Algoritma Acak Dewi Themis dalam Sistem Penunjukan Majelis Hakim
Kolom

Algoritma Acak Dewi Themis dalam Sistem Penunjukan Majelis Hakim

Sistem ini akan memastikan seluruh pihak diperlakukan sama tanpa pandang bulu di hadapan mata tertutup dan timbangan Dewi Themis, demi terwujudnya kesetaraan serta transparansi bagi para pencari keadilan.

Bacaan 5 Menit

Walaupun memiliki beragam potensi dalam dunia peradilan, akan tetapi inovasi pemilihan majelis acak tidak lepas dari kontroversi. Sejak tahun 2017, Yayasan Moje Państwo menggungat Kementerian Kehakiman Polandia untuk mengungkapkan kode sumber SLPS dan algoritme yang menjadi dasar pengoperasiannya sebagai informasi publik. Gugatan ini berkaitan dengan kekhawatiran aktivis mengenai pertanyaan apakah suatu sistem algoritma dapat dimanipulasi, dimodifikasi, atau dicurangi melalui pengulangan hingga akhirnya mesin menghasilkan susunan majelis tertentu.

Kementerian Kehakiman Polandia semula menolak tuntutan ini dengan dalih bahwa data tersebut tidak termasuk sebagai informasi publik dan sifatnya sangat teknis. Namun melalui putusan kasasi tanggal 19 April 2021, Mahkamah Agung Tata Negara Polandia akhirnya memutuskan bahwa seluruh kewenangan yang berkaitan dengan perancangan dan pengoperasian SLPS termasuk dalam kategori “informasi umum”.

Pada konteks ini, algoritma SLPS bukan hanya sekadar informasi teknis, melainkan serangkaian prosedur yang erat kaitannya dengan kepentingan langsung perkara warga negara. Sebagai bentuk tindak lanjut atas putusan tersebut, Kementerian Kehakiman lalu menerbitkan informasi yang berkaitan dengan algoritma SLPS dalam Buletin Informasi Publik: https://www.gov.pl/web/sprawiedliwosc/algorytm.

Berkaca dari studi kasus sebelumnya, rencana adopsi sistem pemilihan majelis acak di Indonesia mesti memperhatikan etika prinsip keterbukaan, imparsial, dan keadilan (principle of transparency, impartiality, and fairness) dalam European Ethical Charter on the Use of Artificial Intelligence in Judicial Systems and their environment. Artinya, harus terdapat keseimbangan antara kekayaan intelektual dari metode pemrosesan tertentu dan kebutuhan akan transparansi, ketidakberpihakan, keadilan, serta integritas intelektual ketika penggunaan suatu alat memiliki konsekuensi hukum atau dapat memengaruhi kehidupan orang secara signifikan.

Demi menanggulangi risiko ini, Mahkamah Agung dapat menyelenggarakan diskusi publik serta simulasi sistem pemilihan majelis acak. Di samping itu, perlu diterbitkan pula publikasi tentang algoritma dan prosedur sistem sebagai Informasi yang Wajib Tersedia Setiap Saat sebagaimana telah diatur pada Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2–144/KMA/SK/VIII/2022 tentang Standar Pelayanan Informasi Publik di Pengadilan. Tujuan dari langkah-langkah ini adalah demi meyakinkan para pencari keadilan bahwa program pemilihan majelis acak berjalan secara transparan, aman, serta bebas dari kecurangan (fraud) maupun manipulasi.

Masalah selanjutnya adalah mengenai legalitas penggunaan. Pasal 56 UU Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum menentukan bahwa ketua pengadilan adalah pejabat yang berwenang menunjuk susunan majelis hakim untuk menyelesaikan perkara. Solusinya, Mahkamah Agung dapat menerbitkan peraturan, surat edaran, atau surat keputusan yang menjadi payung hukum penggunaan sistem pemilihan majelis acak. Sebelumnya, Mahkamah Agung pun toh telah banyak menerbitkan peraturan sebagai bentuk terobosan hukum acara seperti pelaksanaan sidang secara elektronik, panggilan surat tercatat, pemeriksaan saksi melalui video conference, dll.

Risiko terakhir adalah tentang algoritma pembobotan yang belum mampu menimbang tingkat kerumitan perkara menarik perhatian (high profile case). Tanpa bermaksud mendiskriminasi, akan tetapi penanganan kasus sulit dengan terdakwa seperti Ferdy Sambo atau Jessica Kumala Wongso tentu saja sangat berbeda dibandingkan perkara biasa seperti pencurian atau penganiayaan. Maka dari itu, harus ada perbedaan bobot antara kualifikasi perkara kompleks dengan perkara biasa.

Tags:

Berita Terkait