Alasan Pentingnya Keterwakilan Perempuan di Lembaga Penyelenggara Pemilu
Terbaru

Alasan Pentingnya Keterwakilan Perempuan di Lembaga Penyelenggara Pemilu

Setidaknya ada 3 pasal dalam Konstitusi dan UU Pemilu yang mengamanatkan adanya keterwakilan perempuan sebanyak 30 persen di lembaga penyelenggara pemilu.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Suasana uji kelayakan dan kepatutan yang digelar di ruang rapat Komisi II DPR, Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (14/02/2022). Foto: RES
Suasana uji kelayakan dan kepatutan yang digelar di ruang rapat Komisi II DPR, Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (14/02/2022). Foto: RES

Uji seleksi kelayakan dan kepatutan terhadap sejumlah calon komisioner penyelenggara pemilihan umum (Pemilu) pada Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Periode 2022-2027 tengah berlangsung di Komisi II DPR. Ada sejumlah calon dari kalangan perempuan. Keterwakilan perempuan dalam lembaga penyelenggara pemilu menjadi penting dengan sejumlah alasan.

Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari menekankan pentingnya penyelenggara pemilu yang independen dan jauh dari intervensi politik. Namun, penting pula memastikan keterwakilan perempuan dalam komposisi penyelenggara pemilu. Setidaknya ada tiga alasan penyelenggara pemilu dari kalangan perempuan harus lebih banyak.

Pertama, jumlah pemilih perempuan lebih banyak ketimbang laki-laki. Perbandingan jumlah pemilih laki-laki sebesar 92.802.671 berbanding dengan perempuan sebanyak 92.929.422 pemilih. Pemilih perempuan ternyata lebih banyak selisih 126 ribu dibanding pemilih laki-laki. Untuk membantu hak-hak para pemilih dengan baik, penyelenggara dituntut agar mengerti kebutuhan dan kendala pemilih perempuan.

“Cara kepedulian terhadap pemilih perempuan itu mustahil terpenuhi jika penyelenggara pemilu tidak diisi perempuan secara setara dengan laki-laki,” ujar Feri Amsari, Selasa (15/2/2022).

Kedua, UUD Tahun 1945 menjamin kesempatan yang sama antara perempuan dan laki-laki. Merujuk Pasal 28C ayat (2) UUD 1945 yang menyebutkan, “Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya”. Perempuan semestinya diberikan kesempatan yang sama dalam memperjuangkan hak kolektifnya di KPU ataupun Bawaslu.

Pria yang juga Dosen Hukum Tata Negara (HTN) FH Universitas Andalas itu beralasan tak mungkin penyelenggara pemilu dari kalangan laki-laki dapat memperjuangkan hak pemilih perempuan secara baik karena tidak menjadi bagian dari kelompok kolektif yang sama. Sementara Pasal 28D ayat (3) UUD 1945 menyebutkan, “Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan”.

“Kalau penyelenggara pemilu lebih banyak laki-laki itu mah bukan kesempatan yang sama,” kata dia.

Selanjutnya, Pasal 28H ayat (2) UUD 1945 menyebutkan, “Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”. Dia juga mengingatkan UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu memberikan kekhususan 30 persen perempuan dalam KPU dan Bawaslu.

Ketiga, persoalan etika penyelenggara dapat diperbaiki perempuan. Menurutnya, bila keterwakilan perempuan di KPU dan Bawaslu hanya 1 komisioner, sama halnya mengabaikan Konstitusi dan UU 7/2017. “Terdapat 3 pasal dalam konstitusi yang mendukung penambahan jumlah perempuan di KPU dan Bawaslu. Perempuan lebih baik dalam soal etika dan penyelenggara pemilu. Ayo tingkatkan jumlah perempuan,” ujarnya.

DPR memang memiliki kepentingan politik. Tapi menjadi lebih adil bila kepentingan Konstitusi yang didahulukan yakni keterwakilan perempuan sebesar 30 persen. Baginya, representasi perempuan bakal memastikan kepatuhan kepada Konstitusi, meminimalisir pelanggaran etik dalam penyelenggaraan pemilu.

Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) Netty Prasetyani mendorong keterwakilan perempuan di ranah politik. Sebab, demokrasi proses memberikan kedaulatan di tangan rakyat dengan melibatkan secara substantif kalangan perempuan.

Baginya, upaya mendorong keterwakilan perempuan di ranah politik sebagai langkah strategis yang dapat mendukung peningkatan kualitas demokrasi. Dia menilai kehadiran perempuan dalam politik tak hanya pada konteks ide atau gagasan, melainkan juga kehadiran fisik. Karenanya, keberadaan perempuan dibutuhkan untuk melengkapi formulasi kebijakan dan arah pembangunan demokrasi yang berkualitas.

“Serta pembangunan yang mengedepankan prinsip keadilan dan kesetaraan serta makin mendekatkan pada sasarannya yakni kesejahteraan rakyat sebagaimana diamanatkan oleh Konstitusi,” ujar Wakil Ketua F-PKS di DPR itu.

Sebelumnya, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia mengatakan uji kelayakan dan kepatutan calon komisioner KPU dan Bawaslu periode 2022-2027 digelar sejak Senin (14/2/2022) dan Selasa (15/2/2022). Ada 24 calon yang mengikuti uji kepatutan dan kelayakan. Rinciannya, 14 calon anggota KPU terdiri dari 10 laki-laki dan 4 perempuan. Sementara terdapat 10 calon anggota Bawaslu terdiri dari 7 laki-laki dan 3 perempuan.

Tags:

Berita Terkait