Alasan Walhi Tolak Hadiri RDPU Tindak Lanjut UU Cipta Kerja
Berita

Alasan Walhi Tolak Hadiri RDPU Tindak Lanjut UU Cipta Kerja

Komisi IV DPR mengundang berbagai pihak, salah satunya Walhi untuk meminta masukan tindak lanjut pelaksanaan penggunaan dan pelepasan kawasan hutan setelah diundangkannya UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Walhi menolak hadir karena UU Cipta Kerja bertentangan dengan konstitusi dan prinsip demokrasi.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Perwakilan pemerintah berfoto bersama pimpinan DPR usai pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU dalam Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10) lalu. Foto: RES
Perwakilan pemerintah berfoto bersama pimpinan DPR usai pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU dalam Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10) lalu. Foto: RES

Penolakan masyarakat sipil terhadap UU Cipta Kerja belum berakhir. Setelah menggelar berbagai demonstrasi, mengajukan pengujian ke MK, dan saat ini menolak ikut membahas rancangan peraturan pelaksana UU Cipta Kerja. Salah satu elemen masyarakat sipil, Walhi, menolak hadir dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama DPR. Dalam surat undangan dari DPR tertanggal 9 November 2020, Walhi diundang untuk hadir pada 12 November 2020 di ruang rapat Komisi IV DPR.

Dalam surat itu, Walhi diminta untuk memberikan masukan terhadap 2 hal. Pertama, penggunaan dan pelepasan kawasan hutan. Kedua, tindak lanjut diundangkannya UU Cipta Kerja terhadap pelaksanaan penggunaan dan pelepasan kawasan hutan.

“Sehubungan dengan itu Komisi IV DPR RI mengharapkan kehadiran Saudara dalam RDPU dimaksud dan menyiapkan bahan terkait persoalan tersebut, serta membawa hasil tes swab/tes rapid sebagaimana arahan pimpinan Komisi IV DPR,” demikian kutipan surat bernomor PW/13062/DPRRI/XI/2020 yang ditandatangani pimpinan Sekretaris Jenderal DPR RI, Indra Iskandar. (Baca Juga: Mau Beri Masukan Soal Aturan Turunan UU Cipta Kerja? Silakan Cek Portal)

Menanggapi surat itu, Direktur Eksekutif Walhi, Nur Hidayati, mengatakan sedikitnya ada 2 alasan organisasinya menolak hadir dalam RDPU. Pertama, UU Cipta Kerja adalah UU yang dipaksakan Presiden bersama DPR yang bertentangan dengan konstitusi dan prinsip demokrasi. Kedua, sampai saat ini gerakan sosial yang menolak UU Cipta Kerja masih terus dilakukan dan ini juga berlaku pada seluruh rancangan aturan turunan dari UU dimaksud tanpa terkecuali termasuk soal penggunaan dan pelepasan kawasan hutan.

“Kami dari Walhi menolak untuk menghadiri undangan tersebut,” kata Nur Hidayati ketika dikonfirmasi, Jumat (13/11/2020).

Secara umum, Walhi menilai UU Cipta Kerja inkonstitusional, begitu pula produk aturan turunannya. Walhi menolak terlibat dan tidak mau dijadikan pihak yang menjustifikasi baik langsung maupun tidak langsung dalam proses penyusunan aturan turunan tersebut. Secara prosedural formil UU Cipta kerja dinilai cacat hukum karena menabrak prosedur pembentukan peraturan perundang-undangan. Secara materil pun demikian, secara keseluruhan substansi UU Cipta Kerja dinilai bermasalah, melanggar prinsip HAM, dipaksakan tanpa memiliki landasan, dan secara terang merupakan bagian dari state capture corruption.

Soal RDPU tentang penggunaan dan pelepasan kawasan hutan, Walhi menyoroti sedikitnya 3 hal. Pertama, UU Cipta Kerja melakukan “pemutihan” kejahatan korporasi dengan membiarkan keterlanjuran industri ekstraktif seperti perkebunan dan pertambangan dalam kawasan hutan. Alih-alih mengatur penegakan hukum, justru diberi ruang waktu untuk melengkapi administrasi hingga 3 tahun.

Kedua, UU Cipta Kerja menghapus pasal afirmatif perlindungan kawasan hutan, sehingga tidak ada lagi ketentuan batas minimum kawasan hutan sebesar 30 persen pada satu wilayah. Ketiga, Pasal 88 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dikebiri. Redaksionalnya diubah sehingga tidak lagi menjadi konsep pertanggungjawaban mutlak dalam penegakan hukum kejahatan korporasi dalam kasus lingkungan hidup.

Serikat Buruh Menolak RPP

Sebelumnya, Presiden KSPI, Said Iqbal, menegaskan pihaknya tidak akan terlibat dalam pembahasan RPP UU Cipta Kerja. Hal ini sejalan dengan komitmen buruh yang menolak UU Cipta Kerja."Buruh menolak omnibus law UU Cipta Kerja. Dengan demikian tidak mungkin buruh menerima peraturan turunannya. Apalagi terlibat membahasnya," kata Said Iqbal.

Ada kemungkinan buruh yang diajak membahas peraturan turunan UU Cipta Kerja hanya menjadi stempel atau alat legitimasi saja. Dia mengingatkan sejak RUU Cipta Kerja dibahas di DPR serikat buruh sudah memberikan draf sandingan usulan buruh, tapi masukan yang disampai itu banyak yang tidak diakomodir. “Serikat buruh akan terus menolak UU Cipta Kerja,” katanya.   

Presiden KSBSI, Elly Rosita Silaban, mengatakan pihaknya sudah beberapa kali diundang pemerintah untuk membahas RPP UU Cipta Kerja. Tapi sampai saat ini KSBSI belum mengirimkan perwakilan guna membahas RPP tersebut. “Kami menunggu penomoran UU Cipta Kerja, setelah itu kami akan melakukan uji materi ke MK,” katanya.

Presiden Aspek Indonesia sekaligus anggota Tripnas dari unsur serikat buruh, Mirah Sumirat, secara singkat mengatakan unsur buruh dalam tripnas kompak menolak pembahasan RPP Cipta Kerja. “Tripnas dari unsur serikat buruh tidak mau bahas (RPP turunan UU Cipta Kerja, red),” tegasnya.

Tags:

Berita Terkait