Akademisi FHUI Paparkan Berbagai Tantangan Implementasi RUU Perampasan Aset
Terbaru

Akademisi FHUI Paparkan Berbagai Tantangan Implementasi RUU Perampasan Aset

Permasalahannya antara lain kesiapan penegakan hukum khususnya paradigma hakim

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit

Persoalan jenis alat bukti ini dinilai Febby berisiko menjadi masalah dalam proses pembuktian, sehingga berujung penolakan hakim. Selain itu, masih terdapat persoalan berbagai istilah yang berbeda dengan Herzien Inlandsch Reglement (HIR).

Meski demikian, Febby menyampaikan RUU Perampasan Aset dibutuhkan. “Masyarakat sudah menunggu-nunggu agar RUU ini segera disahkan. RUU ini bagus, masyarakat menghendaki. Yang ada saat ini menggunakan mekanisme conviction based artinya baru dipidana dulu baru bisa dirampas asetnya. Proses pidana itu panjang sehingga buat nilai aset jatuh kalau dilelang aset nilai Rp 2 triliun bisa jadi Rp 500 juta,” pungkas Febby.

Dalam acara tersebut, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan HAM, Mahfud MD menyampaikan RUU Perampasan Aset memungkinkan pengambilan aset tanpa putusan pengadilan perkara pidana. Sehingga, terbuka bagi negara merampas aset hasil dan sarana tindak pidana.

Dia menyampaikan pemerintah telah menyerahkan RUU Perampasan Aset kepada DPR. “Pemerintah sebagai pemrakarsa RUU Perampasan Aset telah serahkan draf pada 4 Mei 2023. Presiden telah tunjuk Menkopolhukam, Menkumham, Jaksa Agung dan Kapolri secara bersama-sama mewakili pemerintah untuk bahas RUU ini yang masuk prolegnas prioritas 2023 agar disahkan. Pemerintah masih menunggu respons DPR RI untuk pembahasannya. Apabila berhasil disahkan maka jadi legacy yang baik dalam pemberantasan korupsi di Indonesia,” papar Mahfud.

Tags:

Berita Terkait