Antara Perbaikan Draf dan Lemahnya Legitimasi UU Cipta Kerja
Utama

Antara Perbaikan Draf dan Lemahnya Legitimasi UU Cipta Kerja

Perbaikan draf UU Cipta Kerja setelah proses persetujuan DPR menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap proses pembentukan UU Cipta Kerja.

Rofiq Hidayat
Bacaan 5 Menit

“Tentu ini sudah pantas untuk disebut sebagai cacat prosedural. Draf final yang bahkan masih belum ada sampai pada hari pengesahannya tak bisa dibenarkan karena keputusan pengesahannya itu atas dasar sesuatu yang sudah selesai dibahas sampai urusan tanda baca,” kata Lucius.

Preseden buruk

Sholikin melanjutkan proses pembentukan UU Cipta Kerja menjadi preseden buruk ke depan dalam tata kelola legislasi dan membangun sistem representasi yang baik antara DPR dengan publik. Dia melihat praktik pembentukan UU yang buruk dapat saja dilakukan terus menerus oleh DPR bersama Presiden jika melihat konfigurasi politik saat ini. Apalagi masih berkembang tuntutan untuk merevisi berbagai UU pada sejumlah sektor. Seperti pendidikan, partai politik, dan pemilu dengan menggunakan pendekatan omnibus law.

Selain itu, Sholikin menilai proses pembentukan UU Cipta Kerja di DPR semakin menunjukkan ada persoalan besar pada Presiden dan DPR ketika menggunakan pendekatan omnibus law. Sebab, pembahasan RUU Cipta Kerja yang menggunakan metode omnibus law ini cenderung dimonopoli oleh DPR dan Presiden melalui menteri-menterinya.

Sementara hak masyarakat untuk berpartisipasi dan mendapatkan informasi yang utuh tidak dipenuhi. Bahkan muncul ketidaklaziman dalam pembahasan RUU Kerja belum lama ini, seperti rapat kerja saat reses dan rapat di luar hari kerja. Terakhir, pengesahan yang sangat buru-buru di luar jadwal yang beredar di publik. Sebab, semula rapat paripurna persetujuan RUU Cipta dijadwalkan pada 8 Oktober 2020, tetapi tiba-tiba dimajukan pada Senin 5 Oktober 2020.  

“Kalaupun ingin metode omnibus law diterapkan dan masuk sistem perundang-undangan di Indonesia harusnya perlu diatur terlebih dahulu dalam revisi UU 12/2011 dengan menjamin adanya partisipasi publik, proses yang transparan, dan akuntabel,” katanya.

Tags:

Berita Terkait