Alasan Hukum Mengapa Uang Kertas Rupiah Tak Boleh Dilipat dan Diremas
Berita

Alasan Hukum Mengapa Uang Kertas Rupiah Tak Boleh Dilipat dan Diremas

Ada sanksi bagi setiap orang yang merusak, memotong, menghancurkan, dan/atau mengubah Rupiah dengan maksud merendahkan kehormatan Rupiah sebagai simbol negara.

M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES

Bank Indonesia (BI) mengimbau masyarakat untuk senantiasa menjaga dan merawat uang Rupiah dengan baik agar uang Rupiah layak edar di masyarakat. Uang yang layak edar, menurut BI, akan memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mengenali keaslian uang rupiah.

 

“Untuk itu, masyarakat agar senantiasa menjaga dan merawat rupiah dengan baik melalui metode 5 Jangan: Jangan Dilipat, Jangan Dicoret, Jangan Distapler, Jangan Diremas, dan Jangan Dibasahi,” imbau BI sebagaimana siaran pers Departemen Komunikasi BI, Senin (12/11).

 

Terkait adanya informasi yang beredar di masyarakat mengenai uang Rupiah asli dalam kondisi distempel maupun dicoret, Departemen Komunikasi BI menegaskan, uang Rupiah tersebut tergolong dalam uang Rupiah yang tidak layak edar, namun masih berlaku sebagai alat transaksi pembayaran.

 

“Bagi masyarakat yang menerima uang Rupiah asli dalam kondisi tersebut, dapat menukarkannya ke Bank Indonesia atau Bank Umum terdekat,” jelas Departemen Komunikasi BI.

 

(Baca Juga: Tips dari Polisi Agar Terhindar dari Pembobolan ATM Jika Kartu 'Tertelan')

 

BI mengingatkan, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, setiap orang dilarang untuk merusak, memotong, menghancurkan, dan/atau mengubah Rupiah dengan maksud merendahkan kehormatan Rupiah sebagai simbol negara. Ada sanksi atas pelanggaran ketentuan tersebut.

 

UU Mata Uang

Pasal 25:

  1. Setiap orang dilarang merusak, memotong, menghancurkan, dan/ atau mengubah Rupiah dengan maksud merendahkan kehormatan Rupiah sebagai simbol negara.  

Pasal 35:

  1. Setiap orang yang dengan sengaja merusak, memo tong, menghancurkan, dan/atau mengubah Rupiah dengan maksud merendahkan kehormatan Rupiah sebagai simbol negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

 

Sementara untuk memastikan mengenai keaslian uang Rupiah kertas, salah satu cara yang mudah untuk dilakukan adalah dengan metode 3D (dilihat, diraba, diterawang). “Baik metode 3D maupun metode lain untuk mengenali keaslian uang, seperti menggunakan alat bantu berupa lampu UV dan kaca pembesar, memerlukan fisik uang kertas secara langsung dan tidak dapat dilakukan hanya melalui foto atau gambar,” tegas BI.

 

(Baca Juga: Ini Sanksi Bagi Penjual yang Menolak Pembayaran Pakai Uang Receh)

 

Sebagai lembaga yang berwenang mengeluarkan dan mengedarkan uang Rupiah, Bank Indonesia telah menyediakan informasi mengenai ciri-ciri keaslian uang Rupiah yang dapat diakses secara bebas melalui website Bank Indonesia.

 

“Apabila masyarakat menemukan indikasi adanya pemalsuan terhadap uang Rupiah, masyarakat dapat mendatangi Kantor Bank Indonesia terdekat untuk memastikan keaslian uang Rupiah,” tegas Departemen Komunikasi BI dalam siaran pers itu.

 

Sekadar catatan, UU Mata Uang juga mencantumkan ancaman bagi pelaku pemalsu dan pengedar mata uang Rupiah palsu.

 

UU Mata Uang

Pasal 36:

  1. Setiap orang yang memalsu Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
  2. Setiap orang yang menyimpan secara fisik dengan cara apa pun yang diketahuinya merupakan Rupiah Palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
  3. Setiap orang yang mengedarkan dan/atau membelanjakan Rupiah yang diketahuinya merupakan Rupiah Palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
  4. Setiap orang yang membawa atau memasukkan Rupiah Palsu ke dalam dan/atau ke luar Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana. dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
  5. Setiap orang yang mengimpor atau mengekspor Rupiah Palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama seumur hidup dan pidana denda paling banyak Rp.100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

Pasal 37:

  1. Setiap orang yang memproduksi, menjual, membeli, mengimpor, mengekspor, menyimpan, dan/ atau mendistribusikan mesin, peralatan, alat cetak, pelat cetak atau alat lain yang digunakan atau dimaksudkan untuk membuat Rupiah Palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama seumur hidup dan pidana denda paling banyak Rp.100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
  2. Setiap orang yang memproduksi, menjual, membeli, mengimpor, mengekspor, menyimpan, dan/ atau mendistribusikan bahan baku Rupiah yang digunakan atau dimaksudkan untuk membuat Rupiah Palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama seumur hidup, dan pidana denda paling banyak Rp.100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

 

Terkait uang palsu, sebelumnya Kepala Subdit Uang Palsu Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri, Kombes Pol Wisnu Hermawan, mengatakan bahwa daerah Jabodetabek menjadi wilayah dengan temuan uang palsu paling banyak beredar di masyarakat.

 

Setelah Jabodetabek, di urutan kedua yakni Jawa Timur. Selanjutnya Jawa Barat dan Jawa Tengah. Sementara di luar Pulau Jawa, uang palsu terbanyak beredar di Lampung, Sumatera Utara dan Bali.

 

"Temuan upal (uang palsu -red) banyak beredar di Jabodetabek, kemudian Jatim, Jabar, Jateng," kata Kombes Wisnu Hermawan seperti dilansir Antara di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (16/3) lalu.

 

(Baca Juga:  Kisah Pembatasan Transaksi Tunai dalam Hukum Indonesia)

 

Wisnu mengatakan, pada 2014, temuan penyebaran uang palsu tertinggi di Jakarta. Pada 2015 di Jatim. Selanjutnya pada 2016, penyebaran uang palsu terbanyak di DKI Jakarta dan Banten. Pada 2017 di Jatim. "Pelaku pembuat dan pengedar upal dari daerah Jawa," katanya.

 

Selama tahun 2018, penyidik Bareskrim telah membekuk tiga sindikat pembuat dan pengedar uang palsu. Mereka adalah sindikat Jawa Timur, Jawa Barat dan DKI Jakarta.

 

Sementara, Kepala Divisi Penanggulangan Uang Palsu Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia, Asral Mashuri mengatakan, saat ini rata-rata ada delapan lembar uang palsu yang ditemukan diantara satu juta lembar uang asli yang beredar di masyarakat Indonesia.

 

Menurut Asral, hal ini lebih rendah dibanding uang palsu yang beredar di negara tetangga, Malaysia, Thailand dan Vietnam. "Di tiga negara tersebut, mencapai belasan uang palsu yang ditemukan per satu juta uang asli yang beredar," kata Asral. (ANT)

 

Tags:

Berita Terkait