Ancam Hengkang dari Tripartit, Apindo Dipanggil DPR
Berita

Ancam Hengkang dari Tripartit, Apindo Dipanggil DPR

Apindo merasa kepentingan pengusaha sudah tak diakomodir pemerintah.

ADY
Bacaan 2 Menit
Logo Apindo. Foto: ilustrasi (Sgp)
Logo Apindo. Foto: ilustrasi (Sgp)

Komisi IX DPR memanggil jajaran pengurus DPN Apindo dan Direktorat PHI dan Jamsos Kemenakertrans untuk membahas persoalan yang terjadi di LKS Tripartit. Pasalnya, Apindo berencana keluar dari keanggotaan di LKS Tripartit. Apindo merasa tak pernah didengar pendapatnya dalam LKS Tripartit Nasional.

Sebagaimana diketahui, LKS Tripartit adalah lembaga perwakilan dari unsur pemerintah, pengusaha dan pekerja yang fungsinya merancang peraturan terkait ketenagakerjaan yang akan diterbitkan pemerintah.

Ketua Komisi IX Ribka Tjiptaning berharap agar persoalan yang ada diselesaikan secara demokratis, baik antara Apindo dengan pemerintah besertaserikat pekerja. Dia menilai keberadaan Apindo di LKS Tripartit cukup penting untuk mewakili kepentingan pengusaha. Dia juga berharap Apindo dapat bijak menyikapi persoalan yang ada secara dialogis.

Menurut Tjiptaning, pengusaha tiap tahun mengeluh atas upah minimum karena dianggap terlalu tinggi dan berdalih industri kecil akan terkena dampaknya. Namun dalam praktik yang ada, kata Ribka, hal yang terjadi tidak demikian. Dia melihat mayoritas pekerja paham dengan kondisi yang ada di perusahaan. Baginya, yang dibutuhkan adalah dialog setara antar kedua pihak untuk memecah persoalan yang ada.

"Musyawarah untuk mufakat," kata dia dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) di Komisi IX DPR di Jakarta, Rabu (9/1).

Anggota Komisi IX dari Fraksi PAN, Hang Ali Syaputra Syah Pahan, mengimbau agar Apindo jangan menafsirkan sendiri peraturan yang diterbitkan pemerintah. Jika keberatan dengan regulasi yang diterbitkan, misalnya Permenakertrans No.19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain atau dikenal Outsourcing, Ali menyebut Apindo dapat menggunakan haknya untuk mengajukan judicial review ke MA untuk menemukan tafsir yang sesungguhnya.

Namun, ia mengingatkan upaya hukum itu merupakan jalan akhir. Dia menekankan agar semua pihak melakukan musyawarah. "Butuh kerjasama banyak pihak untuk mewujudkan hubungan industrial yang baik," ujarnya.

Menjelaskan persoalan yang terjadi, Ketua DPN Apindo, Anton J Supit, menyebut Kemenakertrans kurang mengakomodir kepentingan pengusaha yang diwakili Apindo. Pasalnya, masukan Apindo yang kerap diutarakan dalam LKS Tripartit seolah tak didengar. Sehingga peraturan yang diterbitkan dinilai memberatkan pengusaha.

“Misalnya soal upah minimum dan pembatasan jenis pekerjaan yang dapat di-outsourcing,” katanya.

Anton berpendapat, Kemenakertrans selaku perwakilan dari pemerintah di bidang ketenagaakerjaan seharusnya menjadi penengah antara pihak pengusaha dan pekerja. Sayangnya, pemerintah dianggap tak mampu menjalankan perannya itu, sehingga peraturan yang diterbitkan belakangan ini dirasa merugikan pengusaha. Menurutnya, dalam menerbitkan sebuah kebijakan, Kemenakertrans cenderung tunduk atas tekanan yang ada daripada mengikuti hasil pembahasan di LKS Tripartit Nasional.

Dalam menerbitkan kebijakan, sambung Anton, Kemenakertrans seharusnya lebih mengutamakan kepentingan yang luas yaitu kepentingan nasional ketimbang tekanan dari satu pihak. Terkait upah, misalnya. Menurut Anton, pemerintah dinilai membuat kebijakan sepihak dan mengakibatkan upah minimum meningkat signifikan.

Bagi Anton, hal itu dapat menggoyang dunia usaha dan berpengaruh atas terciptanya lapangan pekerjaan. Padahal, ia mencatat ada lebih dari 40 juta rakyat Indonesia yang mendambakan pekerjaan. "Pemerintah harusnya melihat kepentingan nasional," ucapnya.

Ketua Bidang Hubungan Industrial dan Advokasi DPN Apindo, Hassanudin Rachman, menambahkan setidaknya ada dua hal yang memicu Apindo berencana keluar dari LKS Tripartit. Pertama, ketika menetapkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) 2013. Untuk menentukan besaran KHL, Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) yang terdiri dari unsur pemerintah, pengusaha dan pekerja melakukan kegiatan penelitian ke lapangan. Hasilnya, ada 50 komponen yang disepkati untuk digunakan dalam KHL 2013.

