, seperti forum G20.

 

Tags:

Berita Terkait