Anas: Dakwaan Jaksa ‘Utak-Atik Gathuk’
Utama

Anas: Dakwaan Jaksa ‘Utak-Atik Gathuk’

KPK minta Anas hormati proses hukum.

NOV
Bacaan 2 Menit
Politisi senior Partai Golkar Akbar Tandjung menyambangi Gedung Pengadilan Tipikor Jakarta untuk menyaksikan sidang atas terdakwa korupsi hambalang Anas Urbaningrum, Jumat (6/6). Foto: RES.
Politisi senior Partai Golkar Akbar Tandjung menyambangi Gedung Pengadilan Tipikor Jakarta untuk menyaksikan sidang atas terdakwa korupsi hambalang Anas Urbaningrum, Jumat (6/6). Foto: RES.
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum menganggap dakwaan penuntut umum KPK disusun dengan menggunakan metode “utak-atik gathuk”. Istilah Jawa tersebut digunakan Anas untuk menggambarkan betapa spekulatifnya uraian dakwaan, karena mengutak-atik sejumlah peristiwa untuk sengaja dicocok-cocokan.

Anas mengibaratkan penuntut umum sebagai penjahit yang handal dan berpengalaman. Penuntut umum  dinilai berhasil memproduksi jahitan yang sepintas terlihat menarik, tapi ukuran, dan bahannya sebagian besar palsu. “Sehingga kalau dipaksakan akan mudah sobek,” katanya saat membacakan eksepsi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jum’at (6/6).

Anas mengatakan, sedari awal, dakwaan penuntut umum sudah spekulatif. Anas menduga penentapan dirinya sebagai tersangka tidak murni penegakan hukum. Pasalnya, banyak rangkaian peristiwa yang seolah-olah menunjukan adanya desakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terhadap penetapan Anas sebagai tersangka.

Bermula pada 4 Februari 2013, SBY yang juga Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat mendesak KPK untuk segera mengambil langkah konstruktif terhadap permasalahan hukum Anas. Kemudian, pada 7 Februari 2013, Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Syarief Hasan mengaku sudah mengetahui Anas ditetapkan sebagai tersangka.

Berselang sehari, SBY melakukan pengambilalihan wewenang, kepemimpinan Partai Demokrat, serta meminta Anas fokus menghadapi masalah hukum di KPK demi menyelamatkan Partai Demokrat. Anas merasa, ketika itu, ia sudah diposisikan sebagai tersangka. Padahal, Anas belum ditetapkan sebagai tersangka.

Baru pada 9 Februari 2013, KPK menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) atas nama Anas. Namun, sebelum itu, Sprindik sudah bocor. Bocornya Sprindik Anas menyebabkan  Ketua KPK Abraham Samad disidang oleh Komite Etik. Anas menyatakan, rangkaian peristiwa-peristiwa itu bukan suatu kebetulan.

Oleh karenanya, Anas mengaku tidak terlalu terkejut ketika melihat pendahuluan uraian dalam surat dakwaan yang disusun penuntut umum. Sekadar mengingatkan, Anas disebut mengundurkan diri dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 2005 dan selanjutnya berkeinginan untuk menjadi Presiden Republik Indonesia.

Demi memuluskan langkahnya, Anas bergabung dengan Partai Demokrat sebagai kendaraan politik dan membutuhkan biaya sangat besar. “Saya tahu kalimat itu berasal dari keterangan saksi, tapi kesaksiannya imajiner. Jika sedikit saja mau mengkonfirmasi kesaksian itu, tentu kalimat itu tidak perlu ada,” ujar Anas.

Kalimat imajiner lainnya adalah Anas disebut mempunyai pengaruh besar untuk mengatur-ngatur proyek yang bersumber dari APBN karena kedudukannya sebagai Ketua DPP Bidang Politik Partai Demokrat. Pengaruh Anas semakin besar ketika Anas terpilih sebagai anggota DPR dan menjadi Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR.

Anas mengatakan, kalimat imajiner itu sangat dahsyat pengaruhnya. Apalagi, penuntut umum meneruskan spekulasi dengan menyebutkan Anas berupaya menghimpun dana bersama M Nazaruddin melalui Permai Group, dari proyek-proyek pemerintah dan BUMN guna menyiapkan logistik untuk pencalonan Anas sebagai Presiden.

“Jelas tidak benar. Yang benar adalah saya pernah menjadi Komisaris PT Panahatan (perusahaan Permai Group) sebelum mundur pada awal 2009. Selama menjadi Komisaris, saya tidak pernah mendapatkan laporan tentang keadaan perusahaan dan tidak pernah memperoleh manfaat apapun dari perusahaan,” tuturnya.

