Akuisisi Danamon Wajib Perhatikan Aturan Kepemilikan Tunggal Perbankan
Berita

Akuisisi Danamon Wajib Perhatikan Aturan Kepemilikan Tunggal Perbankan

Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ dikabarkan akan membeli 40% saham Bank Danamon dengan nilai transaksi diperkirakan mencapai Rp 23,7 triliun.

Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit
Foto ilustrasi: BAS
Foto ilustrasi: BAS

Rencana pembelian 40 persen saham PT Bank Danamon Tbk oleh Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ berpotensi terbentur dengan aturan kepemilikan tunggal perbankan. Pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku regulator sementara masih memantau dari luar rencana akuisisi tersebut.

 

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Heru Kristiyana, mengatakan regulator mengetahui soal rencana Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ (BTMU) yang melirik 40 persen saham Bank Danamon. OJK sendiri belum secara resmi menerima permohonan akuisisi yang dikabarkan mencapai nilai transaksi 1,76 miliar dolar AS atau setara Rp23,7 triliun. Namun, OJK menyambut positif sepanjang dapat memperkuat industri perbankan dalam negeri.

 

“Danamon akan berkembang pesat dengan shareholder yang besar. Kita juga akan minta mereka dalam rencana untuk sampaikan secara konkrit bagaimana bisa berkontribusi untuk perekonomian nasional kita,” kata Heru di kantor OJK, Jumat (10/11).

 

Bila rencana akuisisi berhasil, OJK sangat mengharapkan Bank Danamon dapat menopang perekonomian nasional dan mendukung proyek strategis seperti infrastruktur yang tengah gencar didorong pemerintah dan jangan sampai justru lebih banyak mengucurkan kredit itu kembali ke negeri Sakura. Ketika disinggung mengenai potensi terbentur dengan aturan kepemilikan tunggal perbankan, Heru justru mengatakan bahwa rencana akuisisi 40 persen saham tidak masalah sepanjang punya komitmen menumbuhkan ekonomi dalam negeri.

 

(Baca Juga: Rencana Akuisisi DBS-Danamon Gagal)

 

Untuk diketahui, media Jepang, Nikkei, Kamis (9/11) kemarin, memberitakan rencana BTMU membeli 40 persen saham Bank Danamon dalam rangka memperluas bisnis di Asia Tenggara. Saat ini, porsi kepemilikan saham Bank Danamon menurut laman resmi adalah 67,37 persen milik Asia Financial Indonesia Pte Ltd (AFI), 6,5 persen milik JPMCB-Frankiln Templeton Investment Funds dan 25,7 persen dikuasai publik.

 

BTMU juga memiliki ‘perpanjangan tangan’ pada industri perbankan domestik. BTMU telah beroperasi di Indonesia hampir 60 tahun dengan status Kantor Cabang Bank Asing (KCBA). Jika BTMU menjadi pemegang saham pengendali Bank Danamon, perusahaan bakal berhadapan dengan aturan tentang Kepemilikan Tunggal pada Perbankan Indonesia (single presence policy) sebagaimana diatur dalam PBI Nomor 14/24/PBI/2012 Tahun 2012 tentang Kepemilikan Tunggal pada Perbankan Indonesia dan disempurnakan melalui POJK Nomor 39/POJK.03/2017 Tahun 2017 tentang Kepemilikan Tunggap pada Perbankan Indonesia.

 

Beleid tersebut, mengatur setiap pihak hanya dapat menjadi pemegang saham pengendali (PSP) pada satu bank. Namun, kepemilikan tunggal dapat dilaksanakan oleh PSP pada dua bank atau lebih melalui sejumlah mekanisme seperti penggabungan atau peleburan, pembentukan perusahaan induk bidang perbankan (bank holding company), dan pembentukan fungsi holding. POJK Nomor 39 Tahun 2017 menetapkan pengecualian bagi PSP pada dua bank dikecualikan sepanjang bank melakukan kegiatan dengan prinsip yang berbeda yakni konvensional dan syariah dan salah satu bank merupakan bank campuran (joint venture bank).

 

“Mereka di sini punya apa? BTMU nanti kita lihat kalau bisa di-merger-kan lebih bagus,” kata Heru.

 

Tindakan Pelanggaran

Sanksi Administrratif

Tidak memenuhi kewajiban-kewajiban:

1. Melakukan penggabungan atau peleburan atau pendirian bank holding company dalam jangka waktu paling lama satu tahun sejak pembelian saham bank lain;

2. Membentuk fungsi holding dalam jangka waktu paling lama enam bulan sejak pembelian saham bank lain;

3. Menyampaikan rencana pelaksanaan pembentukan bank holding company;

4. Menyampaikan informasi dan dokumen pendukung mengenai fungsi holding dan pelaksanaannya; dan seterusnya.

1. Teguran tertulis; dan/atau

2. Anggota Direksi dan Dewan Komisaris dan/atau pegawai eksekutif dinyatakan tidak lulus dalam uji kemampuan dan kepatutan.

Bank yang tidak memenuhi kewajiban-kewajiban:

1. Mencatat kepemilikan saham dan hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham paling tinggi sebesar 10% dari jumlah saham bank yang bersangkutan; dan/atau;

2. Menatausahakan jumlah kelebihan saham di atas 10% (sebagaimana dikemukakan di atas) sebagai saham tanpa hak suara sampai dengan saham dimaksud dialihkan kepada pihak lain

1. Denda sebesar Rp 500 juta; dan/atau

2. Sanksi dalam penilaian aspek tata kelola pada penilaian tingkat kesehatan bank.

Pemegang saham pengendali yang mengendalikan lebih dari satu bank dan tidak dapat mengalihkan kelebihan saham di atas 10% dalam jangka waktu paling lama satu tahun setelah berakhirnya jangka waktu pemenuhan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 (3) dan 3 (4) POJK 39 Tahun 2017

Larangan menjadi pemegang saham pengendali pada seluruh bank di Indonesia untuk jangka waktu 20 tahun. Patut dicatat bahwa sanksi ini tidak meniadakan kewajiban pemegang saham pengendali untuk mengalihkan kelebihan saham, sebagaimana telah dijabarkan di atas.

Anggota Direksi atau Dewan Komisaris dan/atau pegawai eksekutif bank holding company yang melakukan kegiatan penyertaan selain untuk tujuan berikut: 1) Dalam rangka meningkatkan efektivitas konsolidasi dan strategi usaha; dan 2) Dalam rangka optimalisasi keuangan

Anggota Direksi atau Dewan Komisaris BOD or BOC dan/atau pegawai eksekutif dinyatakan tidak lulus uji kemampuan.

 

Sebelumnya, Direktur Bank Danamon, Michellina Triwardhany, mengatakan Asia Financial Indonesia Pte Ltd (AFI) sudah menerima expression of interest terkait kepemilikan saham di Danamon. Namun, AFI dan investor baru tersebut baru akan melakukan negoisasi sehingga belum terdapat hasil atau kesepakatan yang mengikat. Piihaknya juga menegaskan bahwa operasional Bank Danamon berjalan normal.

 

"Ketertarikan investor tersebut tergantung pada hasil negosiasi lebih lanjut yang belum tentu menghasilkan perjanjian yang mengikat. Sehingga transaksi ini belum tentu terealisasi," kata Lina sebagaimana dikutip Antara. (ANT)

 

Tags:

Berita Terkait