Alasan Pemerintah RKUHP dan RUU Pemasyarakatan Tak Masuk Prolegnas 2021
Berita

Alasan Pemerintah RKUHP dan RUU Pemasyarakatan Tak Masuk Prolegnas 2021

Pertimbangan tidak memasukan RUU Pemasyarakatan, pemerintah bakal fokus Revisi UU 35/2009 tentang Narkotika. Sebab, penghuni Lapas 50 persen mayoritas terpidana kasus narkotika. Selain RUU lain yang berat-berat.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

Pemerintah tak memasukan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), Revisi UU 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021. Sejumlah kalangan anggota dewan mempertanyakan sikap pemerintah. Padahal, RKUHP dan RUU Pemasyarakatan telah memasuki tahap akhir untuk diambil keputusan di tahap paripurna.

Anggota Badan Legislasi (Baleg) Firman Subagyo mengakui agar penyusunan RUU yang masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas 2021 adalah RUU yang tidak mengundang sensitivitas publik. Terlebih, situasi negara dalam kondisi memanas. Tapi, soal tak masuknya RKUHP dan RUU Pemasyarakatan dalam Prolegnas Prioritas 2021, pemerintah semestinya memberi penjelasan karena DPR telah menyelesaikan tugasnya.

“Supaya masyarakat tahu alasannnya,” ujar Firman Subagyo dalam rapat kerja dengan pemerintah dalam penyusunan Prolegnas Prioritas 2021, Senin (23/11/2020). (Baca Juga: Pemerintah Usulkan Tiga RUU Prolegnas Prioritas 2021)

Anggota Baleg Ahmad Syafii menyesalkan sikap pemerintah yang tak memasukan RKUHP ataupun RUU Pemasyarakatan dalam Prolegnas Prioritas 2021. Dia mengaku telah berkeliling ke sejumlah daerah dalam kunjungan kerja, hampir semua aparat penegak hukum kewalahan tentang kondisi Lembaga Pemasyarakatan. Setelah ditelisik, persoalan over kapasitas Lapas atau Rutan karena tak ada pilihan hukuman lain, kecuali pemenjaraan.

“Ternyata peluang mengurangi penghuni Lapas itu ada di RKUHP. Bagaimana menangani Lapas itu ada di RUU Pemasyarakatan. Sangat luar biasa memasukan RUU itu ke dalam prolegnas dan tentu argumentatif lagi ketika menempatkannya di prioritas,” ujarnya.

Tapi, kata pria yang biasa disapa Romo itu, pemerintah malah tak memasukkan dalam daftar Prolegnas Prioritas 2021. Apalagi, RKUHP dan RUU Pemasyarakatan sudah di ujung tahapan untuk disetujui dan disahkan dalam rapat paripurna. Kepentingan para pemangku kepentingan tergambar saat dimasukannya dalam daftar Prolegnas Prioritas 2020 lalu melalui RUU carry over. Namun dalam perkembangannya nasib kedua RUU itu terhenti.

“Semua pihak menginginkan RKUHP dan RUU Pemasyarakatan diselesaikan. Kalau RKUHP dan RUU Pemasyarakatan tidak selesai, sangat lemah argumentasi dibangun kalau tidak mau menyelesaikan,” ujar anggota Komisi III dari Frasi Gerindra itu.

Berbeda dengan Firman dan Romo, anggota Baleg dari Fraksi Nasional Demokrat, Taufik Basari menilai RKUHP dan RUU Pemasyarakatan berstatus carry over. Namun, bila terdapat usulan RUU lain dari pemerintah, mengingat RKUHP dan RUU Pemasyarakatan sempat menuai penundaan pengambilan keputusan, ada baiknya ditunda terlebih dahulu.

Dengan begitu, RKUHP dan RUU Pemasyarakatan sebaiknya tak masuk dulu dalam daftar Prolegnas Prioritas 2021. Namun sepanjang 2021, pemerintah mesti melakukan dialog dan menyerap aspirasi publik terkait dua RUU tersebut. “Ini jadi hikmah dan gunakan waktu yang ada sebagai sarana melakukan komunikasi. Tentunya pemerintah terdepan, karena kuncinya supaya kerja-kerja legislasi mendapat dukungan publik,” harapnya.

Ketua Badan Legislasi (Baleg) Supratman Andi Agtas memahami pemerintah yang tak memasukan RKUHP dan RUU Pemasyarakatan dalam daftar Prolegnas Prioritas 2021. Sebab, RKUHP dan RUU Pemasyarakatan berstatus carry over. Dengan begitu, nantinya kedua RUU tersebut dapat dilanjutkan ketika pemerintah sudah siap kembali melakukan pembahasan. Namun terlebih dahulu dimasukan ke daftar prolegnas prioritas melalui evaluasi.

“Ini malah bagus kalau daftar prolegnas kita tidak numpuk. Pemerintah lebih mengetahui bila tiga atau enam bulan tidak bisa dibahas. Mending begitu kalau tidak bisa kita drop dulu, kan ada evaluasi,” ujarnya.

Melalui UU No.15 tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan memungkinkan mengevaluasi tahapan pembahasan sebuah RUU. Pemerintah, DPR dan DPD pun dapat mengurangi maupun menambah RUU dalam daftar prolegnas prioritas tahunan.

Menanggapi sejumlah pertanyaan dari anggota Baleg, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly sependapat dengan pandangan Ketua Baleg. Menurutnya, RKUHP dan RUU Pemasyarakatan berstatus carry over. Artinya dapat dengan mudah masuk kembali ke dalam daftar Prolegnas prioritas sepanjang adanya evaluasi per enam bulan.

Namun begitu, bagi pemerintah, waktu yang ada bakal digunakan untuk mensosialisasikan terlebih dahulu RKUHP ataupun RUU Pemasyarakatan ke publik. Pertimbangan tidak memasukan RUU Pemasyarakatan, pemerintah bakal fokus terhadap Revisi UU 35/2009 tentang Narkotika. Sebab, penghuni Lapas 50 persen mayoritas terpidana kasus narkotika.

“Dengan adanya hukuman alternatif, konsep restorative justice akan sangat menolong mengatasi over kapasitas. Kita sepakat dengan komisi III, tinggal sedikit penjelasan ke masyarakat. Hanya kita memang belakangan fokus RUU yang berat-berat. Namun, memang RKUHP dan RUU lapas tinggal sedikit buat memberi penjelasan,” katanya.

Tags:

Berita Terkait