Alasan Masa Penahanan di UU Anti Terorisme Membengkak Hingga 60 Persen
Utama

Alasan Masa Penahanan di UU Anti Terorisme Membengkak Hingga 60 Persen

Jangka waktu penahanan terbilang cukup fantastis, yakni selama 290 hari. Bahkan dalam draft awal RUU Anti Terorisme ini dianggarkan jangka waktu penahanan hingga 450 hari.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit

 

“Nah yang paling sulit adalah ketika proses pencarian alat bukti itu terkait dengan instansi lain, misalnya dengan imigrasi, interpol, lembaga antiteror internasional, mereka kesulitan di situ dan kesulitan juga soal teknologi,” jelas Andri kepada Hukumonline, Rabu (29/5).

 

Ada satu agenda besar antara penegak hukum agar jaringan ini bisa terungkap, artinya akan ada pertukaran data, informasi, profiling dan sebagainya, lanjut Andri. Bahkan Amerika saja tidak punya batas waktu untuk itu.

 

(Baca Juga: Kompensasi Korban Terorisme Masih Jadi Figuran dalam Revisi UU Anti Terorisme)

 

Spesifiknya, kata Andri, dalam pencarian alat bukti tidak mudah juga mengetahui dari mana mereka mendapatkan bahan peledak, siapa yang mendanai. Karena pada intinya, lanjut Andri, penegak hukum tidak hanya sekadar ingin menyelesaikan kasus terorisme ini, melainkan mampu untuk mengungkap jaringan terorismenya yang itu jelas memakan waktu. Bilamana masa penahanan tidak diperpanjang, bisa juga mengakibatkan berkas menjadi tidak lengkap, lemah dan akhirnya tidak bisa dibawa ke pengadilan.

 

“Sama jaksa pasti dibalikin itu berkas, itu pertimbangannya kenapa kita harus perpanjang. Nah itu kan harus tetap makes sense, makanya dalam aturan baru ini penyidik harus ijin ke penuntut umum, kalo penuntut umum harus ijin ke ketua PN,” jelas Andri.

 

Sebelumnya, Managing editor D-Inside, Amal Ihsan mengingatkan memang persoalan terorisme merupakan persoalan yang serius dan harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Ibaratkan menangkap beberapa ekor ikan, kata Amal, aparat keamanan harus mampu menangkap ikan-ikan tersebut tanpa mematikan ikan-ikan yang lain serta tidak mengeruhkan kolamnya. “Ini bukan Pekerjaan yang mudah,” tandasnya.

 

Tim Pengawasan DPR

Terkait dengan kekhawatiran akan terjadinya pelanggaran HAM dalam rentang waktu panjangnya masa penahanan, maka yang harus dilakukan menurut Andri adalah penguatan dari sisi pengawasan.

 

Untuk pengaduan misalnya, papar Andri, siapapun advokat yang mendampingi pelaku, terduga atau tersangka terorisme dapat melaporkan ke tim pengawas ketika ada hal-hal yang melampaui waktu atau tidak sesuai dengan prosedur yang dilakukan oleh penegak hukum.

 

“Pertama harus dibangun lembaganya, jadi tim pengawas dari DPR harus dibikin dulu, trus dibikin juga mekanisme pengawasannya seperti apa dan bagaimana mekanismenya agar masyarakat bisa terlibat dalam pengawasan tersebut,” jabar Andri.

 

Tags:

Berita Terkait