Aliansi Buruh Menggugat Revisi UU Ketenagakerjaan
Utama

Aliansi Buruh Menggugat Revisi UU Ketenagakerjaan

Diakui revisi terhadap UU No. 13/2003 dilakukan karena adanya desakan dari kalangan investor.

Rzk/CRR
Bacaan 2 Menit

 

Dia mencontohkan revisi terhadap ketentuan tentang batasan maksimum perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Dimana menurut Pasal 59 ayat (4) UU No. 13/2003, PKWT dapat diadakan untuk jangka waktu maksimum 2 (dua) tahun. Sementara menurut rancangan revisi UU No. 13/2003 versi pemerintah, jangka waktu maksimum diubah menjadi 5 (lima) tahun.

 

Secara khusus, Aliansi juga menyoroti upaya pemerintah yang mencoba memasukkan lagi Pasal 158 yang sebenarnya sudah dianulir oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Sebagaimana diberitakan sebelumnya, pada 15 Oktober 2003, sejumlah organisasi serikat buruh mengajukan permohonan judicial review terhadap sejumlah pasal dalam UU No. 13/2003, termasuk Pasal 158. MK, kemudian, dalam putusannya No. 012/PPU-1/2003 tanggal 28 Oktober 2004 menyatakan Pasal 158 tidak berlaku.

 

UU No. 13/2003

Pasal 158

(1)          Pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan alasan pekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat sebagai berikut:

 

Rancangan Revisi UU No. 13/2003

Pasal 158

(1)          Pemberi kerja dapat melakukan tindakan skorsing terhadap pekerja/buruh yang melakukan kesalahan berat di lingkungan usaha pemberi kerja.

 

 

Ini dapat dikatakan sebagai penggelapan hukum karena walaupun sudah dicabut oleh MK tetapi coba dimasukkan lagi, ujar Direktur LBH Jakarta Uli Parulian Sihombing yang juga hadir dalam jumpa pers.

 

Terkait sikap penolakan tersebut, Aliansi menuntut agar UU No. 13/2003 dicabut dan kemudian diganti dengan UU Ketenagakerjaan yang baru yang sepenuhnya diabdikan bagi kepentingan buruh. Dalam membentuk UU baru tersebut, Aliansi meminta agar seluruh serikat buruh dilibatkan.

 

Investor

Ditemui di kantornya, Kepala Biro Hukum Depnakertrans Andi Syahrul mengakui kalau revisi UU No. 13/2003 dilakukan atas desakan kalangan investor. Artinya, secara tidak langsung dapat dikatakan kalangan investor akan enggan menanamkan modal mereka apabila UU No. 13/2003 tidak diperbaiki.

 

Hal tersebut, lanjutnya, dilakukan karena investor merasa ketentuan-ketentuan dalam UU No. 13/2003 hanya memberatkan mereka, terutama ketentuan yang mengatur tentang pesangon. Di satu sisi, investor menganggap pesangon yang ditetapkan UU No. 13/2003 terlalu besar, sedangkan sisi lain pekerja mengharapkan ada kompensasi yang jelas buat mereka. 

Tags: