Analisa Debat I Pilpres, Dari Isu yang Diangkat Hingga Program Kerja
Utama

Analisa Debat I Pilpres, Dari Isu yang Diangkat Hingga Program Kerja

Kedua pasangan calon sepanjang debat berlangsung gagal menghadirkan apa yang menjadi harapan publik seperti pemaparan ide dan gagasan dari debat tahap pertama ini.

Moh Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Ketua KPU Arief Budiman (tengah) bersama kedua pasangan calon sebelum debat dimulai, Kamis (17/1) malam. Foto: RES
Ketua KPU Arief Budiman (tengah) bersama kedua pasangan calon sebelum debat dimulai, Kamis (17/1) malam. Foto: RES

Debat pertama pasangan calon presiden/wakil presiden yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), telah usai. Meskipun sebelum debat berlangsung, telah banyak kritik yang disampaikan sebagian kalangan lantaran KPU menginformasikan kisi-kisi pertanyaan debat kepada pasangan calon. Namun hal ini ternyata tidak berarti menurunkan animo publik terhadap jalannya debat. Hal ini terbukti dari situasi area sekitar tempat penyelenggaraan debat yang dipadati pengunjung sejak siang hari.

 

Masyarakat tentu menginginkan jalannya debat yang tidak hanya menghadirkan tontonan yang menarik, tapi juga membahas ide dan gagasan para pasangan calon terkait rencana mereka membangun Indonesia lima tahun ke depan setelah terpilih. Karena itu, patut untuk mengetahui bagaimana respon publik setelah menyaksikan jalannya debat yang mengangkat isu terkait hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), korupsi dan terorisme ini.

 

Direktur Eksekutif Pusat Kajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi), Bayu Dwi Anggono menilai, kedua pasangan calon sepanjang debat berlangsung gagal menghadirkan apa yang menjadi harapan publik seperti pemaparan ide dan gagasan dari debat tahap pertama ini. Pasangan Joko Widodo dan Ma’ruf Amin terlihat gagal mengeksplorasi kinerja nyata di bidang hukum, HAM, korupsi, dan terorisme. Padahal, terdapat kinerja di sektor-sektor tersebut yang bisa diunggulkan oleh pasangan Jokowi-Ma’ruf.

 

Sementara pasangan Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahuddin Uno terlihat di awal gagal mengawali narasinya agar lebih fokus terhadap topik yang diselenggarakan dalam debat tahap pertama ini. “Paslon harusnya fokus pada topik yang diperdebatkan dan tidak membicarakan isu lain yang tidak ada kaitannya dengan topik debat pertama,” ujar Bayu lewat keterangan tertulisnya kepada hukumonline, Jumat (17/1).

 

Hal ini bisa dilihat dari bagaimana pasangan Prabowo-Sandi beberapa kali membahas terkait soal pangan, energi, air bersih, dan lainnya. Meski spektrum isu terkait hukum dapat dihubungkan dengan aspek-aspek lain tapi cara pasangan ini menarik benang merah antara isu hukum dengan isu-isu kesejahteraan seperti menaikkan gaji pejabat publik untuk menekan perilaku koruptif.

 

Sementara pasangan Jokowi-Ma’ruf, menurut Bayu, harusnya mampu memaparkan capaian-capaian di sektor hukum, HAM, korupsi, dan terorisme sepanjang berada di pemerintahan. Hal ini dirasa penting mengingat capaian-capaian tersebut akan menjadi basis penilaian terhadap kinerja petahana sekaligus mengukur kontinyuitas periode saat ini dengan periode berikutnya apabila terpilih kembali.

 

Pada sesi menjawab pertanyaan, pasangan Jokowi-Ma’ruf terlihat langsung memaparkan strategi ke depan untuk membentuk Pusat Legislasi Nasional tanpa terlebih dahulu memaparkan kondisi hari ini terkait proyek deregulasi pemerintah. Dalam pemaparannya, Jokowi mengatakan, Pusat Legislasi Nasional merupakan badan yang mengkoordinasi fungsi legislasi antar kementerian, pusat dengan daerah. Sehingga, terjadi sinkronisasi dan tidak tumpang tindih regulasi.

