Alasan Belum Capai Kuorum, DPR Tunda Persetujuan RUU Pilkada
Terbaru

Alasan Belum Capai Kuorum, DPR Tunda Persetujuan RUU Pilkada

Bakal kembali digelar rapat pimpinan dan Bamus DPR.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Rapat paripurna DPR.  Foto: RES
Rapat paripurna DPR. Foto: RES

Ribuan massa merangsek di depan Gedung DPR agar membatalkan para anggota dewan yang sedang menggelar rapat paripurna pengambilan keputusan persetujuan atas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat atas UU No.1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu No.1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi UU.

Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad beralibi menunda pengambilan keputusan persetujuan RUU Pilkada menjadi UU dikarenakan tidak kuorumnya anggota dewan dalam rapat paripurna. Mengacu Pasal 281 ayat (3) Peraturan DPR No.1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib mengatur penundaan pembukaan rapat sebagaimana dimaksud ayat (2) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 30 menit.

“Apakah dapat disetujui? Setuju,” kata Dasco meminta persetujuan untuk menunda rapat kepada anggota DPR yang hadir dalam rapat paripurna DPR, Kamis (22/08/2024).

Dasco mencatat jumlah anggota DPR yang hadir secara fisik sekitar 89 orang dan 87 izin tak dapat hadir langsung. Mengingat belum mencapai kuorum karena kurang dari 50 persen ditambah 1 dari jumlah anggota DPR sebanyak 575 orang, persidangan paripurna hari ini ditunda.

Baca juga:

Perwakilan dari seluruh fraksi juga tidak hadir. Dia menilai perlu segera digelar kembali   rapat pimpinan dan Badan Musyawarah (Bamus) DPR. Prinsipnya menurut Dasco DPR mengikuti tata tertib sebagaimana dalam Peraturan DPR 1/2020.

“Maka hari ini pengesahan (RUU Pilkada,-red) tidak dapat dilaksanakan,” ujarnya kepada awak media.

Politisi partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) itu belum dapat memastikan kapan rapat pimpinan dan Bamus DPR akan diselenggarakan. Soal banyaknya demonstrasi, termasuk di depan Gedung Parlemen yang menolak pengesahan RUU Pilkada, menurutnya DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat akan melihat aspirasi rakyat.

Wakil Ketua Komisi III Habiburokhman sempat menemui para demonstrasi di depan Gedung DPR namun tak berlangsung lama bersama Ketua Baleg Wihadi Wiyanto. Dia menaikin podium. Namun lantaran keriuhan para demonstran, Habiburokhman akhirnya masuk kembali ke Gedung DPR.

“Kami terbuka menemui perwakilan mahasiswa dan buruh untuk menyampaikan aspirasi ke dalam,” ujarnya didampingi aparat kepolisian.

Dia menegaskan belum adanya pengesahan RUU Pilkada menjadi UU. Menurutnya resminya sebuah RUU menjadi UU ditandai dengan persetujuan dalam rapat paripurna. Sebaliknya, sepanjang tidak adanya pengambilan keputusan dalam rapat paripurna maka belum adanya UU Pilkada yang baru.

“Tapi tadi tidak kuorum maka tidak ada pengesahan (RUU Pilkada menjadi UU, red),” ujarnya.

Sebelumnya, Panja RUU Pilkada menyepakati sejumlah substansi RUU Pilkada. Antara lain Pasal 7 ayat (2) huruf e UU 10/2016 mengatur batas usia paling rendah 30 tahun untuk Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur serta 25 tahun untuk Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota ditafsirkan sesuai putusan MA No.23 P/HUM/2024. Sehingga syarat batas usia calon kepala daerah itu “terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih”.

Mayoritas fraksi dalam rapat Panja RUU Pilkada sepakat memilih syarat usia calon kepala daerah sebagaimana putusan MA No.23 P/HUM/2024. Hanya fraksi PDIP yang memilih putusan MK No.70/PUU-XXII/2024 sebagai acuan syarat usia calon kepala daerah dalam RUU Pilkada.

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Achmad Baidowi, mengatakan putusan MA lebih jelas dan detail mengatur ketentuan tentang syarat usia pencalonan kepala daerah. Sementara putusan MK hanya menolak seluruh permohonan. Semua yang disampaikan anggota Baleg DPR terkait 2 putusan itu menurut Baidowi secara logika sudah benar, tapi ada norma hukum yang harus dirujuk.

“Mayoritas fraksi merujuk pada putusan MA, DPD juga begitu, pemerintah menyesuaikan (setuju dengan Baleg,red),” kata politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu dalam memimpin rapat Panja RUU Pilkada, Rabu (21/08/2024) kemarin.

Kemudian soal ambang batas pencalonan kepala daerah sebagaimana diatur Pasal 40 RUU Pilkada. Baidowi mengklaim RUU Pilkada yang disepakati Panja itu telah mengakomodasi putusan MK No.60/PUU-XXII/2024 yang membuka peluang partai politik non parlemen bisa mengajukan calon kepala daerah.

Tapi, Putra Nababan, anggota Baleg dari Fraksi PDIP menilai ketentuan itu belum mengadopsi sepenuhnya putusan MK karena masih memuat ketentuan yang dinyatakan inkonstitusional yakni masih mencantumkan persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilu DPRD di daerah yang bersangkutan.

“Masih mencantumkan ketentuan inkonstitusional,” protes Putra.

Sikap mayoritas fraksi dalam Panja RUU Pilkada yang lebih memilih Putusan MA ketimbang MK soal syarat usia pencalonan kepala daerah diprotes kalangan masyarakat sipil. Sejumlah elemen melakukan demonstrasi seperti di depan gedung MPR/DPR mengusung isu Tolak RUU Pilkada.

Sebagaimana diketahui, gerakan masyarakat menolak RUU Pilkada yang dilakukan oleh DPR terus berlangsung di sejumlah kota. Selain di Jakarta, juga terjadi di Yogyakarta, Semarang dan Bandung. Penolakan terhadap RUU Pilkada lantaran DPR yang beralibi menindaklanjuti putusan MK No.60/PUU-XXII/2024 dan putusan MK No.70/PUU-XXII/2024 dianggap sebagai pembangkangan terhadap konstitusi.

Tags:

Berita Terkait