An An Chandrawulan: Dari Cita-Cita Agen Intelijen Menjadi Dosen dan Dekan
Srikandi Hukum 2018

An An Chandrawulan: Dari Cita-Cita Agen Intelijen Menjadi Dosen dan Dekan

“Kemajuan suatu bangsa itu tergantung kepada Ibunya”.

Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
An An Chandrawulan. Foto: RES
An An Chandrawulan. Foto: RES

Sulit membayangkan bahwa akademisi wanita satu ini semasa kuliah gemar bergaul dengan kalangan polisi, mahir silat dan karate, dan sangat ingin berkarier di dunia intelijen. Kekaguman pada kisah Mata Hari (Margaretha Geertruida Zelle) si wanita mata-mata pada Perang Dunia, pernah mendorong An An Chandrawulan melamar ke Badan Intelijen Negara (BIN) kala itu.

 

Namun takdir membawanya berkarier sebagai ahli hukum hingga ke puncak karier sebagai Guru Besar. Kini, ia juga dipercaya memimpin almamaternya sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (FH UNPAD).

 

Posturnya memang tidak tinggi besar, berkacamata, tapi sekilas memandang, ia terlihat sebagai sosok berwatak tegas. Ketika hukumonline mewawancarai An An, begitu ia akrab disapa, perbincangan kami ternyata penuh keramahan dan tawa renyahnya. Kami berbincang di ruang kerjanya pada Gedung Kampus Fakultas Hukum UNPAD di Jatinangor, Jawa Barat.

 

Kalau bukan karena dilarang ayahnya mendaftar bekerja untuk agensi intelijen, mungkin saat ini An An tengah bertugas dalam sebuah misi rahasia mengumpulkan informasi penting bagi ketahanan dan pertahanan negara.

 

“Sebenarnya kalau dulu waktu saya mahasiswa itu saya cita-citanya nggak dosen terus terang, tapi saya ingin kerja di BAKIN (saat ini berganti nama menjadi BIN-red), karena waktu itu orangtua saya nggak menyetujui akhirnya saya, udahlah,” katanya diiringi tawa renyah.

 

Keluarga An An sama sekali tak berhubungan dengan dunia hukum. Ayahnya seorang insinyur jebolan kampus teknik ternama yang sekarang bernama Institut Teknologi Bandung. Terakhir berkarier di Perusahaan Gas Negara. Adapun Ibunya lulusan sekolah menengah HIS zaman Belanda yang kemudian menjadi guru. Minat An An pada hukum murni ketertarikannya pribadi tanpa pengaruh lingkungan keluarganya.

 

“Nggak ada darah hukum. Saya suka hukum karena kayaknya hukum itu sangat menantang, menarik. Dan juga hukum itu berkaitan dengan nasib banyak orang,” kata An An berkisah.

 

An An yang telah meraih gelar Profesor mengakui kecintaannya belajar dan berbagi ilmu yang membuatnya menikmati profesi dosen. “Memang saya itu senang sosialisasi dan mengajar, senang berinteraksi dengan banyak orang, senang membaca, senang menggali ilmu-ilmu baru, dan kalau saya mentransferkan ilmu saya kepada orang lain itu waduh sangat senang sekali,” akunya.

 

Kandas mewujudkan kekagumannya pada sosok legendaris intelijen wanita, Mata Hari, tak berarti An An memilih menjadi dosen karena terpaksa. Menurut An An, ia hanya beralih pada pilihan panggilan jiwa lainnya.

 

“Mungkin kalau menjadi pengajar itu karena Ibu saya juga dulu seorang guru. Kemudian mengajar itu kayaknya punya suatu daya tarik dan kepuasan tersendiri ya. Yang penting saya bisa berinteraksi dengan banyak orang,” lanjutnya.

 

Baca:

 

Kepuasan An An adalah saat mahasiswanya bisa memahami apa yang diajarkannya. Lebih dari 30 tahun mengajar, ia paling senang melihat mahasiswa bersemangat dalam diskusi dan memahami perkuliahan. Ia akan sangat senang ketika ada mahasiswanya meminta surat rekomendasi untuk melanjutkan kuliah ke luar negeri. Kegembiraan bagi An An saat bepergian ke luar negeri lalu ada mahasiswa yang menyapanya karena sedang kuliah di negara itu.

 

“Tidak bisa dinilai dengan uang, dengan mereka mengingat dosennya itu sudah suatu kegembiraan. Kenikmatan sebagai dosen,” jelasnya sumringah.

 

Pilihan An An pada awalnya menekuni hukum internasional. FH UNPAD memang sejak dulu dikenal dengan sosok legendaris ahli hukum internasional kebanggaan Indonesia, Mochtar Kusumaatmadja. Akan tetapi karena kenyataannya banyak rekannya di peminatan itu lulus lebih lama, An An akhirnya memilih hukum perdata.

 

“Karena orangtua saya mau pensiun waktu itu, sudah saya ambil perdata saja. Tapi saya akhirnya di S2 nya ke bisnis internasional,” katanya.

 

Nampak An An selalu memiliki cara mewujudkan minatnya melalui jalur alternatif. Ia tetap bisa menekuni bidang hukum internasional lewat aspek perdata. Setelah menyabet gelar magister dari Faculty Of Law, Katholieke Universiteit Of Leuven, Belgia dalam International Business Law, kini An An membidangi hukum investasi, hukum penanaman modal, dan juga perdagangan internasional.

 

Pilihannya menjadi dosen memang tak tanggung-tanggung. Ia langsung bertekad menjadi Guru Besar dengan meraih gelar Profesor. Akan tetapi An An mengatakan bahwa ia tak berencana menjadi Dekan. Capaian ini di luar dari keinginannya sejak tahun 1987 berkarier sebagai dosen di FH UNPAD.

 

“Kalau cita-cita jadi Guru Besar memang saya sudah dari dulu punya cita-cita itu sejak jadi dosen. Tapi kalau Dekan, mungkin memang sudah takdir Tuhan yang tidak bisa ditolak,” katanya.

 

Dalam menekuni profesi belajar mengajar ini diakuinya bukan tanpa konflik. Dengan kolega seniornya An An pernah mengalami konflik. Hanya saja An An menjadikan konflik sebagai pendorong untuk terus maju meningkatkan karier. “Bahkan konflik itu memacu saya sekolah ke luar negeri saat itu. Memicu saya harus lebih dari dosen senior saya. Kuliah ke Belgia, international business law di sana,” kenang An An.

 

Membagi Waktu dengan Keluarga

Sebelum didapuk menjadi Dekan, ia pernah menjabat Kepala Departemen Hukum Perdata dan Wakil Dekan II. Saat ini pun, An An juga menjadi bagian dari tim di Badan Pembinaan Hukum Nasional dalam RUU Hukum Kontrak. Ia mengakui jadwalnya menjadi begitu sibuk. Akan tetapi, sejak awal berkarier ia selalu berkomitmen untuk tetap menjadi ibu yang baik bagi keluarganya.

 

“Kemajuan suatu bangsa itu tergantung kepada ibunya,” kata An An saat ditanya pendapatnya soal peran penting wanita dalam kehidupan.

 

Wanita kelahiran Bandung pada tahun 1960 ini menyadari ada peran yang tak bisa ia alihkan kepada siapapun yaitu menjadi ibu. Ada hak anaknya yang harus dipenuhi dari sentuhan tangannya. Ia tak pernah percaya untuk menitipkan anaknya diasuh orang lain selama ia bekerja. Tanpa ragu ia rela mengajar sambil menggendong anaknya di hadapan para mahasiswa.

 

“Sejak bayi itu saya bawa ngajar. Saya nggak percaya diasuh sama orang lain, dititip sama orang lain. Jadi mengajar, ya saya gendong. Mahasiswa oke-oke saja. Manajemen kampus nggak masalah juga. Kadang saya bawa dorongan (kereta dorong bayi-red), taruh di sebelah saya,” kenangnya sambil tersenyum lebar.

 

Kebiasaan ini berlanjut sampai anaknya mulai bisa mencoret-coret di kertas. Tak jarang buku yang An An bawa ke kelas dicoreti anaknya dengan pulpen dan spidol. “Saya bilang ‘it’s OK’. Menurut saya anak diperkenalkan dari sekarang apa sih pekerjaan orangtuanya, justru dia akan menjadi mengerti,” imbuhnya.

 

Setelah putri tunggalnya ini mulai besar An An memetik hasilnya, di mana sang anak jadi bisa memahami kesibukan aktivitasnya. Mereka memiliki kesepakatan soal quality time khusus keluarga yang rutin di akhir pekan. Bersama suaminya, Prof. Huala Adolf, yang juga Guru Besar di FH UNPAD mereka menjadi keluarga yang saling mendukung.

 

“Saya sangat bersyukur suami saya juga dosen, Prof. Huala. Alhamdulillah anak dan suami saya sangat mengerti. Di hari-hari tertentu, Sabtu atau Minggu kami upayakan untuk tidak bekerja. Ada quality time, makan bertiga, kami jalan-jalan bertiga,” lanjutnya.

 

Hukumonline.com

 

Wanita dan Hukum

Satu kata dari An An tentang wanita adalah kuat. Kemampuan wanita untuk multifungsi membagi peran hidupnya baginya adalah cermin kekuatan. Sebagai wanita, ada peran ibu yang menurutnya tak bisa ditinggalkan oleh wanita karier manapun. Sehingga ketika wanita berkarier, mereka menambah perannya di samping sebagai ibu yang merawat anak-anaknya.

 

Bagi An An, saat ini peluang bagi wanita sudah terbuka lebar untuk berkarier termasuk di dunia hukum. Bahkan ia menilai wanita di masa ini telah berhasil mewujudkan gagasan perjuangan kesetaraan bagi wanita di ruang publik. “Saya kira wanita-wanita sekarang ini pintar, smart, dan sangat berani. Tinggal mengatur waktu dengan keluarga,” ujarnya.

 

Dunia hukum Indonesia, menurut An An, dipenuhi oleh masalah dalam implementasi. Banyak aturan hukum yang telah dibuat tidak berhasil dijalankan dengan baik. Di samping ada pula hukum yang perlu direvisi untuk menyesuaikan dengan perkembangan kebutuhan. Untuk itu terkait profesi hukum, ia berpesan bahwa para wanita memiliki peluang besar untuk lebih tangguh ketimbang laki-laki dalam menghadapi godaan integritas seperti korupsi.

 

“Harus punya ideologi bahwa kita menegakkan hukum bukan untuk diri sendiri, tapi juga untuk membantu masyarakat dan bangsa kita. Perempuan saya kira malah lebih tangguh dan tidak banyak tergoda,” pungkas An An.

Tags:

Berita Terkait