Apalagi ketika Anas disebut membentuk kantong-kantong dana dari proyek-proyek pemerintah dan BUMN yang dikelola Yulianis, Mindo Rosalina Manulang, Munadi Herlambang, dan Machfud Suroso dengan menerima fee antara 7-22 persen. Anas juga disebut berkoordinasi dengan anggota Komisi X DPR untuk mengurus proyek.

Mengenai hal itu, Anas membantah. Anas merasa penuntut umum mengait-ngaitkan dirinya dengan fee yang diterima Permai Group. Anas menegaskan, ia tidak pernah berkoordinasi dengan Nazaruddin maupun anggota Komisi X DPR lainnya untuk mengurus proyek di Kemenpora dan Kemendikbud yang menjadi mitra kerja Komisi X.

Anas mengungkapkan, ia tidak pernah campur tangan dalam proyek Hambalang di Kemenpora. Anas tidak pernah memerintahkan Ignatius Mulyono mengurus sertifikat Hambalang. “Yang terjadi adalah permintaan Nazaruddin kepada Ignatius. Hal ini terkait keinginan Nazaruddin untuk mendapatkan proyek Hambalang,” terangnya.

Kemudian, Anas juga membantah telah meminta Nazaruddin untuk mundur dari proyek Hambalang. Anas mengatakan, jika benar dirinya yang meminta Nazaruddin mundur, tentu Nazaruddin tidak marah-marah kepada Rosa karena gagal mendapatkan proyek Hambalang dan meminta uang yang dikeluarkan Permai Group dikembalikan.

Terkait penerimaan Rp2,01 miliar dari PT Adhi Karya untuk pencalonan sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, Anas dengan tegas membantah. Sama hanya dengan penerimaan-penerimaan lain dari Permai Group sejumlah Rp116,525 miliar, dan AS$5,261 juta, mobil Toyota Harrier, Toyota Vellfire, dan fasilitas survei.

Anas menjelaskan, saat mencalonkan diri sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, ia tidak pernah menerima dana Rp30 miliar dan AS$5,225 juta dari Nazaruddin. Selain itu, Anas membantah telah membagi-bagikan uang kepada pimpinan DPC dan DPD Partai Demokrat untuk pemenangannya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.

Menurut Anas, dari 13 nama yang disebutkan penuntut umum menerima dana untuk pemenangan Anas sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, tidak satu pun nama yang menerima. Malahan, Anas menilai uraian penuntut umum tersebut tidak jelas, kabur, dan dibuat berdasarkan data yang tidak benar.

Selanjutnya, mengenai mobil Harrier, Anas merasa heran mengapa penuntut umum menyatakan mobil itu sebagai tanda jadi proyek Hambalang dari PT Adhi Karya. Padahal, Nazaruddin tidak jadi mendapatkan proyek Hambalang. Terlebih lagi, Anas mengaku bahwa mobil Harrier dibeli Anas sebelum menjadi anggota DPR.

Bantahan tersebut juga disampaikan Anas dalam menghadapi tuduhan pemberian mobil Vellfire dan fasilitas survei dari PT Lingkaran Survei Indonesia (LSI). Anas menyebutkan, dirinya tidak pernah memesan survei LSI. Sementara, mobil Vellfire dipinjamkan oleh seorang sahabat untuk digunakan setelah mundur sebagai anggota DPR.

Penuntut umum I Kadek Wiradana akan menyampaikan tanggapan atas eksepsi pekan depan. Usai sidang, Kadek menanggapi pernyataan Anas yang mengibaratkan penuntut umum penjahit handal. “Kalau Anas bilang dia tidak mengerti dakwaan, saya juga bisa bilang tidak mengerti, apa hubungannya penjahit dengan jaksa,” tandasnya.

Hormati Proses Hukum
Sementara, Juru Bicara KPK Johan Budi meminta Anas menghormati proses hukum terkait eksepsinya yang menyebut dakwaan KPK hanyalah imajiner."KPK ketika membawa suatu perkara ke pengadilan artinya bukti-bukti yang dipunyai bukan hanya dua alat bukti permulaan yang cukup, tapi bukti-bukti lain yang juga cukup," katanya.

Johan mengatakan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Jakarta yang akan memutuskan apakah dakwaan Jaksa Penuntut Umum KPK terhadap Anas Urbaningrum imajiner atau tidak. "Di Pengadilan, terdakwa juga dapat menyampaikan bantahan terhadap sangkaan-sangkaan yang disampaikan KPK. Biar hakim yang memutuskan," kata Johan.

Johan juga membantah pernyataan Anas tentang campur tangan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dalam penyidikan serta dakwaan KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Tags:

Berita Terkait