‘Akal-akalan’ Joko Tjandra Muluskan Permohonan PK
Berita

‘Akal-akalan’ Joko Tjandra Muluskan Permohonan PK

Dalam SEMA, pelaksanaan sidang daring harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Majelis hakim sidang PK di PN Jakarta Selatan, Senin (6/7). Foto: AJI
Majelis hakim sidang PK di PN Jakarta Selatan, Senin (6/7). Foto: AJI

Joko Soegiarto Tjandra atau Joko Tjandra melakukan beragam upaya agar permohonan Peninjauan Kembali (PK) atas dugaan perkara korupsi Cessie Bank Bali diterima oleh pengadilan tingkat pertama dalam hal ini Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebelum nantinya diteruskan ke Mahkamah Agung (MA). Setelah tidak hadir dalam sidang sebelumnya karena alasan sakit, kini ia kembali tidak hadir dalam persidangan dengan alasan yang sama.

Ia meminta maaf kepada majelis hakim karena tidak dapat hadir di persidangan dikarenakan kondisinya yang tidak memungkinkan akibat kondisi kesehatannya yang menurun. Yang cukup menarik, Joko diwakili penasihat hukumnya Andi Putra Kusuma menuliskan surat agar sidang dilakukan secara daring, atau telekonferensi sehingga ia tidak perlu langsung hadir ke pengadilan.

“Bahwa demi tercapainya keadilan dan kepastian hukum melalui surat ini, saya memohon kepada majelis hukum memeriksa permohonan PK agar dapat melaksanakan pemeriksaan PK saya secara daring atau telekonfrensi,” kata Joko dalam suratnya yang dibacakan Andi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (20/7).

Namun upaya Joko agar sidang dilaksanakan secara daring seperti bertepuk sebelah tangan. Ketua majelis hakim Nazar Effriadi menyatakan telah memberi ultimatum jika hari ini merupakan kesempatan terakhir Joko menghadiri persidangan setelah penundaan sidang sebelumnya pada 29 Juni dan 6 Juli 2020 lalu. Tetapi jeda waktu yang diberikan selama hampir tiga pekan itu juga tidak membuat Joko untuk menghadiri persidangan.

Apalagi dalam suratnya yang meminta sidang dilakukan secara daring atau telekonferensi, tersirat niat darinya untuk tetap tidak mau datang langsung ke pengadilan. “Suratnya juga isinya tidak memastikan bahwa dia hadir. Isinya dia minta telekonferensi artinya dia tak akan hadir. Surat ini juga dibuat dari Kuala Lumpur. Tentunya tak tahu apakah dia akan hadir. Makanya tak mungkin lagi dia akan hadir,” ujar Hakim Nazar.

Andi sendiri mengaku tetap akan mengupayakan untuk menghadirkan Joko di persidangan dan meminta majelis untuk tetap membuka kesempatan tersebut. Meskipun begitu, majelis tetap meyakini Joko tidak akan hadir di persidangan, para pengadil bahkan berkata akan menolak permohonan jika memang Joko tetap tidak hadir secara langsung. (Baca: Buah Simalakama Joko Tjandra)

“Saudara jaksa Anda saya minta jaksa memberikan pendapat tertulis satu minggu atas persidangan ini. Majelis berpendapat sidang ini tidak bisa diteruskan karena pemohon PK tidak hadir. Silakan untuk Anda jaksa berpendapat,” ujarnya. Sidang pun ditunda hingga pekan depan, 27 Juli 2020 untuk mendengar pendapat tertulis dari penuntut umum.

Usai persidangan, penuntut umum Ridwan Ismawanta menyatakan pihaknya tetap berpedoman pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2020 yang pada prinsipnya ada keharusan dari terpidana untuk hadir dalam permohonan PK. Oleh karena itu ia yakin majelis hakim PN Jakarta Selatan nantinya akan menolak permohonan PK Joko Tjandra.

Isi pendapat jelas sesuai SEMA Nomor 1/2012 pemeriksaan permohonan PK di PN wajib dihadiri terpidana. Kita yakin menang,” pungkasnya. (Baca: Ketika Kejaksaan dan Kemenkumham Beda Informasi Keberadaan Joko Tjandra)

Aturan sidang online

Sebenarnya permohonan Joko Tjandra untuk melakukan sidang secara online sah-sah saja apalagi di tengah kondisi pandemi Coronavirus-19 ini. Mahkamah Agung juga telah mengeluarkan SEMA Nomor 1 Tahun 2020 yang pada pokoknya membatasi kegiatan peradilan, termasuk mengenai persidangan. Sejumlah perkara pidana pun disidangkan secara daring atau teleconference untuk menghindari terjadinya kerumunan.

Masalahnya, dari catatan Hukumonline selama ini sidang pidana yang dilakukan secara online tidak melibatkan terpidana atau terdakwa yang melarikan diri (buron). Dalam sidang daring tersebut, terdakwa dalam status tahanan dan berada di rumah tahanan serta mengikuti proses persidangan dengan didampingi penasihat hukumnya.

Kemudian dalam SEMA Nomor 6 Tahun 2020 tentang Sistem Kerja di Lingkungan Mahkamah Agung dan Badan Peradilan di Bawahnya Dalam Tatanan Normal Baru pada poin penyusunan kerja huruf e angka 5 memang menyebut sidang pidana dilakukan secara online namun tetap dengan mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Pelaksanaan sidang perkara pidana yang dilakukan sccara daring/teleconference dalam masa pencegahan penyebaran Corona Virus Disease (COVID-l9) agar tetap memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan Perjanjian Kerjasama antara Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung dan Kementerian Hukum dan HAM tanggal 13 April 2020 Nomor 402/DJU/KM.01.1/4/2020; KEP-l7/E/Ejp/04/2020;PAS08.HH.05.05.Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Persidangan Melalui Teleconference,” bunyi SEMA tersebut.

Tags:

Berita Terkait