Anggota BAKN Pertanyakan Komitmen DPR
Utama

Anggota BAKN Pertanyakan Komitmen DPR

Dibentuk sebagai alat kelengkapan DPR namun tak dianggap legislatif.

CR-9
Bacaan 2 Menit
DPR belum optimalkan BAKN
DPR belum optimalkan BAKN

Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) mempertanyakan komitmen DPR untuk mengawasi keuangan negara. Karena DPR dinilai tak pernah mengindahkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai penggunaan keuangan negara yang menyimpang.

 

Alat kelengkapan DPR ini beberapa kali menyampaikan laporan rekomendasi temuan BPK yang diteruskan kepada komisi untuk ditindaklanjuti. Tapi, respon tak pernah kunjung datang sehingga kinerja BAKN tidak efektif.

 

Demikian pernyataan salah satu anggota BAKN, Eva Kusuma Sundari di Jakarta, Senin (23/8).

 

Eva menjelaskan, BAKN merupakan lembaga baru di DPR yang bertujuan memperbaiki akuntabilitas penggunaan dana negara yang digunakan pemerintah. “Jadi DPR dalam hal ini menggunakan fungsinya sebagai lembaga pengawasan dan anggaran,” jelasnya.

 

BAKN dibentuk berdasarkan UU No 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Badan itu berwenang menerima laporan dari BPK mengenai pemakaian keuangan negara. Laporan tersebut dianalisis dan beberapa diteruskan ke komisi di DPR yang terkait untuk tindak lanjut secara teknis.

 

 

Pasal 81

(1) Alat kelengkapan DPR terdiri atas:

a. pimpinan;

……………

f. Badan Akuntabilitas Keuangan Negara;

 

Pasal 110

Badan Akuntabilitas Keuangan Negara, yang selanjutnya disingkat BAKN, dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap.

 

Pasal 113

(1) BAKN bertugas:

melakukan penelaahan terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK yang disampaikan kepada DPR; menyampaikan hasil penelaahan sebagaimana dimaksud dalam huruf a kepada komisi; menindaklanjuti hasil pembahasan komisi terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK atas permintaan komisi; danmemberikan masukan kepada BPK dalam hal rencana kerja pemeriksaan tahunan, hambatan pemeriksaan, serta penyajian dan kualitas laporan.

 

(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, BAKN dapat meminta penjelasan dari BPK, Pemerintah, pemerintah daerah, lembaga negara lainnya, Bank Indonesia, badan usaha milik negara, badan layanan umum, badan usaha milik daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.

 

(3) BAKN dapat mengusulkan kepada komisi agar BPK melakukan pemeriksaan lanjutan.

(4) Hasil kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf d disampaikan kepada pimpinan DPR dalam rapat paripurna secara berkala

 

Eva memberi contoh laporan mengenai ketidakwajaran penggunaan dana negara di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Laporan BPK pada 2008 menyebutkan hanya 10 BUMN yang mencatatkan profit (untung). Dua diantaranya yang bisa memberikan kontribusi kepada APBN. “Ini kan tidak sesuai,” jelasnya.

 

BAKN kemudian melakukan analisis dan meneruskan hasilnya kepada Komisi VI yang membawahi masalah BUMN. Namun, Eva menegaskan, tidak ada tindak lanjut dari komisi terkait hingga saat ini.

 

“Idealnya, kita berharap Komisi VI membentuk kelompok kerja yang akan memanggil pihak terkait untuk dimintai keterangan berdasarkan temuan BPK tersebut,” ujarnya.

 

Hasil pokja itu, harap Eva, seharusnya dapat menghasilkan kesimpulan politik yang sesuai. Semisal menggunakan kekuasaan anggaran untuk mengurangi alokasi dana ke BUMN. Lalu, skala gaji pejabat BUMN harus dibenarkan. “Rugi terus kok minta gaji tinggi. Tiap sen duit negara harus dapat digunakan dan dipertanggungjawabkan secara efektif, efisien, dan ekonomis,” tandasnya.

 

Dilanjutkan Eva, komisi sebenarnya dapat melimpahkan beban kerjanya kepada BAKN. “Komisi bisa kok meminta BAKN yang melakukan tindak lanjut rekomendasi. Tapi bahkan untuk mengembalikan tugas itu ke BAKN saja tidak dilakukan,” sesalnya.

 

Ketua Komisi VI DPR, Airlangga Hartanto menolak anggapan komisi tidak responsif. Menurutnya, Komisi VI justru belum menerima laporan rekomendasi dari BAKN tersebut. “Kita belum terima,” ujarnya ketika dihubungi, Senin (23/8) sore.

 

Airlangga menegaskan bahwa komisinya tidak mungkin mengabaikan laporan rekomendasi dari BAKN. “Kalau sudah diterima, pasti kita tindak lanjuti. Laporan dari masyarakat saja kita pelajari, apalagi ini dari BAKN,” tegasnya

 

Meski demikian, anggota Fraksi Golkar ini mengingatkan bahwa penggunaan dana negara di BUMN memiliki mekanisme pertanggungjawaban tersendiri. Ia menyatakan tidak bisa serta-merta penilaian kinerja BUMN berdasarkan kewajiban profit yang didapat.

 

“Menilai BUMN itu harus dilihat profitabilitasnya (mekanisme untung-rugi),” tegasnya. Meski demikian, Airlangga tidak menjelaskan lebih lanjut mekanisme pertanggungjawaban berdasarkan profitabilitas itu.

Tags: