Anggota DPR Fraksi PAN dan Kepala BPJN Tersangka Suap Proyek PUPR
Berita

Anggota DPR Fraksi PAN dan Kepala BPJN Tersangka Suap Proyek PUPR

Keduanya diduga terima suap dari Direktur PT Windhu Tunggal Utama.

NOV
Bacaan 2 Menit
Anggota Komisi V DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Andi Taufan Tiro berjalan seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (12/2). KPK meminta keterangan Andi Taufan Tiro sebagai saksi terkait kasus suap proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dengan tersangka Anggota Komisi V DPR Damayanti Wisnu Putranti.
Anggota Komisi V DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Andi Taufan Tiro berjalan seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (12/2). KPK meminta keterangan Andi Taufan Tiro sebagai saksi terkait kasus suap proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dengan tersangka Anggota Komisi V DPR Damayanti Wisnu Putranti.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan anggota Komisi V DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Andi Taufan Tiro dan Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku Amran Hi Mustary sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan di Maluku pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Penetapan tersangka ini merupakan pengembangan kasus dugaan suap yang melibatkan anggota Komisi V DPR Damayanti Wisnu Putranti dan Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir (AKH). "Keduanya (Taufan dan Amran) diduga menerima hadiah atau janji dari AKH," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati Iskak, Rabu (27/4).

Atas perbuatannya, Taufan diduga melanggar Pasal 12 huruf a, b, atau Pasal 11 UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU No.20 Tahun 2001 (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sedangkan Amran diduga melanggar Pasal 12 huruf a, b, atau Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Dalam kasus ini, baru Abdul Khoir yang perkaranya disidangkan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Sementara, Damayanti serta dua tersangka lain, Julia Prasetyarini dan Dessy Ariyati Edwin masih di tahap penyidikan. Dalam dakwaan, Abdul Khoir bersama dua pengusaha disebut memberikan suap kepada sejumlah anggota Komisi V dan pejabat Kementerian PUPR.

Abdul Khoir bersama Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng alias Aseng dan Direktur PT Sharleen Jaya (Jeco Group) Hong Arta John Alfred diduga memberikan uang sekitar Rp38,51 miliar yang terdiri dari Rp21,28 miliar, Sing$1,674 juta dan AS$72.727 kepada Taufan, Musa Zainuddin, Damayanti, Budi Supriyanto, dan Amran.

Pemberian uang bertujuan agar proyek pembangunan atau rekonstruksi jalan di Maluku dan Maluku Utara itu dapat terealisasi. Bermula pada 28 Oktober 2015. Pimpinan Komisi V DPR dan Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR menyetujui aspirasi anggota Komisi V untuk sejumlah proyek jalan di Maluku dan Maluku Utara.

Antara lain, proyek Pelebaran jalan Tehoru-Laimmu senilai Rp41 miliar sebagai program aspirasi Damayanti, proyek rekonstruksi Jalan Werinamu-Laimu senilai Rp5 miliar sebagai program aspirasi Budi Supriyanto, serta proyek pembangunan jalan kontainer ruas Jailolo-Mutui Maluku senilai Rp30 miliar, jalan Boso-Kau senilai Rp40 miliar, pembangunan jalan Wayabula-Sofi senilai Rp30 miliar, peningkatan jalan Wayabula-Sofi Rp70 miliar dan jalan Mafa-Matuting senilai Rp10 miliar yang seluruhnya program aspirasi Taufan selaku Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) PAN.

Ada pula poyek jalan Laimu-Werinama senilai Rp50 miliar, jalan Haya-Tehoru senilai Rp50 miliar, jalan Aruidas-Arma senilai Rp50 miliar, jalan Tehoru-Laimu senilai RP50 miliar, jalan Piru-Waisala senilai Rp50,44 miliar, jalan Taniwel-Saleman senilai Rp54,32 miliar yang semuanya program aspirasi Kapokosi PKB Musa Zainuddin dari dapil Lampung.

Dari rencana proyek-proyek tersebut, kemudian Abdul Khoir, Aseng, dan Hong Arta memberikan suap kepada Amran sebesar Rp13,78 miliar dan Sing$202.816, Taufan sebesar Rp7,4 miliar, Musa Rp3,8 miliar dan Sing$328.377, Damayanti sebesar Rp3,28 miliar dan AS$72.727 serta Budi menerima Sing$305 ribu.

Namun, Taufan dan Amran yang sudah diperiksa di persidangan, membantah telah menerima fee dari Abdul Khoir, Aseng, dan Hong Arta. Saat diperiksa sebagai sakai dalam sidang Abdul Khoir, Taufan menyatakan  tidak pernah menerima daftar dana aspirasi berikut alokasi dana dan kode-kodenya, serta tidak tahu jika ada fee 6-7 persen dalam pelaksanaan dana aspirasi.
Tags:

Berita Terkait