Alasan Bank Indonesia Belum Mengeluarkan Mata Uang Digital
Terbaru

Alasan Bank Indonesia Belum Mengeluarkan Mata Uang Digital

Pengamat menilai BI butuh kerangka hukum bila hendak mengeluarkan mata uang digital.

M. Agus Yozami
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Berkembang pesatnya teknologi mendorong segalanya menjadi serba digital, termasuk alat pembayaran. Namun, hingga kini Bank Indonesia (BI) belum mengeleurkan mata uang digital karena berisiko menghancurkan keseluruhan sistem perbankan yang telah ada di dalam negeri.  

“Kalau sebuah bank sentral mengeluarkan CBDC (Central Bank Digital Currency) secara salah desain, dia akan menghancurkan semua bank,” kata Erwin Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Erwin Haryono, seperti dikutip dari Antara.

Menurut Erwin, teknologi sebetulnya sudah memungkinkan BI mengeluarkan mata uang digital seperti crypto currency. Namun, apabila uang digital BI dapat dipergunakan langsung oleh masyarakat, perbankan komersial berpotensi tidak lagi dibutuhkan masyarakat. “Sistem perbankan akan hancur,” tambah Erwin.

Namun demikian, kalau ke depan arus digitalisasi menguat maka bank sentral akan menyesuaikan dengan mengeluarkan uang digital. Saat ini BI sedang memikirkan cara agar uang digital tersebut dapat relevan dan tidak menghancurkan keseluruhan sistem perbankan yang telah ada di Indonesia. (Baca: Perlunya Memperkuat Regulasi Pasar Kripto)

Selain itu, pemerintah harus terlebih dahulu merevisi Undang-Undang yang selama ini hanya mengakui penggunaan mata uang fisik dalam bentuk kertas atau koin. Namun sebelum itu, menurut Erwin, setiap kementerian dan lembaga pemerintah perlu terlebih dahulu bersinergi membuat strategi nasional menghadapi digitalisasi.

“Karena ada beberapa hal tentang infrastruktur digital yang harus dibangun dulu, termasuk sistem hukum, khususnya perlindungan data dan konsumen,” imbuh Erwin.

Namun, BI tidak ingin menyerahkan begitu saja sistem perbankan kepada sektor swasta yang telah mengeluarkan mata uang digital, seperti crypto currency. Karena itu, BI terus mendorong digitalisasi aktivitas penciptaan uang, penyimpanan uang, maupun penyaluran uang oleh sistem perbankan yang telah ada sekarang.

“Dan dia tetap industri yang harus highly regulated (diatur secara ketat) karena ada uang orang di situ,” ucapnya.

Direktur Center of Information and Development Studies (Cides) Umar Juoro mengatakan Bank Indonesia membutuhkan kerangka hukum yang jelas apabila hendak mengeluarkan mata uang digital.

"Apakah nanti uang digital BI dengan UU yang ada, ini kan bagian dari mata uang, hanya digital, atau butuh payung hukum, dalam pengertian UU, yang lebih jelas," kata Umar.

Apabila telah memiliki payung hukum yang jelas, mata uang digital BI bisa lebih terpercaya dibandingkan mata uang digital lain yang telah beredar selama ini. Namun, pemerintah juga perlu memastikan nilai mata uang digital yang akan dikeluarkan, apakah akan sama dengan mata uang fisik atau dilakukan redenominasi.

"Tapi harus dilihat bagaimana konsekuensi hukum kalau kemudian mata uang digital berbeda nilai dengan uang fisik dengan adanya redenominasi," kata Umar.

Mata uang digital BI sebisa mungkin dapat digunakan sebagai alat pembayaran dan alat penyimpan nilai sebagaimana mata uang fisik dalam bentuk kertas dan koin. Umar menambahkan, BI juga harus memastikan stabilitas keuangan nasional terjaga saat peluncuran mata uang digital.

"Jadi ini akan berpengaruh terhadap kebijakan moneter, bisa positif, bisa negatif. Jadi yang namanya balanced, neraca BI makin membesar, sekarang saja membesar dengan burden sharing, nanti bisa makin besar dengan uang digital," imbuhnya.

Ia juga mengatakan peluncuran mata uang digital BI lebih tepat dengan sistem intermediate, di mana masyarakat bisa menyimpan uang langsung di bank sentral maupun di bank-bank komersial. "Bank (komersial) kemudian menjadi penengah antara masyarakat atau nasabah dengan bank sentral, berkaitan dengan pengawasan, hukum, dan aturan-aturan lainnya," katanya.

Sementara, anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun meminta Bank Indonesia memperkuat aturan sebelum mengeluarkan mata uang digital untuk menghindari potensi fraud hingga penyalahgunaan data.

"Sampai saat ini, belum ada aturan pada tingkat undang-undang, mau tidak mau upaya dilakukan transformasi undang-undangnya. Sistem digital ini sangat dekat dengan fraud dan penyalahgunaan," ujar Misbakhun dalam diskusi daring yang dipantau di Jakarta, Rabu.

Sebelum rupiah digital ini resmi diluncurkan, menurut Misbakhun, perbaikan regulasi perlindungan data juga menjadi tantangan yang perlu diselesaikan. Aturan ini diperlukan untuk menghindari potensi penyalahgunaan data.

Selain terkait regulasi, menurutnya, literasi dan inklusi keuangan Indonesia yang masih minim juga dikhawatirkan menghambat penggunaan mata uang digital ke depan.

Tags:

Berita Terkait