Amran Suadi Gagas Sistem Interkoneksi, Solusi Pelaksanaan Putusan Perceraian
Terbaru

Amran Suadi Gagas Sistem Interkoneksi, Solusi Pelaksanaan Putusan Perceraian

Nantinya, interkoneksi sistem tersebut dapat dilakukan dengan kerja sama lembaga di luar yudikatif sebagai mitra eksternal untuk efektivitas pelaksanaan putusan pengadilan pasca perceraian. Seperti melibatkan Kemendagri, Kemenkumham, OJK, hingga kepolisian.

Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit
Prof Amran Suadi saat menyampaikan orasi ilmiahnya mengenai 'Jaminan Perlindungan Hak-Hak Perempuan dan Anak Berbasis Interkoneksi Sistem (Sebuah Pemikiran Metabolisme Biological Justice)', Senin (14/3/2022). Foto: FKF
Prof Amran Suadi saat menyampaikan orasi ilmiahnya mengenai 'Jaminan Perlindungan Hak-Hak Perempuan dan Anak Berbasis Interkoneksi Sistem (Sebuah Pemikiran Metabolisme Biological Justice)', Senin (14/3/2022). Foto: FKF

Perlindungan hukum pada perempuan dan anak pada hakikatnya telah dijami konstitusi melalui Pasal 28D UUD 1945 yang menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Meski demikian, pada praktiknya ditemukan fakta bahwa penegakan hukum terkait hak perempuan pasca perceraian dalam hal ini seringkali dilanggar oleh laki-laki sebagai mantan suami.

“Anggapan proses peradilan sudah selesai pada tahap penjatuhan putusan saja lantas mengabaikan aspek pelaksanaannya merupakan degradasi wibawa peradilan itu sendiri. Dalam konteks perlindungan perempuan dan anak, pengabaian terhadap pemenuhan hak-hak perempuan dan anak yang seharusnya mereka peroleh secara cepat seiring kebutuhan yang tidak dapat ditunda merupakan bentuk kezaliman yang dilumrahkan,” ujar Ketua Kamar Agama MA Prof Amran Suadi dalam orasi ilmiahnya mengenai “Jaminan Perlindungan Hak-Hak Perempuan dan Anak Berbasis Interkoneksi Sistem (Sebuah Pemikiran Metabolisme Biological Justice), Senin (14/3/2022).

Sebagai bentuk realisasi terhadap nafkah istri dan anak, kata Amran, Indonesia dapat mencontoh negara Mesir yang membentuk lembaga dana asuransi bersama (Shunduq Ta'min Al-Usrah) berdasarkan UU Mesir No.11 Tahun 2004. Dalam hal ini, istri yang diceraikan beserta anak dalam pengasuhannya akan bisa memperoleh nafkah yang ditetapkan pengadilan sesegera mungkin melalui Nasser Social Bank tanpa harus menunggu pihak suami melaksanakan kewajibannya. Praktik tersebut menjadi salah satu contoh penerapan interkoneksi sistem dalam menjamin terpenuhinya hak-hak perempuan dan anak pasca perceraian.

Guru Besar Bidang Ilmu Perlindungan Hak Perempuan dan Anak dalam Peradilan Islam UIN Sunan Ampel Surabaya itu menawarkan langkah-langkah strategis yang perlu dilakukan guna menghadirkan interkoneksi sistem di Indonesia secara garis besar ke dalam 2 cara. Pertama, membangun database terpadu antara peradilan dengan kementerian terkait. Kedua, membangun koordinasi antara MA dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta kementerian atau lembaga terkait lainnya.

Baca:

Interkoneksi sistem pelaksanaan putusan pengadilan yang dimaksud adalah pemenuhan hak-hak perempuan dan anak pasca perceraian. Melalui pengadilan dengan melibatkan lembaga non yudikatif secara terintegrasi sesuai kewenangan masing-masing tanpa melalui proses permohonan eksekusi. Kerangka baru ini akan menjadikan lembaga di luar yudikatif sebagai mitra eksternal dalam pelaksanaan putusan-putusan pengadilan berbasis single identity (identitas tunggal) yang berkolaborasi sekaligus bersinergi satu sama lain.

Seperti melibatkan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang dapat memblokir Nomor Induk Kependudukan (NIK) bila pihak suami belum memenuhi kewajibannya pasca perceraian dalam waktu yang telah ditentukan. Dengan demiikian, pemblokiran tersebut akan membuat akses publik bagi yang bersangkutan terbatas. Adapun pemblokiran dapat dicabut oleh Kemendagri setelah mendapat notifikasi dari pengadilan bahwa mantan suami telah memenuhi kewajibannya.

Demikian pula Kementerian Hukum dan HAM melalui Direktorat Jenderal Imigrasi diberikan kewenangan untuk melakukan pemblokiran data paspor yang bersangkutan. Sehingga mantan suami yang belum memenuhi kewajibannya terhadap mantan istri dan anak tidak dapat melakukan perjalanan ke luar negeri.

Terkait hak-hak keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat mengeluarkan aturan yang menjadi pijakan dasar lahirnya kewenangan bagi lembaga keuangan untuk melakukan pemblokiran rekening yang bersangkutan jika belum memenuhi kewajiban yang diperintahkan putusan pengadilan. Tak hanya itu, Amran turut menggagas pihak kepolisian dapat melakukan pemblokiran SKCK dan bahkan dalam bentuk layanan dasar sekalipun seperti akses mantan suami terhadap layanan BPJS atau layanan administrasi tingkat desa.

“Pemenuhan hak perempuan dan anak disamping melalui pendekatan pembatasan (layanan publik, red), dapat juga dilakukan bagi mantan suami yang berprofesi sebagai ASN, pegawai BUMN, pegawai BUMD, maupun pegawai swasta dengan cara pemotongan gaji. Bagi mantan suami yang tidak memiliki penghasilan dengan alasan tertentu menurut hukum, perlu ada mekanisme penjaminan sosial dari kementerian sosial atau kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak,” usulnya.

Dengan begitu, interkoneksi sistem dalam pelaksanaan putusan pengadilan terkait pemenuhan hak-hak perempuan dan anak dapat membantu mewujudkan kepastian hukum secara holistik (terintegrasi, red). Tidak hanya terbatas pada tataran yuridis normatif, tetapi juga bisa menyangkut pada tahap implementasi dengan tetap menempatkan pengadilan sebagai leading sector pelaksanaannya.

Atas orasinya, Amran menyimpulkan 3 hal utama. Pertama, negara diharapkan menginisiasi dan memperkuat komitmen untuk memberikan perlindungan dan jaminan hak-hak perempuan dan anak pasca perceraian. Kedua, hakim sebagai penegak hukum harus memahami dan menerapkan prinsip metabolisme biological justice bagi jaminan perlindungan perempuan dan anak pasca perceraian. Ketiga, interkoneksi sistem pelaksanaan putusan pengadilan bagi perlindungan hak-hak perempuan dan anak merupakan sebuah keniscayaan untuk mewujudkan kepastian hukum yang adil.

Tags:

Berita Terkait