Amankan BBM Subsidi Melalui Sistem IT
Berita

Amankan BBM Subsidi Melalui Sistem IT

Opsi yang ditawarkan tak efektif kalau tak disertai tata niaga energi.

FNH
Bacaan 2 Menit
Amankan BBM Subsidi Melalui Sistem IT
Hukumonline

Persoalan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi memang tak pernah ada habisnya. Setelah tahun lalu diributkan oleh isu kenaikan harga, kali ini pemerintah kembali 'galau' untuk memilih menaikkan harga BBM bersubsidi atau tidak.

Sebagian pihak menilai, BBM subsidi sebaiknya dinaikkan agar beban Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) tak terlalu berat. Sebaliknya, ada yang menilai subsidi tak pantas dicabut. Sikap pemerintah tetap tak tegas. Meski berhembus isu kenaikan harga BBM bersubsidi tahun ini, pemerintah tetap bersikap dalam jalur program pembatasan penggunaan BBM bersubsidi.

Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan pemerintah masih menjalankan dan fokus pada program pembatasan dan pengendalian BBM bersubsidi. Bentuk pembatasan dan pengendalian BBM yang dimaksud nantinya akan diserahkan kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). "Pada dasarnya pemerintah masih pada pembatasan dan pengendalian. Soal bentuknya seperti apa, itu nanti akan diserahkan kepada Kementerian ESDM," kata Agus di Jakarta, Selasa (9/4).

Beban keuangan pemerintah memang terus bertambah karena melonjaknya subsidi BBM. Alokasi subsidi untuk 2013 memang turun menjadi Rp193,8 triliun, dibanding alokasi tahun lalu sebesar Rp216,77 triliun. Tetapi kecenderungan di lapangan, nilai alokasi subsidi BBM bisa meleset dari perkiraan. Subsidi BBM telah membebani APBN.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa menuturkan, pemerintah hanya memiliki dua opsi saja terkait BBM bersubsidi. Opsi pertama adalah tetap menerapkan program pengendalian dan pembatasan konsumen, dan opsi kedua adalah menaikkan harga BBM bersubsidi. "Dua-duanya ini ada plus minusnya, saya tidak bisa katakan sekarang. Tapi kita akan lakukan secepatnya," kata Hatta.

Hatta mengingatkan hal terpenting yang harus dilakukan adalah mengamankan BBM bersubsidi. Menurutnya, meningkatnya konsumsi BBM bersubsidi bukan hanya terletak pada meningkatnya konsumsi masyarakat, tetapi juga pada kebocoran dalam proses pendistribusian.

Guna menyelamatkan, mengamankan dan mengendalikan BBM bersubsidi, pemerintah telah menyiapkan satu program yang berbasis pada Information Technology (IT). Hatta menegaskan, apapun pilihan yang nantinya akan diambil oleh pemerintah, sistem IT wajib dilaksanakan.

Sistem IT ini, lanjutnya, secara otomatis membatasi penggunaan BBM bersubsidi. Sistem IT di setiap Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) akan mencatat dan menyimpan data kendaraan yang telah mengisi BBM bersubsidi. Jika kendaraan A, misalnya, telah tercatat mengisi BBM dengan batas maksimal dalam sehari di suatu SPBU, sesuai dengan yang ditentukan dan dibatasi oleh pemerintah, maka data tersebut secara langsung akan terintegrasi dengan SPBU lainnya. Artinya, kendaraan A tidak bisa melakukan pengisian kembali. Sistem ini diharapkan dapat mengatasi penimbunan BBM bersubsidi yang kerap terjadi di Indonesia.

Hatta menegaskan semua kebijakan yang diputuskan Presiden SBY mengenai subsidi BBM sudah digitung dengan baik. Perhitungan dilakukan berdasarkan inflasi, resiko kemiskinan dan dampak ke pertumbuhan ekonomi. "Setelah keputusan itu diambil maka pemerintah harus tetap mempertahankan kuota BBM yang ada yakni 46 juta kiloliter," ujarnya.

Pengamat ekonomi Hendri Saparini berpendapat, dua opsi pembatasan atau kenaikan sama sekali tidak tepat jika pemerintah tak segera memperbaiki supply dan demand serta tata niaga energi dalam negeri. Bahkan Hendri menyayangkan kebijakan pemerintah membeli BBM ke pasar, bukan langsung ke produsen. "Sudah banyak masukan, dan paper sudah diberi sejak 2005 agar subsidi tidak membengkak. Tapi pemerintah tidak lakukan. Pemerintah tidak mau melihat apa yang sudah tidak mereka lakukan," katanya.

Menurut Hendri, jika pemerintah tetap memilih dua opsi yang telah disiapkan, konsekuensi dari pilihan tersebut juga harus dilakukan. "Jangan hanya mengambil opsi tetapi konsekuensi dari pilihan tersebut tidak dipikirkan," pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait