Alasan Pelestarian Budaya, Pasal Kretek Masuk RUU Kebudayaan
Utama

Alasan Pelestarian Budaya, Pasal Kretek Masuk RUU Kebudayaan

Masih sebatas usulan. Komisi X DPR diharapkan membahas dengan mempertimbangkan berbagai aspek terkait pasal kretek.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi perokok. Foto: Sgp
Ilustrasi perokok. Foto: Sgp

Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertembakauan tak juga kunjung rampung. Hal ini disebabkan masih terjadinya perdebatan yang belum menemui titik temu. Belakangan, pasal yang mengatur pelestarian kretek masuk dalam RUU Kebudayaan. Alasannya, kretek masuk dalam perlindungan sejarah dan warisan budaya, melalui kretek tradisional.

“Poin ini (rokok kretek) kan mengemuka sudah lama, tapi kita belum bertemu lagi dengan fraksi.‎ Besok mau dibahas lagi melalui Baleg DPR, kan lagi ribut soal pertembakauan,” ujar anggota Komisi X Krisna Mukti di Gedung DPR, Senin (28/9).

Meski masih dalam pembahasan di Badan Legislasi dan belum mendapat persetujuan masuknya pasal kretek, namun terjadi banyak penolakan. Tak saja dari kalangan pegiat kesehatan, sebagian anggota dewan pun menunjukan ketidaksetujuannya. Krisna berpandangan rokok kretek menjad bagian industri budaya yang mesti dilestarikan.

Pasalnya, rokok kretek belakangan terpinggirkan dengan keberadaan industri rokok putih, filter dan lainnya. Ia berpandangan banyaknya budayawan yang berpikir negatif lantaran khawatir masuknya pasal kretek dapat bergerak bebas memasarkan produk rokok kretek. “Mereka takutnya perusahaan rokok jadi leluasa lebih bergerak,” katanya.

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menampik sejumlah pandangan miring terkait masuknya pasal kretek di dalam RUU Kebudayaan. Menurutnya, urgensi masuknya pasal kretek bukan pada persoalan kebudayaannya. Tetapi, lebih ke pengelolaan budaya.

“Karena budaya kan agak susah dikelola. Nah, ini lebih kepada pengelolaan kebudayaan dan industri tersebut. Kalau sudah jadi UU yang sah kan ada dana dari APBN untuk mengatur menjalankan industri kebudayaan ini lebih signifikan lagi. Kalau ini kan belum diatur dalam UU,” imbuhnya.

Anggota Baleg Ruhut Sitompul menegaskan, masuknya pasal kretek dalam RUU Kebudayaan belum resmi. Pasalnya, masih dalam pembahasan di tingkat Baleg, yakni tahap harmonisasi dengan UU lainnya. Ruhut menilai masuknya pasal kretek menjadi kekhawatiran sebagian kalangan berkepentingan seperti pihak asing yang menggerus keberadaan rokok kretek.

Anggota Komisi III itu secara pribadi menyetujui masuknya pasal kretek dalam RUU Kebudayaan. Pasalnya, rokok kretek menjadi warisan budaya nenek moyang Indonesia. Makanya dengan masuknya pasal kretek sebagai bentuk penghormatan terhadap budaya Indonesia.

“Kita hormati budaya kita‎. Dari batik sampai kretek adalah budaya kita‎,” ujarnya.

Politisi Partai Demokrat itu berpandangan, pihak asing sedang berupaya memainkan perannya dengan menguasai pasar tembakau di Indonesia. Caranya, dengan menguasai pasar tembakau dengan memasarkan produk rokok putih. Dalam kondisi seperti itulah menurut Ruhut industri rokok kretek beserta tenaga kerjanya layak dilindungi dari ‘ancaman serangan’ pihak asing.

”Kepentingan rakyat harus diutamakan, dalam hal ini petani tembakau dan pengrajin tembakau” katanya.

Dalam pasal 37 RUU Kebudayaan, kretek masuk dalam perlindungan sejarah dan warisan budaya. Sedangkan dalam Pasal 49 menyebutkan, Penghargaan, pengakuan, dan/atau pelindungan Sejarah dan Warisan Budaya melaluikretek tradisionalsebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf l diwujudkan dengan: a. inventarisasi dan dokumentasi;b. fasilitasi pengembangan kretek tradisional;c. sosialisasi,publikasi, danpromosi kretek tradisional;d. festival kretek tradisional; dane. pelindungan kretek tradisional”.

Berbeda dengan Krisna dan Ruhut, anggota Baleg Dossy Iskandar menunjukan ketidaksetujuannya dengan memasukan pasal kretek ke dalam RUU Kebudayaan. Ia berpandangan meski masuk dalam RUU Kebudayaan, toh pasal kretek masih sebatas wacana.

“Itu baru wacana, hasil dialog Baleg dengan pihak pengusul dalam hal ini Komisi X DPR,” ujarnya.

Anggota Komisi III itu lebih lanjut mengaku tidak mengetahui persis perihal siapa yang mengusulkan pasal tersebut masuk dalam RUU Kebudayaan. Namun kala itu Wakil Ketua Komisi X Sohibul Iman menegaskan pasal kretek tidak masuk dalam RUU Kebudayaan saat pembahasan di komisi. Namun belakangan justru muncul di Baleg.

“Namun muncul dalam perdebatan di forum Baleg dengan pengusul pada sekitar bulan kemari,” katanya.

Politisi Partai Nasdem itu berharap komisi X melakukan pembahasan secara serius dengan mempertimbangkan berbagai kepentingan. Misalnya aspek kesehatan. Meski tidak terlampau menyetujui, namun ia menghargai usulan Komisi X untuk kemudian dilakukan pembahasan dengan mempertimbangkan berbagai aspek.

“‎Industri kretek sekarang mulai dibatasi . Kalau perlu rakyat Indonesia jangan merokok, rokoknya diekspor saja,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait