Aksi Tembak di Tempat, IPW: Harus Sesuai SOP dan Misi Melumpuhkan
Berita

Aksi Tembak di Tempat, IPW: Harus Sesuai SOP dan Misi Melumpuhkan

Ditjen Pemasyarakatan tak segan menjatuhkan sanksi tegas berupa tak memberi hak remisi bagi warga binaan yang berulah lagi hingga waktu tertentu sesuai peraturan. Bahkan memasukan warga binaan dalam sel pengasingan atau straft cell.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Pembebasan program asimilasi-integrasi, warga binaan Rutan Kelas I Depok dalam rangka mencegah penyebaran Covid-19. Foto: RES
Pembebasan program asimilasi-integrasi, warga binaan Rutan Kelas I Depok dalam rangka mencegah penyebaran Covid-19. Foto: RES

Kejahatan jalanan atau street crime saat wabah pandemi Covid-19 semakin mengkhawatirkan. Mulai pencurian dengan kekerasan secara terang-terangan hingga perampasan kendaraan bermotor dan barang berharga lain menjadi fenomena yang sering kita saksikan melalui media atau media sosial. Menyikapi fenomena ini aparat kepolisian mengancam bakal menembak di tempat bagi pelaku agar bisa memberi rasa aman bagi masyarakat, seperti yang dilakukan dalam beberapa kasus.

 

Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Markas Besar (Mabes) Polri Komisaris Jenderal (Komjen) Listyo Sigit Prabowo meminta aparatur kepolisian tak ragu mengambil tindakan tegas dan terukur menghadapi pelaku kejahatan di jalanan. Artinya, tindakan tembak di tempat harus terukur jika pelaku tetap melakukan perlawanan yang bisa berakibat membahayakan keselamatan masyarakat.

 

Berdasarkan data terakhir kepolisian, ada sekitar 28 narapidana yang bebas melalui program asimilasi dan integrasi malah kembali melakukan kejahatan. Seperti melakukan tindakan pencurian dengan pemberatan, pencurian kendaraan bermotor, pencurian dengan kekerasan, pelecehan seksual. Meski hanya sebagian kecil dari 30 ribuan napi (0.07 persen) yang dibebaskan, namun fakta ini meresahkan masyarakat.

 

Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai langkah kepolisian bakal menembak di tempat pelaku kejahatan jalanan sudah tepat. Sebab, umumnya pelaku kejahatan ini terbilang sadis. Para pejahat tidak sungkan-sungkan menikam korbannya dengan celurit atau membuat korbannya tersungkur di jalanan saat tasnya dijambret.

 

Selain itu, para penjahat nekad hendak membacok polisi yang berusaha menangkapnya. Bahkan, ada juga begal yang masih berusaha menebas polisi dengan celurit, meski polisi sudah menembaknya. Namun, Neta mengingatkan agar aksi tembak di tempat aparat kepolisian harus sesuai standar operasional prosedur (SOP) dengan misi hanya untuk melumpuhkan.

 

Dalam menghadapi para pelaku kriminal yang nekad itu, aparat kepolisian mesti meningkatkan profesionalismenya agar semakin profesional dan terlatih termasuk kemampuan menembak pelaku kejahatan sesuai SOP. “Pelaku kejahatan jalanan kerap melawan aparat kepolisian di lapangan dengan menggunakan senjata tajam atau senjata api.”  

 

IPW mencatat memang dari 30.432 napi yang dibebaskan baru 28 yang tertangkap karena berulah kembali, dengan membuat kejahatan baru. Namun ulah napi yang sadis itu sudah menjadi inspirasi bagi para penjahat lain untuk "bangun" melakukan aksi pembegalan, penjambretan, perampokan minimarket dan aksi kejahatan lain yang menggunakan celurit dan sadis.

 

"Bagaimanapun semua ini tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab Menkumham RI yang melepaskan 30.432 napi, sehingga Polri dan masyarakat yang menanggung bebannya di tengah masih maraknya wabah corona," kata Neta melanjutkan .

 

Neta menilai pembebasan 30 ribuan narapidana dengan program asimilasi dan integrasi oleh Kemenkumham tanpa berkoordinasi dengan Polri. Memang, program asimilasi menjadi kewenangan Kemenkumham, tapi tak ada salahnya berkoordinasi dengan Polri guna mencegah kemungkinan mengulangi perbuatannya. Sebab maraknya kejahatan akibat bebasnya narapidana menjadi beban berat polri dalam tugas keamanan ketertiban masyarakat.

 

“Seharusnya Menkumham minta maaf kepada Polri dan masyarakat, kemudian mundur dari jabatannya. Di luar negeri, pejabat yang membuat kesalahan fatal tidak hanya mundur dari jabatannya,” kata dia.

 

Baca Juga: Staft Cell Menanti Napi Asimilasi yang Berulah Lagi

 

Dicabut hak asimilasinya

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Plt Dirjen Pemasyarakatan) Nugroho meminta Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) dan Kepala Rumah tahanan (Karutan) serta Kepala Balai Pemasyarakatan agar tetap melakukan pemantauan kepada narapidana yang menjalani program asimilasi dan integrasi melalui virtual. Langkah itu penting untuk memastikan narapidana tetap berkelakuan baik dan tetap berada di rumah.

 

“Jika narapidana yang telah dirumahkan kembali berulah harus langsung ditindak. Karenanya, harus terus dipantau dan tetap berkoordinasi dengan aparat penegak hukum lain agar tidak menimbulkan keresahan di masyarakat,” pintanya.

 

Selain tindak tegas, warga binaan yang kembali melakukan kejahatan bakal dicabut hak asimilasi dan integrasinya. Sehingga warga binaan kembali menjalani sisa hukuman pidana dalam Lapas atau Rutan dengan ditambah pidana baru yang dilakukan. Baginya, Ditjen Pemasyarakatan tak segan menjatuhkan sanksi tegas berupa tak memberi hak remisi bagi warga binaan yang berulah hingga waktu tertentu sesuai peraturan yang berlaku. Bahkan memasukan warga binaan dalam sel pengasingan atau straft cell. “Ini sebagai konsekwensi aturan yang sudah dilanggar,” tutupnya.

 

Seperti diketahui, sebanyak 28 residivis berulah berhasil dibekuk aparat kepolisian. Ke-28 residivis itu tersebar di sejumlah wilayah yuridiksi kepolisian daerah (Polda). Pertama, Polda Jateng menangani 8 tersangka dengan kasus pencurian kendaraan bermotor (curanmor), pencurian dengan kekerasan (curas), pencurian dengan pemberatan (curat) dan pelecehan seksual. Kedua, Polda Kalbar menangani 3 tersangka dengan kasus curanmor.

 

Ketiga, Polda Jatim menangani 2 tersangka dengan kasus curanmor. Keempat, Polda Banten menangani 1 tersangka dengan kasus pencurian. Kelima,Polda Kaltim menangani 2 tersangka dengan kasus pencurian dan penipuan. Keenam, Polda Metro Jaya menangani 1 tersangka dengan kasus curas.

 

Ketujuh, Polda Kalsel menangani 2 tersangka dengan kasus pencurian dan curat. Kedelapan, Polda Kaltara menangani 3 tersangka dengan kasus pencurian, curas, dan curat. Kesembilan, Polda Sulteng menangani 1 tersangka dengan kasus pencurian. Kesepuluh, Polda NTT menangani 1 tersangka dengan kasus penganiayaan. Kesebelas, Polda Sumut menangani 4 tersangka dengan kasus curas dan pencurian.

Tags:

Berita Terkait