 

Baca:

 

Sementara itu, pasangan Prabowo-Sandi sepanjang debat berlangsung terlihat tidak mampu menghadirkan data-data konkret terkait kinerja petahana yang belum selesai di bidang hukum, HAM, korupsi, dan terorisme. Pernyataan-pernyataan umum berikut contoh yang digunakan oleh pasangan ini justru berakibat lepasnya konteks yang dicontohkan dengan topik dan persoalan riil terkait topik yang dibahas.

 

“Akibatnya publik tidak dapat gambaran utuh program apa yang akan dilakukan oleh Paslon 02 (Prabowo-Sandi) sebagai kebalikan dari apa yang telah dilakukan oleh petahana, misalkan bagaimana menyelesaikan kasus HAM masa lalu yang oleh petahana belum selesai,” terang Bayu.

 

Dalam konteks ketatanegaraan, pernyataan capres Prabowo terkait peran Presiden yang membandingkan penegakan hukum terhadap pendukungnya ditangkap di Jawa Timuroleh Bayu dinilai sebagai bentuk ketidakpahaman terhadap pembagian wewenang kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Penegakan hukum oleh lembaga yudikatif adalah cermin dari wewenang konstitusional lembaga yudikatif yang dijamin sebagai kekuasaan yang merdeka tanpa intervensi.

 

Sementara itu, Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago mencatat sejumlah aspek. Pertama, aspek penguasaan masalah. Ia menganggap, kedua kandidat masih belum mampu menunjukkan kapasitas atau performa terbaiknya. Terdapat kekurangan di sana-sini bahkan ada beberapa segmen yang justru jawabannya tidak sinkron dengan topik maupun pertanyaan. “Di luar konteks dan tidak menjawab inti persoalan,” katanya.

 

Kemudian dari aspek program kerja. Menurutnya, kedua kandidat juga belum menawarkan program kerja yang nyata. Bahkan petahana sendiri terkesan memposisikan diri sebagai pendatang baru dengan visi baru. Menurut Pangi, seharusnya cukup dengan melanjutkan program sebelumnya jika program-program yang telah ada dipandang sukses. Sementara dari aspek komunikasi, debat putaran pertama cukup mengejutkan di mana petahana lebih cenderung menampakkan gestur emosional ketimbang penantang yang lebih santai.

 

“Momentum politik untuk penantang untuk menyerang petahana jika memang dianggap gagal sepertinya tidak dimanfaatkan. Jadi, petahana lebih agresif,” ujarnya.

 

Hal senada juga dutarakan Direktur Eksekutif ICJR Anggara Suwahju. Menurutnya, terkait isu HAM, kedua pasangan tidak menempatkan aspek isu HAM sebagai sesuatu yang cukup serius dan prioritas yang jelas. Kedua pasangan calon tidak mampu membedakan antara konsep hak asasi dengan hak warga negara. Kerancuan jalan berfikir pada akhirnya membuat kedua pasangan tidak punya fokus yang jelas untuk menyelesaikan akar persoalan.

 

Terkait isu terorisme yang dihubungkan dengan HAM, kedua pasangan calon menyetujui bahwa deradikalisasi adalah suatu hal yang penting dalam pencegahan terorisme. Menurutnya, masalah ketidakadilan dan ketidaksetaraan menjadi suatu problem yang harus diperhatikan dan bukan hanya terbatas pada perubahan ideologi agar seseorang tidak menjadi radikal. Terorisme saat ini sudah menjadi permasalahan yang kompleks dan tidak lagi hanya terbatas pada permasalahan perbedaan ideologi yang dianut.

 

“Sayangnya, kedua belah pasangan calon tidak menawarkan bagaimana sebenarnya injustice dan inequality yang sangat kental dalam masyarakat ini bisa diatasi sehingga terorisme bisa dicegah secara bertahap,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait