Alasan Konstitusi Tidak Menyebut Eksplisit Sistem Pemerintahan Presidensial
Terbaru

Alasan Konstitusi Tidak Menyebut Eksplisit Sistem Pemerintahan Presidensial

Karena sistem pemerintahan merupakan istilah yang dikenal dalam dunia ilmu pengetahuan.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Prof. Susi Dwi Harijanti (kanan)  dalam diskusi bertajuk 'Presidensialisme dan Kuasa Oligarki', Senin (7/3/2022). Foto: Ady
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Prof. Susi Dwi Harijanti (kanan) dalam diskusi bertajuk 'Presidensialisme dan Kuasa Oligarki', Senin (7/3/2022). Foto: Ady

UUD NKRI Tahun 1945 tidak gamblang menyebut sistem pemerintahan yang dianut Indonesia adalah presidensial. Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Prof. Susi Dwi Harijanti, mengutip tulisan Prof Bagir Manan yang menyebut hal tersebut menunjukan “berdasarkan hukum” atau “berdasarkan UUD” suatu objek tidak diatur secara expressis verbis, tapi memiliki dasar hukum dalam peraturan yang bersangkutan.

Susi melihat praktiknya dalam konstitusi di banyak negara selain Indonesia, tidak tercantum pasal yang mengatur apa sistem pemerintahan mereka. Sistem pemerintahan yang umum digunakan saat ini adalah presidensial, parlementer, atau hybrid. Pandangan ahli yang menyebut suatu negara menggunakan sistem pemerintahan tertentu merupakan bacaan terhadap pasal dalam UUD, kemudian dikaitkan dengan teori atau konsep.

“Hal ini dikarenakan sistem pemerintahan merupakan istilah yang dikenal dalam dunia ilmu pengetahuan,” kata Prof Susi dalam diskusi bertema “Presidensialisme dan Kuasa Oligarki”, Senin (7/3/2022).

Susi menjelaskan UUD NRI Tahun 1945 arahnya lebih pada dominasi kekuasaan eksekutif (executive heavy). Bentuk pemerintahan presidensialisme dapat dilihat setidaknya pada 4 ketentuan dalam UUD Tahun 1945. Pertama, Pasal 4 ayat (1) yang memandatkan Presiden memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD.

Baca:

Kedua, Pasal 17 ayat (1) mengatur Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara. Menurut Susi ketentuan itu menjelaskan hubungan antara Presiden dan para menterinya tidak bersifat kolegial. Menteri ditunjuk oleh Presiden bukan sebagai perwakilan partai politik.

Ketiga, Pasal 17 ayat (2) mengamanatkan menteri-menteri diangkat dan diberhentikan Presiden. Aturan itu menjelaskan menteri menjalankan tugas dan wewenang sebagai “departemen”-nya Presiden.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait