Amnesty International Tunggu Realisasi Komitmen HAM
Berita

Amnesty International Tunggu Realisasi Komitmen HAM

Salah satu indikatornya adalah kebijakan pemerintah melindungi dan memenuhi hak-hak korban pelanggaran HAM.

ADY
Bacaan 2 Menit
Foto: www.amnesty.org/
Foto: www.amnesty.org/
Implementasi komitmen pemerintah baru, Jokowi-JK, terhadap penegakan HAM bukan saja dinanti masyarakat Indonesia, tapi juga komunitas internasional. Amnesty International, sebuah organisasi internasional yang membidangi isu HAM, menunggu realisasi komitmen yang disampaikan Jokowi-JK saat kampanye pilpres.

Pengkampanye Amnesty Internasional Indonesia, Josef Benedict, mengatakan realisasi komitmen pemerintah baru di bidang HAM ditunggu banyak pihak, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Josef melihat dalam sepuluh tahun terakhir, pelanggaran HAM di Indonesia dengan dalih penodaan agama cenderung meningkat. Amnesty International mencatat sejak 2005 sampai sekarang, tercatat 106 orang diadili dan dijatuhi hukuman menggunakan tuduhan pendonaan agama. Padahal pada masa Orde Baru jumlah yang diadili sangat sedikit.

Josep berharap  Jokowi-JK mampu membenahi masalah ini. Indikator yang bisa digunakan adalah melihat pada kebijakan yang dikeluarkan pasangan presiden dan wakil presiden ini. Terutama bagaimana kebijakan pemerintah terhadap korban pelanggaran HAM dalam kasus berbasis agama/keyakinan.

Para korban terusir dari kampung, dan tak bisa kembali lagi. Ratusan keluarga masih berada di lokasi pengungsian atau tempat sanak saudara. “Indikator terpenuhinya komitmen Jokowi-JK terhadap HAM itu dapat dilihat jika komunitas Syiah di Sampang dan Ahmadiyah di NTB bisa dipulangkan ke kampung halamannya. Selain itu merevisi semua regulasi yang bertentangan dengan hukum dan HAM internasional,” kata Josef dalam jumpa pers yang digelar Amnesty International di Jakarta, Jumat (21/11).

Peneliti senior Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos, berpendapat masalah kebebasan berkeyakinan dan beragama di Indonesia sangat rumit. Kondisi itu bertambah parah pasca tumbangnya Presiden Soeharto. Setara Institute mencatat sejak 2007-2012 terjadi peningkatan kasus pelanggaran kebebasan berkeyakinan dan beragama secara signifikan. Tahun 2007 tercatat ada 97 kasus dan 2012 terjadi lebih dari 300 kasus.

Maraknya intoleransi, menurut Bonar, ikut dipicu oleh regulasi seperti pasal 165a KUHP dan UU No.1/PNPS/1965 (Penodaan Agama). Oleh karenanya ia mengusulkan agar regulasi itu dicabut atau direvisi. “Ketentuan itu selalu jadi alasan kelompok intoleran untuk menyerang kelompok minoritas,” pungkasnya.


Ralat:
Paragraf 6, tertulis:
Maraknya intoleransi, menurut Bonar, ikut dipicu oleh regulasi seperti pasal 165a KUHP dan UU No.1/PNPS/1965 (Penodaan Agama).

Yang benar:
Maraknya intoleransi, menurut Bonar, ikut dipicu oleh regulasi seperti pasal 156a KUHP dan UU No.1/PNPS/1965 (Penodaan Agama).

@Redaksi


Tags:

Berita Terkait