Namun, Hassanudin melihat ada sebagian serikat pekerja yang keberatan dengan jumlah komponen itu. Kemudian Menakertrans menambahkan sepuluh komponen baru. "Pengusaha hanya sanggup 50 komponen," ujarnya.

Kedua, dalam menerbitkan Permenakertrans tentang Outsourcing. Secara umum Hassanudin menjelaskan, Apindo tidak dilibatkan secara intensif untuk membahas peraturan yang mengatur hal yang banyak disorot masyarakat itu. Pasalnya, Apindo diundang rapat oleh Kemenakertrans secara mendadak untuk membahas peraturan itu. Ketika hadir dalam rapat, ternyata tak banyak hal yang dibahas dan peraturan itu pun disahkan. Meski kecewa dengan sikap Kemenakertrans, Hassanudin menyebut Apindo sampai saat ini belum secara resmi menyampaikan surat pengunduran diri dari LKS Tripartit.

Sedangkan anggota DPN Apindo Bidang Advokasi dan Kebijakan Publik, Endang Susilowati, mengatakan saat membahas rancangan Permenakertrans Outsourcing, mayoritas pihak di LKS Tripartit Nasional sepakat implementasinya yang harus dibenahi. Sayangnya, Kemenakertrans tak melakukan hal itu.

Wanita yang mewakili Apindo di LKS Tripartit nasional itu menyebut pemerintah tak membawa rancangan Permenakertrans tersebut ke badan pekerja, tapi langsung disahkan. Mengacu hal itu, Endang berpendapat kesepakatan yang sudah disepakati bersama di LKS Tripartit dapat berubah karena tekanan.

Atas dasar itu, ia mengimbau agar pemerintah bertindak lebih tegas dalam menyusun kebijakan. Jika hal itu dapat dilakukan maka setiap kesepakatan yang dihasilkan di LKS Tripartit tidak berubah karena tekanan dari satu pihak.

"Kami ingin pemerintah mendengarkan (aspirasi Apindo,-red)," kata Endang.

Menanggapi hal itu, Sesditjen PHI dan Jamsos Kemenakertrans, Iskandar Maula, mengatakan pemerintah sudah merangkul semua pihak dalam menerbitkan peraturan ketenagakerjaan. Misalnya, sepanjang tahun 2012, Kemenakertrans sudah menghasilkan tiga peraturan. Seperti Permenakertrans No.13 Tahun 2012 soal KHL, Permenakertrans No.19 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Outsourcing dan Permenakertrans No.20 Tahun 2012 tentang Jamsostek.

"Itu semua melibatkan stake holder," tuturnya.

Menurut Iskandar, Kemenakertrans baru mengetahui keluhan Apindo ketika perwakilan Apindo tak hadir dalam empat kali rapat untuk membahas beberapa peraturan. Oleh karenanya, Dirjen PHI dan Jamsos Kemenakertrans, Ruslan Irianto Simbolon melayangkan surat kepada Ketua Umum Apindo, Sofyan Wanandi untuk menanyakan permasalahan yang terjadi. Namun, pada intinya Iskandar menyebut tak ada persoalan besar.

Terkait keberatan Apindo atas beberapa peraturan yang diterbitkan Kemenakertrans, Iskandar mengakui ada perbedaan pendapat dalam membahas beberapa peraturan itu di LKS Tripartit Nasional. Bahkan sempat terjadi aksi walkout. Namun, ia menjelaskan perbedaan pendapat itu hal biasa dan kerap terjadi. Walau diwarnai keberatan, Iskandar menyebut peraturan yang ada berhasil disahkan.

Terkait upah minimum, Iskandar menegaskan pemerintah tak pernah menghalangi pengusaha untuk mendapat izin penangguhan pelaksanaan upah minimum. Menurutnya, selama pengusaha yang bersangkutan memenuhi syarat untuk menangguhkan membayar upah standar upah minimum, maka izin itu segera diterbitkan.

Iskandar juga menjelaskan bahwa ada pengusaha yang keberatan terhadap peraturan penangguhan itu dan dinilai memberatkan pengusaha. Oleh karenanya, Kemenakertrans sudah membentuk tim untuk mengkaji peraturan tersebut untuk direvisi. "Tidak ada alasan bagi pemerintah menolak memberikan izin untuk pengusaha menangguhkan UMP (jika memenuhi syarat,-red)," ucapnya.

Sebagai upaya menyelesaikan persoalan yang ada, DPR menerbitkan rekomendasi usai melakukan RDPU  yaitu mendorong LKS Tripartit Nasional untuk lebih aktif dalam melakukan dialog dan komunikasi bersama guna mendapatkan keputusan terkait masalah ketenagakerjaan, antara lain kenaikan upah dan outsourcing yang memenuhi rasa keadilan bagi semua pihak. Sekaligus melakukan evaluasi terkait keberadaan perwakilan dari setiap unsur.

Tags: