Alasan DPR Tak Loloskan 4 CHA
Berita

Alasan DPR Tak Loloskan 4 CHA

Keputusan DPR dipandang belum sesuai dengan harapan meningkatkan kinerja MA melalui pemenuhan kebutuhan hakim agung yang kurang dibandingkan dengan jumlah perkara yang harus ditangani

Rofiq Hidayat/Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Salah satu calon hakim agung saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan di depan sejumlah anggota Komisi III DPR. Foto: RES
Salah satu calon hakim agung saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan di depan sejumlah anggota Komisi III DPR. Foto: RES

“Komisi III menolak seluruhnya….”. Kalimat Ketua Komisi III DPR Kahar Muzakir dalam rapat pleno usai seleksi calon hakim agung (CHA) mematahkan semangat keempat CHA yang telah menjalani uji kepatutan dan kelayakan di DPR, Selasa (21/5) kemarin. Keputusan menolak diambil setelah 7 fraksi memberi penilaian seragam dengan menolak seluruhnya. Sementara tiga fraksi lainnya ada yang menerima 1 calon, ada pula semua calon.

 

Keempat CHA yang ditolak DPR itu adalah Ridwan Mansyur (Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Bangka Belitung); Matheus Samiaji (Hakim Tinggi Pengadian Tinggi Sulawesi Tengah); Cholidul Azhar (Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Agama Sulawesi Selatan), dan Sartono (Wakil Ketua III Pengadilan Pajak). Ridwan Mansyur dan Matheus Samiaji seleksi untuk kamar perdata. Sementara Cholidul Azhar untuk kamar agama dan Sartono untuk  kamar tata usaha negara (TUN)

 

Wakil Ketua Komisi III DPR, Erma Suryani Ranik menerangkan penolakan atau tidak meluluskan keempat CHA lantaran berdasarkan rapat pleno, setidaknya 7 fraksi partai yang terdapat dalam Komisi III memberi penilaian menolak semua CHA. Ketujuh fraksi partai itu adalah Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP), Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP), F-PAN, F-PKS, F-Demokrat, F-Nasdem, F-Gerindra. Sementara F-PKB menerima semua calon. Sedangkan F-Golkar dan F-Hanura masing-masing menerima 1 calon dari 4 calon yang diusulkan.

 

Alasan mendasar Komisi III menolak seluruh calon, karena semuanya dipandang tidak memenuhi persyaratan untuk dapat menjadi hakim agung. Selain harus memiliki kepandaian menangani setiap perkara, juga berlaku adil terhadap para pihak. Begitu pula dengan rekam jejak yang baik menjadi bagian catatan bagi Komisi III dalam memberikan penilaian.

 

Erma yang berlatar belakang advokat itu mengambil contoh. Menurutnya terdapat salah seorang calon yang menjalani uji kepatutan dan kelayakan, memberi hukuman dalam perkara pidana pemerkosaan terhadap anak kandung. Calon hakim tersebut menghukum pidana 10 tahun. “Beliau (calon hakim agung) menyatakan orang itu hanya 'memakan' anaknya,” ujarnya.

 

Bagi politisi partai Demokrat itu, frasa “memakan” tidaklah pantas dalam perkara asusila berupa pemerkosaan terhadap anak kandung. Bukan pula perkara “makan dan minum”. Namun bagi fraksi partainya, kasus pelecehan dan pemerkosaan menjadi persoalan penting. Sebab, pelaku pemerkosaan merupakan predator kekerasan seksual terhadap anak. “Nah itu menjadi konsern bagi Demokrat, dan partai lainnya,” lanjutnya.

 

Seraya kecewa terhadap penampilan keempat calon saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan, Komisi III DPR meminta Komisi Yudisial (KY) mengirimkan CHA kembali yang memiliki kredibilitas dan integritas bagus. “Nantinya komisi III dapat yakin memberikan penilaian dan meloloskan para calon hakim agung.” Baca Juga: KY Usulkan Empat Calon Hakim Agung ke DPR

 

Terpisah, Ketua Bidang Rekrutmen Hakim KY Aidul Fitriciada Azhar mengatakan lembaganya menghormati wewenang DPR dengan keputusan menolak usulan empat CHA. Tentunya, setelah melakukan uji kelayakan dan kepatutan yang digelar sejak Senin (20/5) dan Selasa (21/5) kemarin. “KY menghormati wewenang DPR yang menolak usulan CHA tersebut berdasarkan uji kelayakan dan kepatutan,” ujarnya dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (22/5/2019).

 

Meski begitu, keputusan DPR dipandang belum sesuai dengan harapan untuk meningkatkan kinerja Mahkamah Agung (MA) melalui kebutuhan hakim agung. Pemenuhan kebutuhan hakim agung masih kurang dibandingkan dengan jumlah perkara yang harus ditangani di MA. Menurutnya, khusus penolakan terhadap CHA dalam bidang hukum pajak akan mempengaruhi pemeriksaan sengketa pajak. Mengingat hakim agung yang memiliki kompetensi dalam bidang hukum pajak sangat kurang.

 

“Sehingga diperlukan perhatian khusus untuk menyediakan kekurangan hakim agung dalam bidang pajak, termasuk perhatian DPR. DPR semestinya melihat lebih dalam kebutuhan MA terhadap personil hakim agung,” kata Aidul.

 

Namun pada selesi CHA selanjutnya, KY tetap berkomitmen untuk mengutamakan aspek kapasitas (kualitas) dan integritas sebagai standar penting. Karena itu, KY akan terus menjalin komunikasi yang intens dengan DPR terkait CHA yang diusulkan. Selanjutnya, KY juga telah menerima surat dari MA yang meminta KY untuk kembali membuka seleksi CHA dan calon hakim ad hoc tipikor dan hubungan industrial.

 

“KY segera akan melakukan seleksi tersebut untuk mengganti hakim agung yang telah purnabakti dan meninggal dunia,” katanya.

Tags:

Berita Terkait