Anggota Dewan: Presiden Telah Dengar Aspirasi Masyarakat
Berita

Anggota Dewan: Presiden Telah Dengar Aspirasi Masyarakat

Akan Menjadi persoalan jika BG dilantik menjadi Kapolri dan KPK melakukan upaya hukum seperti halnya kasasi atau PK, kemudian dikabulkan MA.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla. Foto: Setkab RI
Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla. Foto: Setkab RI
Pertimbangan Presiden batal melantik Komjen Budi Gunawan menjadi Kapolri dinilai telah sesuai dengan aspirasi masyarakat banyak. Keputusan presiden itu juga merujuk dari berbagai aturan turunan UU No.2 Tahun 2002 tentang Polri, agar keputusan tersebut tak menjadi persoalan baru. Demikian disampaikan anggota Komisi III DPR, Arsul Sani, dalam sebuah diskusi di Gedung DPR, Jumat (20/2).

Aturan turunan yang dimaksud Arsul adalah Peraturan Pemerintah No.3 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Teknis Institusional Peradilan Umum Bagi Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Arsul berpandangan, presiden dapat saja melakukan pelantikan sejak putusan praperadilan dibacakan hakim tunggal Sarpin Rizaldi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (16/2). Putusan itu pula berdampak pada lepasnya status tersangka Budi Gunawan. Maka tak ada alasan presiden tak melantik Budi Gunawan. Namun, sepertinya presiden enggan melantik lantaran jika tetap melantik bakal menjadi persoalan baru.

Menurutnya, jika KPK melakukan upaya hukum seperti halnya kasasi atau Peninjauan Kembali (PK) kemudian dikabulkan Mahkamah Agung (MA), akan menuai persoalan baru. Arsul menyadari dalam putusan Sarpin memang terdapat beberapa persoalan. Seperti adanya penyelundupan hukum seperti penetapan tersangka yang berada di luar objek praperadilan. Faktanya,  permohonan praperadilan dikabulkan Sarpin. Bukan tidak mungkin putusan Sarpin dapat dibatalkan MA karena dinilai terdapat beberapa kejanggalan.

Berangkat dari itulah kata Arsul,  ketika BG dilantik menjadi Kapolri, sementara MA membatalkan putusan praperadilan, presiden dapat memberhentikan Kapolri. Hal itu sebagaimana tertuang dalam PP No.3 Tahun 2003 Pasal 10 ayat (1) yang menyebutkan, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dijadikan tersangka/terdakwa dapat diberhentikan sementara dari jabatan dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia, sejak dilakukan proses penyidikan sampai adanya putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap”.  

Ayat (2) menyebutkan, “Pemberhentian sementara dari jabatan dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk kepentingan penyidikan dapat dilakukan secara langsung”.

“Kalau KPK mengajukan upaya hukum, karena ada penyelundupan hukum dan bisa saja dibatalkan MA. Kalau kemudian dilantik, kemudian putusan praperadilan dibatalkan MA, maka status tersangkanya melekat lagi dan Kapolri dapat dinonaktifkan. Ketentuan itu ada di PP No.3 Tahun 2003, jadi dapat diberhentikan sementara. Dan presiden melihat itu,” ujarnya.

Selain dari pertimbangan itu, presiden mendengar dan memenuhi keingin publik. Menurutnya keputusan Presiden Joko Widodo bukan persoalan salah benar, tetapi mengambil jalan tengah dengan mengajukan Komjen Badrodin Haiti ke DPR sebagai pengganti Budi Gunawan. Arsul berpendapat, pengajuan Komjen Badrodin Haiti tak tiba-tiba muncul. Pasalnya Kompolnas sudah memberikan pertimbangan kepada presiden terkait dengan jejak rekamnya.

“Saya yakin Komisi III akan cermat melakukan fit and propertest nantinya,” ujarnya.

Wakil Ketua Fraksi Nasdem, Johnny G Plate, memberikan apresiasi terhadap keputusan presiden yang dinilai tepat. Ia berpandangan presiden menempuh keputusan tersebut setelah melihat dari berbagai aspek. Pertama aspek tata negara. Menurutnya Presiden sejatinya dapat melantik Budi Gunawan setelah melalui proses seleksi di DPR. Namun terdapat aspek kedua yakni non tata negara.

Menurutnya, Budi Gunawan ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK sehari sebelum proses uji dan kelayakan di DPR. Belakangan, upaya praperadilan dikabulkan. Setidaknya, status tersangka yang melekat pada Budi Gunawan lepas. “Memang bisa melantik Budi Gunawan,” ujarnya.

Kendati demikian, presiden melihat aspek ketiga, yakni asas manfaat baik tidaknya melantik Budi Gunawan. Menurutnya presiden membutuhkan waktu cukup dalam mengambil keputusan hingga praperadilan rampung. Presiden menimbang jika tetap melantik bakal berdampak lain.

“Makanya presiden menunjuk Komjen Badrodin Haiti, presiden tidak perlu waktu lama dan langsung menyampaikan surat ke DPR,” ujar anggota Komisi V itu.

Anggota Komisi V dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP), Sukur Nababan, menghormati keputusan Presiden Jokowi yang membatalkan pelantikan Budi Gunawan. Menurutnya proses politik, hukum dan berujung presiden menggunakan hak prerogratifnya mesti dihargai seluruh pihak. “Bahwa presiden membatalkan itu urusan presiden serta mengumumkan nama lain harus dihormati,” ujarnya.

Namun begitu, presiden harus menjelaskan sebagaimana dalam surat yang sudah diterima pimpinan DPR. Dalam sidang paripurna masa sidang ketiga nanti, surat presiden akan dibacakan. Nah, setelah itu masing-masing fraksi dapat memberikan sikapnya.

“Nah waktu reses ini semua fraksi punya waktu untuk konsolidasi. Kemudian ini ada apa, tentu presiden punya pertimbangan. Surat presiden dalam paripurna akan dibacakan dan DPR bisa menanggapi,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait