Alotnya Pembahasan Pasal Subsidi di RAPBNP 2014
Utama

Alotnya Pembahasan Pasal Subsidi di RAPBNP 2014

Akhirnya Pemerintah 'menyerah' dengan usulan DPR.

FAT
Bacaan 2 Menit
Badan Anggaran DPR. Foto: RES
Badan Anggaran DPR. Foto: RES
Pembahasan pasal subsidi dalam RAPBNP 2014 berjalan alot. Terlebih, mengenai klausul parameter subsidi energi dan perubahan proyeksinya. Anggota Badan Anggaran (Banggar) Ismayatun mengatakan, klausul perubahan proyeksi bisa dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan dari komisi terkait di DPR. Menurutnya, Komisi VII selalu tersendera penambahaan kuota subsidi di akhir tahun menjelang natal dan tahun baru.

“Komisi VII selalu tersandera. Itu pasti," katanya dalam rapat pembahasan rancangan UU tentang perubahan atas UU No. 23 Tahun 2013 tentang APBN 2014 (RAPBNP 2014) di Komplek Parlemen di Jakarta, Rabu (18/6).

Menurut Ismayatun, klausul tersebut mencerminkan bahwa ke depan penambahan kuota subsidi bisa dilakukan oleh pemerintah dengan persetujuan DPR. Hal ini dinilainya bertentangan dengan turunnya kuota angka subsidi BBM dari 48 juta kilo liter menjadi 46 juta kilo liter yang pernah dilakukan DPR bersama pemerintah.

"Kami menolak (klausul, red). Turunnya kuota subsidi itu merupakan reputasi yang baik," katanya.

Ketua Banggar Ahmadi Noor Supit menilai, pasal penambahan kuota subsidi tersebut bisa faith a comply DPR atas pengajuan kuota yang dilakukan pemerintah. "Kita tidak ingin ada orang yang memanfaatkan pasal ini untuk melakukan moral hazard. Kalau terjadi sesuatu dan kemudian harus kebutuhan subsidi BBM ditambah, harus ada klausul itu," katanya.

Hal sama diutarakan Wakil Ketua Banggar Yassonna H Laoly. Menurutnya, jika ke depan terdapat kebutuhan penambahan kuota BBM, masih ada cara lain dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu). Terlebih lagi, kebutuhan BBM merupakan sebuah kondisi yang mendesak.

"Siapapun presidennya, kalau (BBM subsidi, red) untuk kepentingan masyarakat, keluarkan saja Perpu. Jadi artinya masih ada cara," ujanya.

Untuk diketahui, dalam RAPBNP 2014, Pasal 12 ayat (13) tertulis, anggaran untuk subsidi energi yang merupakan bagian dari program pengelolaan subsidi sebagaimana pada ayat (1) dapat disesuaikan dengan kebutuhan realisasi pada tahun anggaran berjalan berdasarkan realisasi harga minyak mentah (ICP), nilai tukar rupiah, dan atau paramter subsidi energi.

Sedangkan ayat (14) menyebutkan, penetapan penambahan proyeksi terhadap parameter subsidi energi, sebagaimana dimaksud pada ayat 13 dilaksanakan setelah mendapat persetujuan komisi terkait di DPR.

Pemerintah, melalui Menteri Keuangan Chatib Basri bersikukuh agar kedua pasal ini tetap ada. Menurutnya, pasal yang dimungkinkan adanya penambahan kuota BBM bersubsidi merupakan sebuah cara agar pemerintahan baru tak memiliki persoalan ke depannya. Meski ada ruang untuk penambahan kuota BBM, tetap keputusan berada di tangan DPR dan pemerintah setelah melalui rangkaian pembahasan.

"Kalau pasal ini tidak diberikan pemerintahan baru punya persoalan, tidak punya ruang, untuk tambah subsidi BBM. Keputusan tetap ada di Komisi VII," kata Chatib.

Terkait kekhawatiran pasal ini bisa dimanfaatkan orang-orang yang tak bertanggung jawab, sehingga menimbulkan moral hazard, Chatib menegaskan, dewan bisa menolak usulan penambahan kuota yang nantinya diajukan oleh pemerintah.

"Misal situasi luar biasa, kalau muncul moral hazard tolak saja, tapi ruang ini tolong dibuka, transisi pemerintahan baru," katanya.

Perdebatan terus berlanjut. Hingga pada akhirnya, Pemerintah 'menyerah' dengan usulan DPR yang ingin menghapus pasal penambahan kuota tersebut. Chatib mengatakan, terhadap usulan dewan tersebut, pemerintah memberikan catatannya bahwa telah berupaya maksimal mempertahankan pasal tersebut.

"Kami ingin memberi catatan bahwa kalau terjadi seperti ini kami telah berupaya maksimal," katanya.

Alhasil, dalam rapat yang nantinya akan dibawa ke sidang paripurna tersebut 'memenangkan' usulan DPR. Bahwa Pasal 14 ayat (13) bunyinya berubah menjadi, anggaran untuk subsidi energi yang merupakan bagian dari program pengelolaan subsidi sebagaimana pada ayat (1) dapat disesuaikan dengan kebutuhan realisasi pada tahun anggaran berjalan berdasarkan realisasi harga minyak mentah (ICP), nilai tukar rupiah. Sedangkan untuk ayat (14) dihapus.
Tags:

Berita Terkait