Akademisi Universitas Islam Bandung Beberkan Tantangan dan Peluang Hukum Islam Internasional
Utama

Akademisi Universitas Islam Bandung Beberkan Tantangan dan Peluang Hukum Islam Internasional

Hukum Islam belum menjadi rujukan utama majelis hakim di Mahkamah Internasional dalam ranah mengadili pelanggaran norma hukum internasional. Tapi, ke depan, ada peluang norma hukum Islam diadopsi dalam hukum internasional.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Tercatat dalam periode 1945-2006, putusan Mahkamah Internasional yang menyebut soal hukum Islam hanya 2 kasus. Kemudian hanya 7 perkara yang menyebut hukum Islam dalam opini baik itu dissenting atau concurring. “Berdasarkan data itu terlihat hukum Islam tidak menjadi dasar Mahkamah Internasional ketika memutus perkara hukum internasional,” ungkap Eka.

Eka menyebut 2 contoh kasus dimana hukum Islam tidak menjadi rujukan hakim di Mahkamah Internasional. Pertama, sengketa wilayah Sahara Barat oleh Maroko pasca dekolonisasi Spanyol. Maroko mengklaim Sahara Barat bagian dari wilayah mereka karena punya kedekatan religius.

Tapi Mahkamah menolak klaim Maroko. Selanjutnya, sengketa Aouzoue Strip antara Libya dan Chad. Libya mengklaim wilayah sengketa itu miliknya karena tunduk pada kesultanan Ottoman. Tapi setelah melihat perjanjian antara Prancis dan Libya, Mahkamah menilai daerah yang diperebutkan itu tidak masuk wilayah Libya.

“Dalih keagamaan tidak bisa dipakai negara untuk mengklaim kedaulatan suatu wilayah,” keluhnya.

Kendati demikian, Eka mencatat HII memberi sumbangsih terhadap hukum internasional. Misalnya, membedakan antara kombatan dan penduduk sipil dalam konvensi hukum perang. Konsep HII itu sudah diadopsi hukum internasional. Kemudian, perlindungan diplomatik, dimana HII mengatur perwakilan diplomatik harus dilindungi dan tidak boleh dihukum, dibunuh, dan lainnya.

Eka melihat ke depan masih banyak lagi norma HII yang bisa diadopsi dalam hukum internasional antara lain soal perdagangan. Sebab, saat ini salah satu isu yang menjadi hukum internasional terutama perdagangan yang menyangkut produk halal. Ketika terjadi sengketa terkait produk halal dan penyelesaiannya berlabuh sampai Mahkamah Internasional, hukum Islam layak menjadi rujukan majelis hakim untuk memutus perkara tersebut.

Tags:

Berita Terkait