Anggota DPR Harus Klarifikasi
Kasus Hambalang

Anggota DPR Harus Klarifikasi

KPK diharapkan tak perlu repot memanggil anggota DPR jika sudah menyampaikan klarifikasi.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Anggota DPR Harus Klarifikasi
Hukumonline

DPR sebaiknya mendengar klarifikasi sejumlah anggota dewan yang disebut dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif tahap II Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam proyek pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang. Secara kelembagaan DPR meminta klarifikasi sebelum ditindaklanjuti Komisi Pemberantasan Korupsi.

“Saya kira perlu diklarifikasi dan verifikasi  terkait penyebutan nama 15 orang itu,” ujar anggota Komisi III yang membindangi hukum, Martin Hutabarat di Gedung DPR, Senin (26/8).

Bukan sekali ini nama anggota dewan tersebut dalam sejumlah kasus korupsi. Tapi, beberapa diberi kesempatan untuk memberikan klarifikasi.

Semisal, Zulkarnain Djabar yang awalnya diduga merugikan keuangan negara dalam kasus proyek pengadaan proyek kitab suci. Dia diberi kesempatan untuk memberikan klarifikasi, kendati akhirnya terbukti merugikan negara di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Nah, dalam kasus Hambalang, Martin berpendapat kesempatan sama harus diberikan pada sejumlah anggota dewan yang disebut BPK dalam audit investigatif kedua. Dia melanjutkan setelah klarifikasi disampaikan oleh mereka, KPK tak lagi perlu memanggil mereka. “KPK tidak perlu memanggil yang bersangkutan, karena mereka bisa verifikasi sendiri,” ujarnya.

Politisi Partai Gerindra itu menilai penyebutan sejumlah anggota dewan menambah ‘corengan hitam’ wajah DPR. Ia mendesak agar dilakukan klarifikasi, karena belum tentu mereka terlibat dalam persetujuan penambahan anggaran proyek Hambalang. 

Anggota Komisi III dari F-PG, Nudirman Munir mengatakan dalam negara hukum tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah. Penyebutan nama dalam laporan BPK belum tentu menunjukan mereka terlibat. Namun klarifikasi memang perludilakukan oleh yang bersangkutan.

Nudirman melanjutkan, Badan Kehormatan DPR memang dapat bertindak berdasarkan pengaduan masyarakat, maupun pemberitaan di media. Tapi, lanjutnya BK harus meminta klarifikasi dari sejumlah nama itu agar tidak membuat gaduh di DPR. “Kalau ada pengaduan dan luar biasa di muat di media, maka BK seharusnya bertindak,” ujarnya.

Sementara itu, Ketua BK Trimedya Pandjaitan mengaku belum membaca detail laporan BPK. Makanya, BK akan meminta laporan BK itu ke pimpinan DPR untuk mengetahui sejauh mana penyebutan nama sejumlah anggota dewan dalam proyek Hambalang.

Selain itu, jelas Trimedya, BK akan menggelar rapat internal pada Rabu (28/8), salah satunya membahas hal tersebut. “Kalau ada usulan dari anggota BK bisa saja kita panggil, normatifnya kan seperti itu. BK cenderung pasif,” ujarnya.

Trimedya yang juga tercatat sebagai anggota Komisi III itu mengatakan sekalipun kencangnya pemberitaan di media massa, tetap harus ada laporan pengaduan masyarakat. Setelah itu, BK melakukan rapat internal. Setelah itu, BK dapat melakukan pemanggilan terhadap sejumlah nama anggota dewan.

“Menyangkut penyebutan, itu kan sudah by name untuk mengklarifikasi ke orang-orang yang bersangkutan. Dalam beberapa peristiwa, BK bertindak atas ramainya pendapat di media massa, seperti kami lakukan absen, jadi ada preseden,” ujar politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR Pramono Anung menduga adanya keterlibatan secara prosedural yang dilakukan anggota DPR. “Dan dia harus memberikan tandatangan,” pungkasnya.

Sebagaimana diketahui, BPK pada Jumat (23/8) memberikan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif tahap II Badan Pemeriksa Keuangan dalam proyek P3SON Hambalang, Jawa Barat. Dalam laporan itu disebutkan sejumlah anggota dewan yang diduga meloloskan anggaran pembangunan proyek Hambalang mencapai triliunan rupiah. Ke-15 anggota dewan yang diduga disebut dalam laporan BPK berinisial MNS, RCA, HA, AA,APPS, WK, KM, JA, UA, AZ, EHP, MY, MHD, HLS, dan IM.

Tags: