Akhir Nasib Delik Korupsi dalam RKUHP
Problematika RKUHP:

Akhir Nasib Delik Korupsi dalam RKUHP

Perdebatan panjang mengenai keberadaan delik korupsi dalam KUHP segera berakhir. Beberapa catatan kritis pun masih dibahas. Akankah KPK di ujung tanduk?

Novrieza Rahmi
Bacaan 2 Menit

 

Tiga tahun sebelumnya, tepatnya pada 2011, Prof Andi Hamzah juga pernah mengkritik rencana pemerintah dan DPR yang ingin segera membahas RKUHP. Ia menilai draf RKUHP yang akan "dilempar" ke DPR sudah "basi" dan tidak relevan dengan perkembangan zaman. Sebab, draf itu sudah diberikan kepada pemerintah sejak 1992.

 

Baca Juga: Sekilas Sejarah dan Problematika Pembahasan RKUHP

 

Seiring perkembangan zaman dan masukan berbagai pihak, pemerintah kembali menggodok rumusan RKUHP. Alhasil, pada 2013, draf RKUHP yang sudah mengalami beberapa perombakan diserahkan pemerintah kepada DPR. Ketika itu, KPK merasa pembahasan RKUHP tidak transparan karena tidak melibatkan publik.

 

KPK bahkan mengajak para akademisi mengajukan penundaan pembahasan RKUHP lantaran ada sejumlah rumusan yang berpotensi melemahkan pemberantasan korupsi. Sejumlah akademisi dari beberapa perguruan tinggi pun ikut menolak keberadaan delik korupsi dalam RKUHP. Sebut saja, pengajar hukum pidana UGM Prof Edward Omar Sharif Hiariej.

 

Saat RKUHP ramai diperbincangkan pada 2013, pria yang akrab disapa Eddy ini pernah menyatakan bahwa dengan masuknya delik korupsi ke dalam KUHP, maka kejahatan korupsi tidak lagi tergolong kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Kejahatan korupsi akan menjadi sama dengan kejahatan lainnya yang diatur dalam KUHP.

 

Eddy berpendapat, apabila kejahatan korupsi menjadi delik umum, lembaga seperti KPK cenderung tidak diperlukan lagi. Penegakan hukumnya juga cukup hanya bersandar pada KUHAP. "Kalau misalnya, akhirnya penegakan hukumnya bersandar ke KUHAP, maka KPK dibubarkan saja," katanya beberapa tahun lalu.

 

Namun, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) waktu itu, Amir Syamsuddin membantah jika pemerintah berniat menggembosi KPK. Ketua Tim Perumus RKUHP, Prof Muladi mengungkapkan, RKUHP sudah disusun sejak berpuluh tahun lalu. Ia menegaskan, justru RKUHP merupakan karya monumental untuk menghapus KUHP warisan kolonial Belanda yang berlaku saat ini.

 

Akhirnya, pada 2015, RKUHP masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas DPR, sedangkan RKUHAP tidak masuk prioritas Prolegnas. Kementerian Hukum dan HAM melalui Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) mulai membuat rumusan Draf Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang KUHP.

Tags:

Berita Terkait