Akal-akalan Blackgold-PLN Siasati Skema Saham PLTU Riau-1
Berita

Akal-akalan Blackgold-PLN Siasati Skema Saham PLTU Riau-1

Saham pengerjaan proyek PLTU Riau-1 mayoritas milik perusahaan asing.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Sidang pemeriksaan beberapa saksi dari PT PJBI dan PT Samantaka Batubara, salah satunya Dirut PT Samantaka Batubara Rudy Herlambang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (18/10). Foto: RES
Sidang pemeriksaan beberapa saksi dari PT PJBI dan PT Samantaka Batubara, salah satunya Dirut PT Samantaka Batubara Rudy Herlambang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (18/10). Foto: RES

Kejanggalan skema saham dalam proyek PLTU Riau-1 ternyata memang benar adanya. Dalam sidang lanjutan kasus suap dalam proyek tersebut dengan terdakwa Johannes Budisutrisno Kotjo, Direktur Utama PT Samantaka Batubara Rudy Herlambang mengamini mayoritas saham dalam proyek itu sebenarnya milik asing.

 

Kotjo merupakan salah satu pemilik saham Blackgold Natural Resources, sedangkan PT Samantaka Batubara merupakan anak perusahaan yang 99 persen sahamnya dimiliki Blackgold. Rudy sendiri mengaku mengenal Kotjo cukup baik, sebab ia beberapa kali berdiskusi mengenai proyek PLTU Riau-1 ini.

 

Proyek tersebut rencananya akan dikerjakan PT Pembangkit Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources, dan China Huadian Engineering Company Ltd. Dalam penentuan saham, menurut Rudi, PT PJBI sesuai aturan harus mendapat saham 51 persen. Kemudian, China Huadian 37 persen, sementara, Blackgold mendapat saham 12 persen.

 

Skema kerja sama dalam proyek tersebut diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Infrastruktur Ketenagalistrikan. Sesuai aturan, PT PLN (Persero) menunjuk anak usahanya melaksanakan sembilan proyek Independent Power Producer (IPP). Salah satunya, proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau-1.

 

Dalam Perpres tersebut anak usaha PLN (PT PJBI) wajib memiliki 51 persen saham dalam konsorsium. Tujuannya, agar perusahaan BUMN yang ditunjuk menjadi pengendali dan mendapat keuntungan terbesar.

 

Namun, menurut Rudi, dalam kesepakatan penyetoran modal, PJBI hanya mampu menyetor modal 10 persen dari 51 persen saham. Sisanya, yang 41 persen dibayarkan oleh China Huadian dan Blackgold.

 

"Nyesek Pak di dada, saya setelah negosiasi dari awal Januari, nego berkali-kali di kantor PJBI, di Ritz Charlton, dari PJBI diwakili Pak Dwi, saya kalau sempat ikut," kata Rudy saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (18/10/2018). Baca Juga: Ketika Sofyan Basir Ditawari Fee Terbesar di Kasus PLTU Riau-1

 

Terakhir disepakati PJBI menguasai 51 persen saham. "Tapi hanya mampu setor 10 persen, sisanya 41 persen yang tanggung China Huadian dan Blackgold," terang Rudy.

 

Rudy sendiri juga terlihat keberatan dengan skema ini. "Kita yang keluar uang, tapi kita tidak bisa kontrol project," keluhnya.

 

Lewat surat Eni

Kejanggalan skema pembagian saham ini sebenarnya sudah tercium dari surat tulisan tangan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih yang juga menjadi tersangka dalam perkara ini. Suart itu menyebutkan jika PLN, induk perusahaan PT PJB hanya memberikan equity (modal saham) sebesar 10 persen. Lalu darimana PT PJB mendapatkan sisanya yaitu 41 persen?

 

"Sisanya investor dari Cina Huadian dan Blackgold," kata Fadli Nasution, kuasa hukum Eni kepada Hukumonline beberapa waktu lalu.

 

KPK sendiri sudah mengindikasi adanya kejanggalan ini. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan pihaknya terus mendalami tentang skema kerja sama antara PJB dan konsorsium.

 

"Kalau kita bicara tentang pembangunan proyek PLTU Riau-1 baik antara PLN dengan perusahaan yang masih terkait dengan PLN atau perusahaan lain termasuk perusahaan yang sahamnya sebagian dimiliki oleh tersangka (Kotjo) yang sudah kita tetapkan kemarin. Ini perlu kita dalami lebih jauh sebenarnya bagaimana proses awal sampai dengan kemarin ketika tangkap tangan dilakukan," kata Febri beberapa waktu lalu.

 

Dalam kasus ini, Kotjo didakwa memberikan uang suap Rp 4,7 miliar kepada Eni Maulani Saragih. Menurut jaksa, uang tersebut diduga diberikan dengan maksud agar Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau-1. Baca Juga: Dakwaan Johanes Kotjo Ungkap Peran Setya Novanto dan Sofyan Basir

 

Proyek tersebut rencananya akan dikerjakan PT Pembangkit Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Company Ltd yang dibawa dan diupayakan oleh Kotjo. Menurut jaksa, Eni beberapa kali mengadakan pertemuan antara Kotjo dan pihak-pihak terkait, termasuk Direktur Utama PLN Sofyan Basir. Hal itu dilakukan Eni untuk membantu Kotjo mendapat proyek PLTU Riau-1 tersebut.

 

Karenanya, Johanes Kotjo didakwa dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. 

Tags:

Berita Terkait