Alasan Serikat Buruh Desak Penetapan Upah Minimum Gunakan Survei KHL
Terbaru

Alasan Serikat Buruh Desak Penetapan Upah Minimum Gunakan Survei KHL

Karena UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja masih dalam proses uji materi di MK. Karena itu, mekanisme penetapan upah minimum 2022 harus mengacu UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan peraturan turunannya.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Sejumlah serikat buruh berunjuk rasa di depan Balai Kota Jakarta, Selasa (26/10/2021) menuntut pemerintah untuk menaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2022 sebesar 10 persen. Foto: RES
Sejumlah serikat buruh berunjuk rasa di depan Balai Kota Jakarta, Selasa (26/10/2021) menuntut pemerintah untuk menaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2022 sebesar 10 persen. Foto: RES

Dewan pengupahan di berbagai daerah masih membahas penetapan upah minimum tahun 2022. Penetapan upah minimum kali ini berbeda karena menggunakan UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan peraturan turunannya, seperti PP No.36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Salah satu perbedaan proses penetapan upah minimum yang dilakukan sekarang dengan ketentuan sebelumnya yakni dihapusnya survei kebutuhan hidup layak (KHL).

Ketentuan KHL diatur dalam UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan PP No.78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Komponen KHL diatur dalam Permenaker No.18 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Permenaker No.21 Tahun 2016 tentang KHL, Komponen, dan Jenis KHL Hasil Peninjauan Tahun 2020. KSPI dan anggotanya, seperti Federasi Aspek Indonesia mendesak pemerintah untuk menetapkan upah minimum 2022 berdasarkan survei KHL.

“Hasil survei KHL yang dilakukan KSPI di 24 provinsi menghasilkan kenaikan kenaikan upah minimum tahun 2022 sebesar 7-10 persen,” kata Presiden Aspek Indonesia, Mirah Sumirat dalam keterangan tertulis, Selasa (9/11/2021). (Baca Juga: Apindo Minta Kepala Daerah Gunakan Dua Regulasi Ini Tetapkan Upah Minimum)

Survei KHL itu perlu dilakukan karena UU Cipta Kerja masih dalam proses pengujian di MK. Karena itu, Mirah berpendapat UU No.11 Tahun 2020 dan semua peraturan turunannya tidak digunakan sebagai dasar penetapan upah minimum sebelum ada putusan MK yang bekekuatan hukum tetap. Karen itu, menurutnya acuan dalam penetapan upah minimum saat ini yaitu UU No.13 Tahun 2003 dan peraturan turunannya, seperti PP No.78 Tahun 2015.

“Kenaikan upah minimum harus berdasarkan survei KHL, produktivitas, dan pertumbuhan ekonomi,” tegas Mirah.

Sebelumnya, Ketua Umum DPN Apindo, Hariyadi B Sukamdani, mengatakan pihaknya telah melakukan survei KHL mengacu 64 jenis KHL yang ada dalam Permenaker No.18 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.21 Tahun 2016 tentang Kebutuhan Hidup Layak. Tapi Permenaker KHL itu sekarang sudah tidak berlaku lagi dengan terbitnya PP No.36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

Hariyadi menegaskan penetapan upah minimum saat ini mengacu ketentuan UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan PP No.36 Tahun 2021. Kedua regulasi itu harus dipatuhi oleh kepala daerah baik itu Gubernur, Bupati, dan Walikota dalam menetapkan upah minimum. Untuk menetapkan upah minimum, kedua beleid itu tidak menggunakan KHL sebagai variabel. PP No.36 Tahun 2021 mengatur upah minimum ditetapkan berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan.

Data yang dijadikan pemerintah untuk menetapkan upah minimum berasal dari BPS. UU No.11 Tahun 2020 dan PP No.36 Tahun 2021 menghapus upah minimum sektoral. Formula penetapan upah minimum yang diatur kedua aturan tersebut dinilai sudah tepat karena memasukan sejumlah variael seperti tingkat penyerapan tenaga kerja. “Kami berharap kepala daerah menetapkan upah minimum sesuai UU No.11 Tahun 2020 dan PP No.36 Tahun 2021,” ujar Hariyadi.

Wakil Ketua Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) dari unsur pengusaha utusan Apindo, Adi Machfud Wuhadji, mengatakan Depenas dan Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional (LKS Tripnas) sepakat untuk menggunakan UU No.11 Tahun 2020 dan PP No.36 Tahun 2021 dalam menetapkan upah minimum. “Penetapan upah minimum masih menunggu data dari BPS,” ujarnya.

Mengenai survei KHL tahun 2021 yang dilakukan Apindo di Jakarta, Adi menjelaskan survei itu dilakukan di 4 pasar di Jakarta yaitu pasar Senen, Cipinang, Koja, dan Sukapura. Dengan mengacu 64 jenis KHL sebagaimana Permenaker No.18 Tahun 2020 dihasilkan besaran rata-rata KHL dari 4 pasar tersebut yakni Rp3,6 juta.

“Acuan untuk menetapkan upah minimum tahun 2022 itu bukan lagi berdasarkan KHL,” tegasnya.

Terpisah, Presiden KSPI, Said Iqbal, mengatakan perbedaan besaran hasil survei KHL yang dilakukan KSPI dan Apindo karena ada perhitungan komponen KHL yang berbeda, antara lain untuk komponen sewa kamar, transportasi, dan harga barang di pasar.

Dia menduga Apindo menghitung dengan besaran yang sangat rendah untuk ketiga komponen tersebut. Misalnya, komponen transportasi yang dihitung Apindo yakni ongkos untuk naik angkutan umum seperti Transjakarta. Padahal komponen transportasi yang dihitung KSPI itu untuk naik ojek daring karena pekerja/buruh akan telat sampai tempat kerja jika menggunakan angkutan umum apalagi saat ini masih dalam kondisi pandemi Covid-19.

“Apa beda survei KHL KSPI dan Apindo? Kalau survei Apindo ada 3 komponen/item KHL yang besarannya selalu dibikin kecil yakni sewa rumah, transportasi, dan harga barang di pasar,” ujar Iqbal.

Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah IV Kementerian Dalam Negeri, Zanariah, mengatakan PP No.78 Tahun 2015 sudah tidak digunakan lagi sebagai acuan dalam menetapkan upah minimum karena telah diganti PP No.36 Tahun 2020 tentang Pengupahan. Beberapa perubahan antara lain tidak ada lagi upah minimum sektoral, dan kebijakan upah minimum ditetapkan berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan.

“PP No.36 Tahun 2020 mengatur upah minimum provinsi (UMP) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur dan diumumkan paling lambat 21 November tahun berjalan dan berlaku 1 Januari tahun berikutnya,” kata Zanariah sebagaimana dikutip laman https://bangda.kemendagri.go.id/.

Tags:

Berita Terkait