Akuisisi Microsoft-Skype Tak Perlu Notifikasi
Berita

Akuisisi Microsoft-Skype Tak Perlu Notifikasi

Hasil akuisisi tetap diawasi oleh KPPU.

Inu
Bacaan 2 Menit
KPPU nilai akuisisi Skype oleh Microsoft Corporation tak butuhkan notifikasi. Foto: SGP
KPPU nilai akuisisi Skype oleh Microsoft Corporation tak butuhkan notifikasi. Foto: SGP

 

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai akuisisi Skype oleh Microsoft Corporation tak membutuhkan notifikasi. Hal itu dikarenakan akumulasi aset kedua perusahaan di Indonesia hasil akuisisi tak sampai Rp2,5 triliun.

 

Sebelumnya, Microsoft Corporation, perusahaan multinasional software yang berkantor pusat di Washington, Amerika Serikat ini membeli saham milik Skype di bursa saham Nasdaq, medio Mei 2011. Nilai akuisisi mencapai AS$8,5 miliar setara Rp72 triliun, atau aksi akuisisi korporasi terbesar Microsoft selama ini.

 

Skype merupakan perusahaan layanan telepon lewat internet, dengan sekira 663 juta pengguna yang tersebar di seluruh dunia. Rumah lelang internet eBay sebelumnya pernah membeli Skype seharga AS$2,6 miliar atawa sekira Rp22 triliun pada 2006. Namun eBay, menjual 70 persen saham akuisisinya AS$2 miliar pada tahun 2009.

 

Pembelian saham mayoritas ini dilakukan oleh sekelompok investor dipimpin oleh firma ekuitas Silver Lake and Andreessen Horowit. Pemegang saham utama lain adalah perusahaan teknologi Joltid serta Badan Investasi Pensiun Kanada.

 

Oleh karena itu, berdasarkan ketentuan Pasal 28 dan 29 UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat jo PP No 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, meminta sejumlah data untuk memeriksa aksi korporasi itu.

 

“Kami melakukan ketentuan terkait akuisisi Microsoft pada Skype yang ada di Indonesia,” ungkap Ahmad Junaidi, Kepala Biro Humas dan Hukum KPPU seperti siaran pers, Senin (2/1).

 

Disebutkan dalam Pasal 5 PP 57/2010, kewajiban untuk memberitahukan (notifikasi) akan transaksi akuisisi yang melebihi akumulasi aset Rp2,5 triliun pada KPPU dalam 30 hari kerja sejak transaksi ini efektif secara yuridis.

 

Junaidi tegaskan, ketentuan ini juga berlaku untuk akuisisi asing yaitu akuisisi yang dilakukan di luar yurisdiksi Indonesia. Namun, dia sampaikan ada sejumlah syarat agar kewenangan KPPU dalam ketentuan ini dapat diterapkan.

 

Pertama, kedua perusahaan memiliki afiliasi usaha di Indonesia. Atau, ketentuan kedua, satu perusahaan memiliki afiliasi di Indonesia sementara produk pihak lainnya dijual di Indonesia. Kemudian, syarat ketiga adalah akuisisi berdampak langsung pada pasar Indonesia seperti termaktub dalam Peraturan Komisi No 10 Tahun 2011.

 

Atas dasar kewenangan tersebut, sebagaimana diatur Pasal 30 jo 36 huruf (b) UU 5/1999 tentang kewenangan pengawasan, KPPU sejak 31 Oktober 2011 telah meminta klarifikasi kepada pihak pengambil alih (Microsoft Indonesia) atas kebenaran akuisisi yang telah dilaksanakan perusahaan prinsipalnya di AS. Sekaligus meminta penjelasan awal tentang potensi agar kewajiban notifikasi ke KPPU dilakukan.

 

Hasil pemeriksaan dokumen dan klarifikasi data yang KPPU dapatkan, lanjut Junaidi, komisi menyimpulkan akuisisi tidak perlu dilakukan pemberitahuan. Pasalnya, meskipun kualifikasi akuisisi asing terpenuhi, nilai aset yang terakumulasi di Indonesia dari akuisisi ini tidak sampai mencapai threshold minimal agar kewajiban notifikasi ke KPPU dilakukan.

 

Junaidi menambahkan, berdasarkan PP 57/2010, setelah proses notifikasi, proses berikutnya adalah penilaian awal dan penilaian menyeluruh, sebelum KPPU menyimpulkan ada tidaknya potensi praktik monopoli atau persaingan tidak sehat dari hasil akuisisi itu.

 

Namun, sebelum langkah itu, karena KPPU menyatakan akuisisi Microsoft pada Skype tak perlu notifikasi, maka langkah lanjutan tak dilakukan. “KPPU tetap awasi apabila setelah akuisisi muncul perilaku usaha yang berpotensi monopoli,” ungkap Junaidi.

 

Dia sebutkan sejumlah potensi perilaku usaha yang berpotensi melanggar UU 5/1999 seperti perjanjian eksklusif (Pasal 15), penyalahgunaan posisi dominan (Pasal 25) atau penguasaan pasar (Pasal 19).

 

Tags: