Anggota DPD Minta Regulasi Pengajuan Kredit Dipermudah
Berita

Anggota DPD Minta Regulasi Pengajuan Kredit Dipermudah

Pengajuan kredit oleh masyarakat kecil selalu berbenturan dengan status kepemilikan aset.

FAT
Bacaan 2 Menit
Ketua DK OJK, Muliaman D. Hadad. Foto: RES
Ketua DK OJK, Muliaman D. Hadad. Foto: RES
Satu persatu anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mencurahkan keluhan yang terjadi di masing-masing daerah mereka di depan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait dengan industri perbankan. Hal ini terjadi pada saat DPD rapat kerja dengan BI dan OJK yang berkaitan dengan pengajuan RUU Perbankan.

Salah satu yang dikeluhkan datang dari Anggota DPD Aji Muhammad Mirza Wardana. Menurutnya, salah satu persoalan yang muncul adalah kesulitan memperoleh kucuran kredit bagi masyarakat kecil. Hal ini dikarenakan pengajuan kredit itu berbenturan dengan status kepemilikan aset dari masyarakat tersebut.

Misalnya, banyak masyarakat di daerah yang belum memiliki sertifikat tanah atau rumah untuk dijadikan agunan ke bank, sehingga pengajuan kredit tak bisa cair. “Kira-kira bisa tidak dibuat regulasi bahwa syarat untuk pengajuan kredit dipermudah?” tanya Mirza yang merupakan Senator asal Provinsi Kalimantan Timur ini di Gedung DPD di Jakarta, Rabu (11/2).

Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad mengatakan, salah satu solusi dalam mengatasi kesulitan pengucuran kredit adalah pembentukan lembaga penjaminan kredit (Jamkrida) bagi usaha mikro, kecil dan menengah. Menurutnya, hingga saat ini baru ada tujuh provinsi yang memiliki Jamkrida.

Pembentukan Jamkrida di tiap daerah tersebut perlu ada peran dari pemerintah daerah setempat. Ia percaya, pembentukan Jamkrida dapat membuka akses bagi masyarakat kecil yang selama ini kesulitan memperoleh kredit usaha. “Pemda bisa mendorong berdirinya Jamkrida,” katanya.

Muliaman mengatakan, ke depan terdapat sejumlah pemerintah daerah yang berencana untuk membangun Jamkrida. Bila satu pemerintah daerah kesulitan untuk membangun Jamkrida karena terbentur masalah modal, bisa dilakukan dengan cara bekerjasama dengan pemerintah daerah yang lain untuk membangun Jamkrida.

“Meski kapasitas ekonomi di daerah tidak memungkinkan, bisa beberapa provinsi bangun Jamkrida yang sama, sehingga mendorong skala ekonomi,” tutur Muliaman.

Bagi bank, lanjut Muliaman, pentingnya agunan adalah untuk meminimalisir risiko dari pengucuran kredit. Menurutnya, jika risiko tersebut dijamin melalui Jamkrida, maka bank bisa dengan leluasa mengucurkan kredit tanpa harus berpatok pada agunan. Hal ini yang menjadikan Jamkrida penting untuk mengatasi persoalan yang dikeluhkan oleh sejumlah masyarakat dalam memperoleh pengajuan kredit.

Terkait sertifikasi, Muliaman mengusulkan, agar masyarakat tak hanya berpatok pada nilai aset yang besar-besar saja, seperti rumah atau tanah. Tapi ke depan, sertifikasi bisa diterapkan untuk aset masyarakat seperti sertifikasi kepemilikan hewan ternak atau sertifikasi alat-alat elektronik seperti televisi maupun radio.

Menurutnya, sertifikasi seperti ini juga masih memerlukan peran dari pemerintah daerah setempat. Dengan adanya sertifikat tersebut, akses masyarakat untuk memperoleh kucuran kredit usaha bisa dilakukan dengan mudah tanpa harus memiliki aset yang besar seperti rumah atau tanah.

Sertifikat hewan ternak atau alat-alat elektronik itu nantinya bisa menjadi jaminan bagi masyarakat dalam mengajukan kredit usaha. “Makanya dukungan pemerintah daerah penting untuk pembuatan sertifikasi ini,” kata Muliaman.

Bukan hanya itu, lanjut Muliaman, ke depan OJK akan melakukan nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN). MoU tersebut intinya ingin mendorong masyarakat untuk segera melakukan sertifikasi tanah mereka. Tujuannya MoU, agar akses masyarakat untuk memperoleh kredit nantinya dapat lebih mudah. “Karena ini juga komitmen pemerintah,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait