Akhirnya, BPK Ajukan Uji Materi Undang-Undang Pajak
Berita

Akhirnya, BPK Ajukan Uji Materi Undang-Undang Pajak

Niatan menggugat UU KUP ternyata tak sekedar isapan jempol BPK.

NNC
Bacaan 2 Menit
Akhirnya, BPK Ajukan Uji Materi Undang-Undang Pajak
Hukumonline

 

BPK menilai, keberadaan Pasal itu membuat keleluasaan dan kemandirian lembaga itu dalam menjalankan kewenangan menjadi hilang. UU KUP membatasi BPK untuk memeriksa sebatas penggunaan pajak, tapi membatasi audit pada penerimaan, ujar Hendar.

 

Dia mengatakan, BPK memiliki Standar Pemeriksaan Keuangan Negara yang bisa digunakan di lembaga negara manapun. Nah, lantaran ketentuan dalam UU KUP, BPK tidak bisa menggunakan standar itu. Akibatnya, kata Hendar, Hasil pemeriksaan BPK tentang pengelolaan pajak selalu Disclaimer.

 

Kuasa Hukum BPK, Bambang Widjojanto mengatakan, selain untuk memulihkan kewenangan BPK yang dijamin konstitusi dalam Pasal 23 E UUD 1945, judicial review UU KUP juga untuk meninjau hubungan checks and balances antar lembaga negara. Bisa dibayangkan, penerimaan dari pajak mencapai 60 persen dari penerimaan negara. Kalau ini tidak bisa diawasi, kan lucu. Alasan kerahasiaan wajib pajak itu tidak tepat. Hilang nanti mekanisme checks and balances, cetus Bambang Widjojanto. Bank Indonesia saja BPK bisa mengaudit dengan leluasa kok, masak karena alasan kerahasiaan wajib pajak BPK tidak bisa memeriksa pengelolaan pajak?.

 

Hendar berpendapat alasan kerahasiaan wajib pajak dalam UU KUP itu memang tidak cukup alasan. Sebab, secara prosedur pemeriksaan, BPK toh juga hendak mengobok-obok kerahasiaan wajib pajak. Di beberapa negara, hampir 80 persen auditor internal negaranya bisa memelototi pengelolaan pajak. Lagipula auditor BPK sudah terikat dengan Kode Etik yang disupervisi oleh Majelis Kehormatan Kode Etik (MKKE) yang bernggotakan tiga anggota BPK yang diperkuat dengan wakil-wakil dari kalangan akademisi.

 

Hendar juga nantiinya bakal meyakinkan hakim konstitusi dengan memaparkan praktek BPK di negara lain. Baik Australia, Malaysia, atau Thailand, BPK bebas mengaudit data Direktorat Jenderal Pajak. Ini international best practice. Tak ada alasan lagi untuk menghalangi kita memeriksa data pajak, ujarnya.

 

Walau molor dua bulan dari niataran awal, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akhirnya jadi mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang  Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketetuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Rabu (9/1), mereka melayangkan gugatan terhadap UU KUP ke Mahkamah Konstitusi (MK). BPK menilai salah satu ketentuan dalam UU itu telah membatasi kewenangan lembaga negara yang memiliki fungsi  internal auditor tersebut.

 

Dalam siaran persnya, Ketua BPK Anwar Nasution mengatakan, permohonan ini diajukan untuk mendorong tata kelola tanggung jawab Keuangan Negara yang transparans dan akuntabel seperti diamanahkan oleh Konstitusi. Baik sisi penerimaan maupun pengeluaran, semua mesti bisa diawasi, ujarnya.

 

Seperti diberitakan sebelumnya, BPK merasa keberatan oleh adanya pembatasan pemeriksaan yang bisa dilakukan lembaga itu pada Direktorat Jendeal Pajak Depkeu, lembaga yang berwenang mengelola arus kas pajak negara. Ketentuan yang digugat adalah Pasal 34 ayat (2a) huruf b UU KUP. Dalam pasal itu, untuk bisa mengaudit penerimaan pajak saja, BPK mesti mendapat restu dari menteri keuangan melalui sebuah penetapan. Alasannya, untuk menjaga kerahasiaan wajib pajak.

 

Pasal pembatasan ruang gerak BPK itu dinilai lebih limitatif dibanding UU yagn keluar sebelumnya, UU Nomor 6 Tahun 1983. Dalam Pasal 34 UU KUP disebutkan secara rigid apa saja informasi dan data yang boleh diperoleh BPK dan mana yang tidak. Kalau dalam UU sebelumnya, masih lumayan ketentuannya tidak rigid kata Kaditama Pembinaan dan Pengembangan Hukum BPK Hendar Ristriawan di sela pendaftaran permohonan uji materi di gedung MK.

 

Menurut Hendar, jika acuannya masih UU Nomor 6/1983, BPK malah masih mungkin memeriksa sejumlah informasi yang dikehendaki BPK asalkan mendapat penetapan dari Menkeu. Tidak rigid dijabarkan detail seperti dalam UU KUP 2007 ini.

Tags: